Share

Bab 7

Kalo hadiah dari kesialan gue adalah senyum lo, maka gue rela kena sial tiap hari.

- Jai -

***

Jai tengah asik berjalan di koridor, namun matanya tak sengaja menangkap sosok Jinny yang ditarik paksa oleh seniornya, setau Jai itu adalah Aldi-mantan ketua osis.

Jai memicingkan matanya, entah mengapa ia merasa tak suka. Kemudia ia berjalan mengikuti mereka, sesekali ia bersembunyi ala-ala seorang Spy agar tak ketahuan.

Aldi dan Jinny berhenti di taman belakang sekolah. Jai pun ikut berhenti, namun dari tempatnya ia tak dapat mendengar apapun, untuk itu ia memutuskan melangkah lebih dekat.

"Lo harus dengerin penjelasan gue dulu Jinn," ucap Aldi seraya menggengam tangan Jinny.

Melihat adegan ini, entah mengapa hati Jai merasa sedikit panas.

Jinny mendengus lalu menarik tangannya kasar.

"Apalagi sih kak? Semuanya udah jelas," ucap Jinny seraya melangkah pergi, namun lagi-lagi tangannya dicekal.

"Gue gak ada hubungan apa-apa sama dia Jinn, gue suka sama lo, kemarin itu cuma kesalah pahaman," ucap Aldi.

Jinny tertawa mencibir.

"Trus, lo pikir gue bakal percaya gitu sama lo?!" tanya Jinny, ia tak lagi memakai sapaan 'Kak' pada Aldi. Rasa bencinya kini semakin menjadi-jadi.

"Dengerin dulu penjelasan dari gue Jinn, satu kali ini aja," paksa Aldi.

"Lepasin gue kak, Gue terlanjur kecewa sama lo!" ucap Jinny kasar, ia masih berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Aldi.

"Gak. Gue gak akan lepasin lo, sebelum lo dengerin penjelasan gue," tegas Aldi, ia masih berusaha meyakinkan Jinny, walaupun rasanya cukup berat.

Jinny tertawa sinis.

"Lepasin tangan gue sekarang!" berontak Jinny.

Namun Aldi sama sekali tak memberikan Jinny kesempatan untuk kabur, kali ini Aldi harus menjelaskannya sampai tuntas, agar tak terjadi lagi kesalah pahaman antara mereka, agar ia bisa memiliki Jinny seutuhnya.

"Jinn, gue mohon sama lo, dengerin gue dulu,"  ucap Aldi.

Jinny tak menggubris kata-kata Aldi, ia masih berusaha melepaskan tangannya yang kini mulai terasa sakit. Cengkraman Aldi terlalu keras, sehingga mungkin akan membuat tangannya memerah.

Cukup sudah, Jai muak dengan adegan di depannya. Ia melangkah ke depan lalu menarik kuat kerah baju Aldi, setelah itu ia mendorong tubuh Aldi sehingga ia tersungkur di tanah.

Aldi melotot.

"Maksud lo apa, huh?!" teriak Aldi.

Jai tertawa sinis.

"Lo yang maksudnya apa?! Ceweknya gak mau, masih aja di paksa," jawab Jai.

Aldi berdiri dan menarik kerah baju Jai.

"Apa urusannya sama lo?!" tanya Aldi, ia kini mulai tersulut emosi karna Jai yang tiba-tiba saja datang dan menganggu rencananya.

Jai mendengus, ia melayangkan satu bogeman mentah di pipi Aldi.

Brukk.

Jinny melotot dan menutup mulutnya, ia sedikit mundur ke belakang, menghindari amukan seorang Jai.

"Lo tanya apa urusannya sama gue?" kepalan ditangan Jai masih mengeras.

"Gue paling gak suka liat cewek dipaksa. Lo tau gak ?! hanya cowok BANCI yang memaksakan perasaanya!" lanjut Jai dengan menekankan kata 'Banci' dikalimatnya.

Aldi geram, ia berdiri dan melayangkan pukulannya pada pipi Jai.

"Banci teriak banci! lo harusnya nyadar, cuma cowok LEMAH yang nolak cewek di depan umum!" balas Aldi. Ia mencibir Jai dan mengingatkan tentang peristiwa penolakan Mawar.

Tentu saja Aldi melihatnya, saat itu ia berada di sana, tepat saat Mawar menangis karna penolakan Jai, ia merasa sangat marah. Jelas saja, Mawar adalah satu-satunya teman sekaligus orang yang dicintainya sejak kecil. Bahkan Aldi sudah imhlas dan rela mengorbankan perasaanya deminkebahagiaan Mawar, karna Mawar menyukai orang lain, yaitu Jai. Namun apa yang ia dapat? Jai malah menolak Mawar di depan umum, akibatnya Mawar menangis seharian di kamarnya, bahkan ia tak mau keluar untuk makan. Orang tuanya saja sampai frustasi.

Dan sekarang, saat Aldi kembali membuka hati dengan mendekati Jinny, Jai lagi-lagi ikut campur, tentunya Aldi merasa sangat marah. Cukup sudah ia bersabar, kali ini ia akan menghajar Jai habis-habisan.

Jai berdiri, tangannya kembali terkepal. Jai menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah segar.

"Kalo lo gak tau alasannya, gak usah asal ngomong!" ucap Jai.

Aldi tertawa sinis.

"Gue gak butuh alasan dari lo!" ucap Aldi. Aldi melangkah maju lalu kembali memukul pipi Jai hingga ia terjatuh.

Jai yang tak terima, bangkit dan balas memukul Aldi, mereka saling memukul satu sama lain.

Jinny mulai panik, dengan segera ia berlari memcari bantuan ke kelas abangnya. Satu-satunya orang yang melintas di otak Jinny. Jinny buru-buru berlari, ia takut mereka berdua nanti kenapa-kenapa.

"Bang Taraaa!" teriak Jinny, suaranya terdengar bergetar.

Tara yang mendengar teriakan Jinny, langsung berlari mendekati adiknya di pintu kelas.

"Kenapa Jinn?" tanya Tara khawatir, ia melihat muka Jinny yang begitu pucat.

"Lo harus pisahin mereka bang, ayo bang, Cepetan ikut gue!" ucap Jinny seraya menarik-narik tangan abangnya.

Tara menoleh ke belakang memberi kode agar dua orang di belakang mengikutinya. Tara menduga ada sesuatu yang tidak beres, untuk itu ia mengajak kedua sahabatnya untuk ikut juga.

Deva dan Gio pun mengangguk lalu segera berlari mengejar Tara.

Setelah sampai di tempat yang Jinny maksud, mereka dibuat terkejut dengan  dua mahluk di depannya. Aldi kini sudah  berada diatas Jai dan tak henti-hentinya memukuli Jai yang sudah babak belur.

Dengan sigap, Gio dan Deva berlari menarik Aldi dan menahannya, sedangkan Tara mengangkat Jai agar ia berdiri.

Mata Jinny berkaca-kaca, ia melangkah mendekati abangnya.

"Bang.." panggil Jinny.

Tara mengangguk, ia mengerti dengan maksud adiknya itu. Lalu dengan segera ia membopong Jai menuju UKS.

Jinny berlari mencari kotak P3K, setelah menemukannya ia cepat-cepat mendekati Jai yang terbaring di masur dan mengobati lukanya.

Aldi? Persetan dengannya. Jinny bahkan tak tau, setelah pertengkaran itu Aldi pergi kemana, yang jelas ia tak lagi perduli.

"Ah perih," keluh Jai.

Jinny mendengus jengkel.

"Diem dulu napa!" sentaknya.

Jai pun terdiam dan membiarkan Jinny mengobati lukanya.

"Lagian, udah tau gak bisa berkelahi, sok-sokan jadi jagoan," ucap Jinny.

Jai berdecih pelan.

"Masih untung ditolongin, coba kalo gak ada gue, lo pikir dah sendiri apa yang bakal terjadi sama lo," ucap Jai, ia merasa jengkel pada Jinny, bukannya mengucapkan terimakasih, ia malah balik memarahinya.

Jinny menatap Jai lekat.

"Emang yang nyuru lo nolongin gue siapa?" tanya Jinny.

Jai terdiam. Iya, Jinny memang tak menyuruh Jai untuk menolongnya, tiba-tiba saja ia bergerak sendiri, entahlah ia merasa aneh.

Jinny mendengus lalu berdiri dan berjalan meninggalkan UKS. Saat sudah tiba di pintu, ia berbalik kembali dan menatap Jai seraya tersenyum. 

"Makasih udah nolongin gue," ucap Jinny, setelah itu ia menghilang di balik pintu.

Jai terpaku, itu tadi mungkin hanya mimpi. Untuk kali ini, ia seakan merasa bersyukur dipukuli oleh seseorang, hanya karna sebuah senyuman.

***

Jinny tengah asyik menonton tv di ruang tengah bersama abang dan papanya, namun panggilan mamanya memaksa Jinny untuk melangkah ke dapur.

"Kenapa ma?" tanya Jinny.

"Anterin kue ini ke tante Reni ya," jawab Bita seraya memberikan piring yang berisikan beberapa cupcake.

Jinny mengangguk, ia merima piring itu lalu berjalan menuju rumah tante Reni.

Jinny mengetuk pintu dan mengucapkan salam, beberapa menit kemudian pintu terbuka dan menampilkan sosok Jai. Rupanya dia sudah membaik, setidaknya Jai bisa berdiri dan berjalan, walaupun memar di wajahnya itu masih membekas.

Pasti pulang sekolah tadi Jai di cermahi habis-habisan oleh mamanya. Batin Jinny menertawai hal yang mungkin saja terjadi pada Jai.

"Mau ngapain lo?" tanya Jai, ketus.

Lamunan Jinny terhenti kala Jai mulai bersuara, sudah begitu nadanya seperti orang yang mengajak berkelahi, apa dia belum puas di hajar? Atau mau tambah lagi?

Jinny berdecih pelan.

"Gue gak ada urusan sama lo," jawab Jinny. lalu dengan segera ia menerobos masuk dan mencari keberadaan Mama Jai.

Jinny sudah merasa biasa di rumah ini, mama dan papanya Jai sudah menganggap Jinny sebagai anak kandungnya sendiri. Begitupun sebaliknya, Jinny juga sudah menganggap mereka sebagai orang tua keduanya, setelah orang tua kandungnya.

Jinny mendapati Reni dan Fino - papa Jai yang tengah asyik menonton tv. Jinny tersenyum, tanpa segan-segan ia langsung menhampiri meraka dan duduk memeluk Reni.

"Bunda," ucap Jinny.

Reni dan Fino hanya tersenyum menanggapi kelakuan Jinny. Bagi mereka, itu adalah hal yang sudah biasa dilakukan Jinny, dan mereka juga menyukainya.

"Jai berasa kayak anak pungut kalo ada dia di rumah ini," ucap Jai, ia mencibir kelakuan Jinny dan kedua orang tuanya yang seolah menyukai hal itu.

Reni melotot, ia melempar Jai dengan bantal sofa.

"Udah ya Jinn, gak usah dipikirin omongan Jai. jadi cowok kok mulutnya lemes banget,"

Jinny tertawa ringan seraya menjulurkan lidahnya pada Jai.

"Oh ya bunda, tadi mama nitip capcake ini buat bunda," ucap Jinny seraya meletakkan piring yang dibawanya tadi keatas meja di depannya.

Mata Jai mulai berbinar, dengan cepat ia melangkah dan mengambil capcake tersebut.

Lagi-lagi ia mendapatkan pelototan, kali ini bukan hanya dari Mamanya, tapi juga Papanya. Jai hanya nyengir kuda lalu berlari memasuki kamarnya.

"Kalo gitu, Jinny pulang dulu ya bunda," pamit Jinny.

"Lo kok cepat amat Jinn?" tanya Fino.

"Udah malem juga sih. Besok Jinny ada ulangan, jadi harus belajar," jawab Jinny.

Reni dan Fino mengangguk mengerti.

"Hati-hati dijalan ya," ucap Reni.

Jinny terkekeh pelan.

"Tenang bun, jalan menuju rumah Jinny tidak terjal berliku,"

Reni terkekeh menanggapi guyonan anak angkatnya itu.

"Ya, pokonya hati-hati aja lah," lanjutnya.

Jinny mengangguk lalu berjalan pulang ke rumahnya.

Setelah sampai di rumahnya, Jinny langsung memasuki kamar lalu mulai membuka buku kimianya. Besok ulangan, dan kali ini Jinny harus belajar sungguh-sungguh demi masa depannya.

Jinny tersenyum, ia mengepalkan tangannya lalu mengangkatnya ke udara.

"Fighting!" ucapnya, semangat.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status