Share

Rasa Sebuah Kegagalan

"Jangan bunuh diri!" ujar gadis itu sambil memelototi Varsha.

Varsha tertegun menatap seorang gadis cantik berbalut kemeja dengan tangan terkepal.

"Siapa kau?!" tanya Varsha dengan mata terbelalak.

Gadis itu melayangkan jitakan di kepala Varsha secara spontan. Varsha benar-benar kaget atas perlakuan gadis pemberani itu.

"Selelah apapun hidupmu, tidak sepatutnya kau bunuh diri! Berapa banyak orang yang memohon untuk hidup dibawah sini, sedangkan kau malah ingin mengakhiri hidup!" bentak gadis itu lagi.

Varsha menarik napas dan berdecak lidah.

"Apa urusannya denganmu? Memang kau tahu aku siapa?!" bentak Varsha tak kalah sengit.

Gadis itu terdiam. Ia menarik napas. Varsha berharap gadis itu pergi dan meninggalkannya agar ia bisa mati.

"Aku tidak peduli kau siapa, tapi jika kau butuh teman bicara... kau... kau bisa bicara padaku! Aku akan mendengarkanmu!" Gadis itu berapi-api.

Varsha mengusap wajahnya dengan resah. Ia memang butuh seseorang untuk tempatnya mengeluh.

Tapi apakah ia harus bercerita pada seseorang yang baru dikenalnya? Terlebih lagi, ia seorang wanita!

"Pergilah, atau aku membunuhmu!" bentak Varsha.

Gadis itu malah mengeluarkan lima butir permen dari saku pakaiannya. Varsha mengkerutkan kening.

"Ambil!" titah gadis itu tanpa takut sedikitpun.

Varsha enggan menerima benda konyol semacam itu. Namun gadis itu malah membuka cokelat itu dan memasukannya ke dalam mulut Varsha.

"Itu agar kau tidak perlu bicara omong kosong!" 

Varsha mengunyah permen cokelat tersebut dengan terpaksa.

Siapa sebenarnya gadis ini?

Gadis itu duduk di sebelah Varsha begitu saja, mendongak ke atas langit sambil tersenyum.

"Aku Syahna... siapa namamu?" Gadis itu mengulurkan tangannya tanpa takut.

Varsha ragu untuk menerima jabat tangan tersebut. Namun, melihat sosok gadis bernama Syahna itu membuat perasaan Varsha yakin bila ia bukan orang yang berbahaya.

"Varsha." Varsha menerima jabatan tangan Syahna dengan cepat.

Syahna tersenyum manis. Entah kenapa senyuman Syahna meneduhkan meskipun Varsha melihatnya dari langit gelap dan penerangan yang seadanya.

"Haah... hidup sangat melelahkan bukan? Terkadang aku juga ingin berhenti dan melupakan semuanya...," ujar Syahna tiba-tiba.

Varsha mengernyitkan keningnya.

"Apa yang tengah kau bicarakan?"

"Aku sudah belajar keras, tapi tetap saja aku tertinggal oleh orang lain. Selalu kena omel notulen, selalu saja salah mendiagnosa. Padahal menjadi Dokter adalah pilihanku sendiri, tapi kenapa aku tidak bisa lebih pintar dari orang lain?" keluh Syahna.

"Kau seorang Dokter?" tanya Varsha.

Syahna tertawa kecil.

"Aku masih koas sekarang... aku jadi tidak yakin bila dengan kemampuanku yang seperti ini... aku bisa menjadi seorang Dokter...."

Varsha mendengus sambil menggosok hidungnya yang tidak gatal.

"Setidaknya... kau bisa berkuliah, bisa makan dengan enak, bisa tidur dengan nyaman tanpa memikirkan darimana mendapatkan uang, dan... kau tidak akan mengalami penghinaan dari orang-orang sekitarmu."

Syahna menatap Varsha lekat-lekat. Varsha baru menyadari, ia begitu banyak bicara pada gadis itu. Sementara itu, Syahna langsung memandang Varsha dengan teduh.

"Mungkin, orang-orang seperti kita bukan ingin sesuatu yang lebih. Melainkan sebuah pengakuan... pengakuan bahwa kita telah melakukan yang terbaik sekuat tenaga...," mata Syahna berkaca-kaca.

Varsha hanya menghela napas. Merasakan sakit di dalam dadanya. Rasa sakit yang di dera sejak ia masih kecil hingga dewasa.

Varsha hanya merasa, dirinya adalah kegagalan.

"Pergilah Syahna, anggap kita tidak pernah bertemu. Aku adalah buronan, tidak pantas seorang Dokter berbicara pada penjahat sepertiku...." Varsha beranjak.

Syahna merogoh saku, mengeluarkan sebuah kartu nama.

"Ini kartu namaku, jika kau tengah sakit. Hubungi saja aku!" ujar Syahna.

Varsha meremas kartu nama itu.

"Kita tidak akan pernah bertemu lagi."

Syahna hanya menghela napas, kemudian ia berbalik meninggalkan Varsha yang tengah memandanginya.

Varsha memasukan kartu nama itu ke dalam tasnya. Entah mengapa ia tiba-tiba mengungkapkan semua perasaan sakitnya itu pada seseorang yang sama sekali tidak ia kenal.

Varsha, tidak percaya ada orang pengertian ketika keluarganya sendiri saja menganggap Varsha tidak berguna.

Apa yang akan terjadi selanjutnya setelah Varsha mengalami semua ini?

Drrrttt!!!

Ponsel Varsha bergetar. Varsha bergegas meraih ponselnya dan melihat layar ponsel tersebut.

"Halo." Varsha menempelkan ponsel di telinganya.

"Dimana kau?"

**

Ruangan rumah mewah, tempat dimana Varsha berada saat itu. Ia dijemput oleh beberapa orang yang Fabian perintahkan.

Fabian menatap Varsha yang tengah duduk dalam keadaan menunduk. Ia menyesap rokoknya sambil memandangi Varsha seksama.

"Kau membunuh seseorang kemudian pergi begitu saja. Apakah kau pikir Polisi tidak akan mencari? Astaga...," Fabian berdecak lidah.

Varsha diam seribu bahasa. Ia perlahan mengangkat dagu dan menatap Fabian.

"Aku punya alasan."

Fabian tertawa kecil sambil menuangkan whiski. Perlahan tangannya terulur ke arah mulut, membiarkan sloki berisi minuman itu membasahi tenggorokannya.

"Aku sudah membereskan semua itu bersama team forensik. Namamu akan tetap bersih."

Varsha mengernyitkan dahi. Ia cukup terkejut bahwa Fabian juga punya kuasa mengenai hukum. Apakah semua pebisnis memiliki team forensik sendiri?

Itu berarti...?

"Aku tahu, kau melakukannya karena adikmu diperkosa. Tapi, sepertinya ia tidak benar-benar menghargaimu ya?"

Varsha hanya diam seribu bahasa. Fabian memerintahkan pengawalnya untuk membawa sesuatu. Perlahan Fabian membuka kotak itu dan menunjukannya pada Varsha.

"Kau bisa menggunakan ini?"

Varsha tertegun memperhatikan senjata api yang Fabian tunjukan.

"Bisa, tapi itu ilegal...," Varsha memalingkan wajah.

"Jika kau mau membantuku, senjata ini akan legal saat kau pergunakan."

Varsha memandang lekat-lekat Fabian, sepertinya ia menginginkan sesuatu dari Varsha.

"Jika kau sekuat itu, kenapa bersembunyi saat gangster Warewolf menyerangmu?!" tanya Varsha.

Fabian tertawa kecil.

"Aku selalu bertarung dengan senjata. Aku tidak mau tanganku kotor! Untuk apa aku turun tangan jika orang lain bisa melakukannya?" Fabian menyeringai.

Varsha menandangi Fabian yang beranjak kemudian menghampiri Varsha. Fabian duduk di ujung meja, tepat di hadapan Varsha.

"Aku ingin menguasai dua kerajaan bisnis keluarga. Triasono Group dan juga Suryakancana Group. Namun untuk membuat semua itu terwujud, aku butuh seseorang yang kuat dan pemberani sepertimu. Kau bisa berpura-pura menjadi diriku dan membunuh Nyonya Keiyona."

Varsha membelalakan matanya. Jadi, Fabian memperalatnya?!

"Kau gila? Bukankah Suryakancana Group akan dikuasai oleh Keyhan?!" tanya Varsha.

Fabian tertawa kecil.

"Keyhan tidak pernah tertarik pada bisnis. Kau tahu? Nyonya Keiyona adalah seorang wanita yang mendapatkan warisan dari mendiang mantan suaminya. Kekayaan keluarga yang dimilikinya tidak murni. Ia tidak punya kaitan apapun dengan Suryakancana Group. Sementara dalam darahku mengalir deras keturunan dari Suryakancana Group. Wanita itu tidak pantas duduk disana."

Varsha sadar. Fabian diam-diam adalah pengkhianat di dalam dua kerajaan bisnis itu. Kini, Varsha yang sangat mirip dengan Fabian diperalat agar bisa diam-diam mengkudeta sang Raja.

Cara yang sangat licik. Varsha yakin bahwa Fabian sudah mengincarnya sejak lama.

"Aku tidak bisa...," Varsha menghela napasnya.

Fabian menatap lekat-lekat Varsha.

"Bukankah, kau sudah lelah dengan hidupmu? Yakin kau tidak mau kekayaan setelah dihina keluarga sendiri? Aku akan memberikanmu segalanya saat nanti dua kerajaan bisnis ini jadi milikku...," Fabian mengangkat alisnya.

Varsha tidak tahu, apakah ini jalan yang terbaik untuk dirinya atau bukan. Namun, rasa sakit hati dan kecewa Varsha tak terelakan. Terlebih lagi, ia memang berhutang budi karena banyak ditolong oleh Fabian.

"Mulai besok, kau akan menjadi diriku, dan aku akan bersembunyi sambil memantau bagaimana pekerjaanmu. Setuju?"

Fabian mengulurkan tangan, meminta Varsha menyetujui semua perintah dan keinginannya itu.

Hanya membunuh bukan? Varsha sepertinya telah mengambil pilihan yang akan sangat beresiko. Berpura-pura menjadi Fabian, lalu membunuh Nyonya Keiyona. Apakah Varsha sanggup melakukannya?

"Mulai besok, kau adalah aku." Fabian tersenyum licik.

Varsha tidak punya pilihan. Ia menerima jabatan tangan Fabian. Kesepakatan yang akan benar-benar mengubah segalanya mulai hari itu.

**

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rikoh Purnama
kenapa buku di sini selalu bersambung ceritanya jadi orang males baca karena menunggu sampe di buat dulu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status