Share

2. Pembohong

Langit gelap bertabur bintang menjadi selimut mereka. Dingin udara tak mampu membuat kering keringat di seragam Haikal dan Ramza. Mereka beruntung menumpang sejenak gerobak tadi, sebelum diturunkan di perempatan. 

"Harusnya kita bajak gerobak tadi," keluh Haikal.

"Kita polisi bukan penjahat," sahut Ramza. 

"Apa sudah sampai?"

Ramza bisa melihat dalam kegelapan seperti serigala. "Aku rasa ini bukit terakhir sebelum sampai ke Parisi." 

"Sialan Primus. Lihat saja jika Komandan Tinggi mendengar sikap pengecut borjuis itu, bahkan Raja sekali pun tidak bisa menolongnya dari tiang gantung."

Keduanya sampai di bukit. Di kejauhan terang nyala obor dalam gelap pertanda kota Parisi sudah di depan mata. Keduanya tertawa riang melihat tembok batu tua berlumut lumut yang mengelilingi kota. Dengan terengah mereka bahu membahu menuju pintu gerbang besar yang tertutup rapat.

Keduanya berlari riang seperti bocah menghampiri gerbang. Dua penjaga gerbang bertombak menghadang mereka.

"Berhenti, katakan mau apa malam-malam datang kemari?" tanya penjaga.

Penjaga berbadan gendut mengenal Ramza. "Hei, itu si serigala putih, kan?"

"Kamu benar, dia si manutang apel merah dan si barbar," sahut penjaga berbadan kurus.  

Kedua penjaga membantu Haikal dan Ramza mendekati pintu. 

"Apa yang terjadi, teman?" tanya penjaga tambun melingkarkan tangan Haikal ke lehernya.

"Nanti biar kuceritakan," jawab Haikal dengan nada terengah. "Minta air, haus."

Penjaga membuka sedikit pintu kayu tebal besar, memberi jalan Haikal dan Ramza masuk. Jalanan berpaving sepi. Gedung-gedung batu gelap. Cahaya obor di sekitar jalan menjadi penerang. Para penjaga gerbang mengelilingi Haikal dan Ramza yang duduk terengah bersandar tembok.

Haikal meneguk air dalam kendi dengan sangat liar. Air mengalir dari sela bibir membasahi leher jenjangnya. Jakun naik turun dengan cepat. 

"Anak muda, pelan-pelan, tidak ada yang mengejarmu," ujar penjaga gempal, memberi kendi lain untuk Ramza. "Ke mana anggota yang lain? Kenapa Komandan Primus tadi kembali sendiri?"

"Banci itu sudah kembali?" Haikal bangkit dari duduknya. "Dia kabur begitu saja ketika keadaan kritis."

Para penjaga gerbang bertukar pandang. Sepertinya mereka tak percaya dengan ucapan Haikal. Tidak menyalahkan mereka. Haikal sering berbohong.

"Kabur bagaimana? Dia datang tadi sore dalam keadaan terluka parah. Katanya pertempuran melawan bandit begitu sengit. Mereka kalah jumlah dan banyak polisi tewas dan beberapa kabur. Beruntung beberapa polisi mengorbankan diri sehingga dia bisa kabur."

"Wow, begitu yang dia katakan?" tanya Ramza. "Aku melihatnya kabur sebelum pertempuran melawan manusia kadal dan--"

"Tunggu dulu serigala muda, manusia kadal katamu?" tanya penjaga kurus. Anggukan Ramza membuat para penjaga tertawa penuh. "Imajinasimu berlebihan, Nak. Mana ada manusia kadal."

"Aku tidak berbohong."

"Ramza tidak pernah berbohong, kecuali masalah apel," jawab penjaga pembawa obor. "Mungkin dia membentur pohon sampai otaknya kacau." sambungnya, membuat tumpah riuh tawa dari yang lain.

Mereka tidak salah. Bagaimana mungkin percaya hal konyol tanpa bukti? Bahkan hal itu keluar dari mulut Ramza yang terkenal jujur..

"Sudah, Ram," sela Haikal dengan nada kesal. "Mereka tidak akan percaya jika belum melihat sendiri. Paman bisa antar kami menemui Komandan Tinggi?"

"Kenapa tidak minta bantuan manusia kadal, Nak?" ledek penjaga kurus.

"Sudahlah, berhenti bercanda." Penjaga gendut memberi kode dengan gerak kepala. "Ayo biar aku antar. Beliau ada di rumah sedang beristirahat."

Keduanya berjalan beriringan di jalanan berpaving yang sepi.

"Borjuis itu mengarang bebas," ujar paman gendut. "Aku tahu semua kebohongan maniak itu karena dulu aku sering membantu orang tua bekerja di mansion keluarga Primus. Dia terkenal suka membual, pernah berkata kalau dia keturunan Raja Jacon I. Untung si pembual cukup cerdas untuk tidak berkata seperti itu di luar rumah atau dia bakal dimutilasi oleh keluarga kerajaan."

Selama perjalanan mereka berpapasan dengan polisi patroli yang membawa obor. mereka memandang heran pada Haikal dan Ramza. Telinga serigala bergerak-gerak menangkap suara obrolan para polisi patroli.

"Para pengkhianat berani pulang?"

"Mungkin mereka punya alasan bagus. Lagi pula manutang satu itu punya reputasi tidak pernah berbohong."

"Kecuali ketika memakan apel merah di pohon Komandan Razael, kan?"

Ucapan mereka mengusik Ramza. Dia menarik seragam bagian lengan Paman gendut. "Ada gosip terbaru apa tentang kami?"

"Gosip? Selain apel merah?" Paman tertawa kecil. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, Nak?"

"Tadi aku mendengar--"

"Nah, kita sampai."

Mereka berhenti di bangunan batu bercat putih. Gedung tiga tingkat menjulang tinggi, gedung sejenis berdiri di kiri dan kanan mengapit gedung itu. Paman gendut mengetuk pintu kayu rumah. Seorang manusia berbadan gagah muncul dari dalam rumah, mengenakan piyama merah sembari membawa teplok sambil mengucek mata. Dia Razael, Komandan Tinggi kepolisian Parisi.

"Kalian tahu jam berapa sekarang?" Tanya Razael.

Ketiganya berdiri tegap memberi hormat dengan jari-jari menyentuh pelipis.

"Lapor Komandan! Polisi Ramza dan Haikal datang hendak melapor!" ucap Paman.

"Potong segala hal formal, ayo masuk." 

Mereka berempat masuk ke rumah berlantai kayu pahat masuk ke ruang kerja Razael. Cahaya teplok sumbu menerangi ruang penuh rak buku. Beliau duduk di balik meja kerja.

"Tolong buka jendela," pinta Razael.

Paman membuka dua daun jendela di sisi ruang, mengundang angin masuk dan membuat gorden berdansa. 

"Ramza, Haikal," tegur Razael. "Panglima Hektor ingin kalian bekerja di sini supaya mendapat pengalaman lapangan. Lima tahun lebih kalian berlatih, tapi kenapa kalian membuat malu keluarga Lionese dengan kabur dari tugas?"

Haikal menjawab, "Maaf Komandan, kami terpaksa kabur setelah melawan makhluk aneh. Selain itu Komandan Kompi Primus kabur terlebih dahulu tanpa memberi komando."

Ramza mengangguk. "Benar Komandan. Ketika Makhluk aneh keluar dari pertambangan, dia menjadi yang pertama kabur."

"Tunggu, apa maksud kalian dengan makhluk aneh?" tanya Razael. 

Komandan tahu Haikal sering berbohong demi bolos tugas, tapi Ramza susah berbohong kecuali masalah apel. Dia mempertimbangkan ucapan manutang itu, hanya saja kalimat 'makhluk aneh' membuat telinga gatal.

"Coba jabarkan, makhluk apa yang menyerang kalian," perintah Komandan. 

Ramza menceritakan apa yang dia lihat, termasuk pengorbanan Noir dan para pasukan polisi. Dia bercerita bagaimana Primus kabur dengan pengecutnya setelah melihat manusia kadal. 

"Manusia Kadal?" Komandan memandang keduanya bergantian. "Ramza, apa Haikal mengancammu untuk berbohong?"

"Tidak, Haikal tidak pernah mengancam. Memang begitu apa adanya."

Pintu diketuk dari luar. Setelah diijinkan masuk oleh Komandan, Primus melangkah bersama dua temannya. Dia menyeringai memandang Ramza dan Haikal lalu memberi hormat pada Razael.

"Lapor Komandan! Komandan Kompi Polisi Batalion 10th, Primus Oktavianus melapor!"

"Istirahat Primus," perintah Komandan. 

"Biar kutebak, bualan tentang Manusia Kadal?" tanya Primus.

"Aku tidak membual!" sentak Ramza, Dia paling benci jika dikatai seperti itu. "Kamu pengecut--"

"Ramza, diam," perintah Razael. "Aku sudah mendengar apa yang manutang itu bicarakan dan dia tidak pernah berbohong."

"Anda menuduh saya berbohong, Komandan?" tanya Primus, dengan wajah kecewa. "Saya mengabdi untuk kota ini, saya squiere dari Raja Jacob II, apa saya pembohong?"

"Seisi kota tahu bualanmu, mulut besar," cibir Haikal tanpa memandang Primus. 

Primus menyeringai. "Saya sudah memprediksi jika kedua orang ini bakal memfitnah. Saya datang membawa saksi mata. 201! 205!"

Dua polisi berdiri tegap, memberi hormat pada Razael.

"Mereka ada di tempat kejadian--"

"Mereka tidak ikut karena sakit perut!" sela Haikal.

Polisi 201 dan 205 bercerita betapa beraninya Primus bagai memuji tuhan. Mereka juga bercerita Ramza dan Haikal kabur membiarkan teman-teman mereka mati dalam pertarungan.

"Pembohong!" sentak Haikal, hendak menghantam muka kedua polisi, tapi Paman dan Ramza menahannya dari belakang. "Kalian bahkan tidak ada di sana!"

"Cukup!" lerai Razael. "Korporal, panggil lima penjaga gerbang dan dua warga sipil juga beberapa polisi. Suruh mereka pergi ke tambang memakai kuda dan ambil foto tambang--"

"Komandan, itu sangat berbahaya," sela Ramza. "Manusia Kadal sagat--"

"Kamu takut kebohonganmu terbongkar," ujar Primus.

"Cukup!" Razael menggebrak meja. "Korporal, jalankan tugas. Kalian jangan keluar kota, tinggal lah di barak. Jika ada yang keluar, berarti dia pembohong. Bubar!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status