Share

8. Menculik Sang Adik

Sampai kapan pun Bandit akan terus berada dalam tempurung rasa bersalah atas berubahnya segala yang ada dalam diri Renata. 

Dirinya yang membuat gadis manis itu terjebak di kubangan lumpur ini. Dia yang harus bertanggung jawab atas segalanya.

Seolah ada belati yang sangat tajam mencabik-cabik dada Bandit. Diberinya Renata tatapan kesakitan. "Kau hidup dengan baik di sini?" 

Di tempat ini? Melayani banyak laki-laki setiap malam. Dia bilang hidupnya baik?

"Aku tak akan mengganggumu setelah kau keluar dari sini. Aku mohon." Kepala itu menunduk, meratapi sepatunya yang kotor dan sudah tak layak dipakai. Napasnya kian memberat menahan desakan untuk memaksa wanita ini pergi.

"Hentikan ini. Pergilah."

Tak ada harapan dan tak ada kesempatan yang diberikan oleh Renata. Maka saat dia meninggalkan tempatnya dan menjauh, Bandit mengambil langkah pasti. Membopong tubuh Renata di pundaknya dan bergegas memotong hiruk pikuk yang meledak itu.

Beberapa orang menyenggolnya dan saat Bandit menggeram, mereka menyingkir memberikan jalan. 

"Lepaskan! Apa yang kau lakukan?!" 

Bandit tak menghiraukan tubuh yang memberontak dalam gendongannya. Telinganya menangkap derap langkah kaki yang bergegas cepat mengejarnya, teriakan marah beberapa orang dan makian kasar yang ditujukan untuknya.

"HEI, PREMAN BERENGSEK! LEPASKAN DIA!"

Beberapa pengawal yang tak lebih besar ketimbang tubuh Bandit menghalanginya, namun tidak sulit bagi Bandit untuk melumpuhkan mereka meski Renata ada dalam gendongannya.

"Lepaskan pekerja kami!"

Di pintu keluar, jumlah pengawal lebih banyak. Memasang formasi dan bersiap menyerang Bandit. 

Bandit menurunkan Renata dan membawanya ke sudut-sudut ruangan. Tak mungkin ia melawan puluhan pengawal terlatih ini sambil mempertahankan Renata di pundaknya. 

Maka dikeluarkannya seluruh tenaga untuk melawan. Kendati serangan yang dilancarkan padanya tak berhenti walau sedetik pun. Bertubi-tubi dan ia harus bertahan sekaligus terus menyerang dari berbagai sisi.

Setengah dari jumlah pengawal itu sudah tumbang, namun kelompok pengawal lain datang sambil membawa pemukul bisbol, botol minuman dan pisau.

Geraman keras Bandit mengalun bersamaan dengan serangan yang menerjangnya secara membabi buta. Semua senjata itu terhunus dari berbagai sisi.

Pukulan kerasnya menghantam perut dan kaki lawan, tapi alat-alat yang digunakan sebagai senjata itu tetap mengenainya. Pemukul bisbol menerjang paha dan pundaknya, lalu botol minuman itu mengenai punggungnya. Sebisa mungkin Bandit menghindari sabetan pisau.

"Hentikan!" 

Bandit yakin suara itu adalah milik Renata. Dengan latar belakang musik yang masih berdentum di dalam sana dan kesiap orang-orang yang sepertinya menonton mereka, Bandit menumpukan satu lututnya ke atas tanah, tak ingin goyah apalagi tumbang. 

Ia harus membawa Renata keluar dari tempat ini. Maka ia membelah gerombolan pengawal yang memasang benteng pertahanan melingkarinya, membanting seseorang yang berusaha menghalanginya dan menjatuhkan beberapa di antara mereka secara membabi buta.

Tujuannya adalah Renata. 

Penyerangan itu masih berlanjut, dan lagi di depan sana Bandit melihat betapa rumitnya eskpresi Renata. Wajah cantiknya dipenuhi ketegangan, ketakutan, dan kecemasan. Bola matanya bergetar ngeri.

"HENTIKAN!"

PRANG!

Tepat di detik itu, botol minuman itu pecah setelah mendarat di kepala Bandit. Dilihatnya mata Renata membeliak. Mulutnya terbuka lebar dan di matanya ada ketakutan yang amat sangat.

"Hen-hentikan. Berhenti. Jangan pukul lagi." Kedua kaki gemetar itu menghampiri tempat Bandit. Ekspresi rumitnya berusaha ia redam, digantikan dengan raut yang dingin meski kedua bahunya ikut bergetar.

"Renata ...." Bandit berlutut, ambruk setelah kepalanya terhantam botol dengan keras. Ia yakin ada darah yang meleleh di sana, sebab penglihatannya sudah memburam dan kepalanya terasa begitu berat.

"Cukup. Dia tak akan berbuat ulah lagi. Aku akan menjamin itu."

"Tentu saja. Kalau dia masih berbuat ulah, kami benar-benar akan membunuhnya!"

Tenggorokan Bandit terasa panas. Rasanya seperti seluruh tubuhnya mati rasa. Ia ingin menggapai Renata, namun wanita itu berjengit mundur beberapa langkah.

Lalu tahu-tahu seseorang menendangnya, membuat Bandit luruh ke tanah.

"Kau bisa datang lagi, asal membawa uang untuk menebusnya." Pengawal berbadan paling besar di antara yang lain itu menyorot Bandit dari atas, ditunjuknya Renata. "Keluarkan dia dengan cara yang seharusnya. Bawa uang yang banyak. Kau mengerti?!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status