Varsha berlari kencang ke arah ruang pesta, ia tidak bisa menemukan sosok Tuan Triasono sang Kakek, dan juga Tuan Giandra Ayahnya. Ck, sial! Kemana mereka membawa pergi keduanya? Bagaimana bisa hal seperti ini bisa terjadi?!
Frans sontak menahan tubuh Varsha. Lelaki itu menghubungi seseorang dan menyuruh agar Varsha menyimpan tenaganya terlebih dahulu. Beberapa pengawal menyodorkan sebotol air dan Varsha meneguknya perlahan.
"Sepertinya, Tuan Fabian yang membawa mereka ke kamarnya." Frans menatap Varsha lekat-lekat.
Varsha sontak berjalan cepat diiringi para pengawal yang mengekorinya dari belakang. Akan tetapi, langkah mereka terhenti tatkala sebuah pasukan menghalangi langkah Varsha dan juga Frans.
"Minggir," titah Frans dengan tatapan dingin.
Pasukan tersebut tak bergeming sama
"Ini adalah salah satu cara melepaskan diri saat diikat. Tempatkan senjata api di bagian tubuh yang bisa kau jangkau dengan tanganmu yang terikat. Selalu simpan pisau lipat dekat dengan pergelangan tanganmu." Varsha masih ingat bagaimana seniornya di Liondeath mengajari cara melepaskan diri. Bahkan ia sudah menduga kejadian ini akan menimpanya. Varsha sudah melepaskan diri sejak Fabian masuk ke ruangan tersebut. Akan tetapi, ia mengambil ancang-ancang di saat dan waktu yang tepat. "DOORRR!!!" Bagian tungkai kaki Fabian tertembak. Lelaki itu sontak terkulai dan ambruk ke atas lantai, akan tetapi kedua bola matanya fokus menatap Varsha lekat-lekat. "Cecunguk kecil tengah lepas dari perangkap." tutur Fabian dengan emosi yang memuncak. Varsha men
Jakarta, pukul sebelas malam.Beberapa di antara mereka yang berjalan hilir mudik malam itu tengah menuju tempat peristirahatannya masing-masing. Sementara, Varsha hanya tengah berjalan tanpa arah tujuan dengan tangan kanan yang memegang sebatang rokok menyala, dan satu tangan di saku kirinya.Kota Jakarta keras, begitulah orang-orang berkata. Semua berjuang untuk memenuhi ekonominya masing-masing, melakukan cara apapun dari halal hingga haram demi memenuhi kebutuhan hidup. Sah-sah saja, setiap orang bertanggung jawab atas hidupnya masing-masing bukan? Tidak ada seorang pun yang benar-benar memedulikan nasib kita.Ada yang menjajakan tubuh di pinggir jalanan, ada yang tidur terkulai dalam keadaan barang jualannya yang tidak habis, ada juga yang tidak punya tujuan hingga mereka menghabiskan waktu di pinggiran jalan, tidur dengan beralaskan dus ko
"Tuan … sudah pukul sebelas siang, anda belum makan sama sekali." Pelayan menunduk dihadapan Varsha.Varsha yang diam di balkon rumah hanya menghela napas panjang. Ia menoleh, menatap pelayan seksama. Tampangnya sama sekali tidak menunjukan semangat ataupun kebahagiaan."Aku tidak ingin makan, tolong pergi.""T-tapi Tuan, Nyonya Keiyona ingin anda menemuinya siang ini. "Varsha terdiam kemudian menghela napas. Pasti wanita itu hendak membicarakan pernikahan antara dirinya dan Alindra. Ia tidak tahu harus bagaimana, namun, ia tetap harus bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Alindra."Kak," panggil seseorang.Varsha menoleh, nampak Keyhan menghampiri Varsha. Hari itu adalah hari Minggu, tentu baik Varsha ata
"Jadi, apakah kau siap bertanggung jawab atas Alindra?"Pertanyaan tersebut menimbulkan pandangan serius orang-orang di sekitar Varsha. Varsha hanya bisa mendesah pelan, menyesap teh yang tersaji di hadapannya."Aku memang tidak menginginkan hal ini terjadi, tapi mau bagaimana lagi? Alangkah baiknya kau bertanggung jawab sebagai seorang pria, bukan hanya karena posisimu sebagai penguasa Triasono Group." Nyonya Keiyona mendesah.Alindra menatap Varsha. Ia tahu bahwa Varsha tidak menaruh hati sama sekali kepadanya, ia hamil pun atas perintah Fabian semata. Lalu saat ini ia haruskah senang atau sedih? Alindra sama sekali tidak tahu."Aku tahu, kau tidak ada perasaan apapun kepadaku. Tapi aku harap, kita bisa memulai semuanya dari awal." tutur Alindra.Varsha terdi
(Kejadian di bawah ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat serta kegiatan di dalamnya hanya dibuat hanya demi kebutuhan cerita. Mohon kebijakan dalam membaca. Selamat membaca.)"Suryakancana Group telah mengangkat penerus tahta perusahaan kepada anak laki-laki dari Giri Suryakancana. Keyhan Suryakancana kini menempati posisi teratas dalam kepemilikan Suryakancana Group. Hal ini menarik karena dari dua kubu perusahaan terbesar di Indonesia mengangkat Pangeran mereka yang memiliki hubungan darah sebagai pemilik penuh perusahaan. Akankah persaingan bisnis ini berakhir damai setelah dipimpin dua Raja yang bersaudara? Atau akankah kedua perusahaan ini menjalin kerjasama demi pelebaran sayap bisnis?"Varsha mengusap bibirnya sambil tersenyum. Ia menatap layar televisi sambil menghisap batang rokoknya yang sudah hampir setengah. Telinga dan matanya tengah sibuk menangkap s
Varsha menerima beberapa dokumen pagi itu. Ia menghela napas karena bosan, akibat bekerja terlalu keras belakangan ini ia jadi mudah lelah.Di balik perjuangannya menaikan nilai pendapatan, Varsha juga harus mengejar kuliah yang dilakukan secara private. Hal itu sungguh melelahkan, ia menggerak-gerakkan tubuhnya sambil meraih sebatang rokok. Perlahan ia menyesapnya dan berdiri di dekat jendela ruangan.Ruangan yang semula diisi oleh Kakeknya itu kini jadi milik Varsha sepenuhnya. Tidak ada yang berubah, bahkan Varsha masih melihat beberapa foto Kakek Neneknya terpajang di sana. Foto yang cukup vintage dan juga memiliki nilai sejarah.Triasono group awalnya hanyalah sebuah perusahaan dengan basic retail. Lama-lama Kakeknya mendapatkan investor sehingga bisa mengembangkan bisnis ke ranah yang lebih besar. Pencapaiannya cukup cepat, jika Suryakanca
(Bab ini mengandung unsur adegan Explicit 21+ diharapkan kebijakan dalam membaca.)Maudy berdiri dan membuka blazernya. Varsha sudah tahu, pasti Maudy hendak menyogok dengan tubuhnya. Varsha menaikan sudut bibirnya, apakah ia akan tergoda?"Tuan, ruangan ini cukup panas bukan?"Maudy yang hanya mengenakan tanktop dan rok itu mendekati Varsha, ia duduk di samping Varsha dan menarik dasi Varsha. Aroma parfum mewah tercium, gadis itu sengaja memakai parfum dengan wewangian yang menggoda pria. Varsha hapal betul aromanya.Rupanya parfum bisa menjadi alat politik!"Benarkah, aku merasa pendingin ruangan sangat nyaman. Bukankah kau terlalu berlebihan?" Varsha menyeringai.Maudy menarik roknya hingga terbuka seluruhnya. Ia ha
"DOOORRRR!!!"Tembakan yang di arahkan Varsha tepat sasaran. Orang-orang di sekitar area menembak itu bertepuk tangan. Varsha selalu membidik tepat sasaran, bahkan dalam jarak jauh sekalipun."Anda penembak yang jitu," Frans menerima senjata yang diserahkan Varsha.Varsha menghela napas, ia menoleh dan mendapati Ayahnya berjalan menghampiri Varsha. Varsha membungkukkan badannya."Sudah lama kita tidak bicara, nak." Tuan Giandra menatap Varsha seksama.Varsha terdiam, ia mencoba menaikan sudut bibirnya."Maaf Ayah, pekerjaanku sedikit mengganggu belakangan ini." Varsha menggamit tangan Tuan Giandra dan menempelkan kening di atas punggung tangan beliau.Tangan Tuan Giandra terul