Bukan gak mau, hanya mencari waktu yang tepat saja.
***
"Jai kampret!"
Jai menutup telinganya rapat-rapat. Sudah sejak tadi Sasya terus mengomelinya, beginilah, begitulah, ia bosan, bosan dan bosan. Ia mengerti maksud dari Sasya itu baik, hanya saja dia butuh waktu yang tepat. Untuk saat ini mentalnya belum terlalu kuat.
"Jai, lo ngerti gak sih? Gue gemes deh sama kalian, sama-sama gengsi, udah sama-sama cinta aja masih ditutup-tutupin." Sasya mulai mendesah frustasi. Angga yang berada di sampingnya hanya terkekeh geli melihat kelakuan pacarnya itu.
"Iya Sya, gue ngerti." Jawab Jai.
Kekhawatiranmu, membuatku tersadar, apa mungkin kau juga punya rasa?***"Harusnya lo itu langsung lari aja!"Jai memarahi Jinny habis-habisan, ia merasa sangat panas saat melihat Luis memegang tangan Jinny begitu. Sedangkan Jinny hanya diam di tempatnya sambil menundukkan kepalanya."Maaf," Jai tertegun, ia menatap perempuan yang ada di hadapannya itu lekat. Jai menjulurkan tangannya dan menghapus air mata yang telah menetes di pipi Jinny. Ia benar-benar bodoh, mengapa ia bisa kelepasan seperti ini. Apalagi sampai membuat Jinny menangis begini, kalau sudah begini, apa bedanya ia dengan laki-laki brengs
Untuk hari yang spesial, tentunya harus tampil memukau.***"BANG TARA!!"Tok. Tok.. Tok.Jinny tak ada hentinya mengetuk pintu kamar Tara, sudah sedari tadi ia teriak sampai habis suara namun sama sekali tak di dengar oleh Tara. Jinny semakin kesal dibuatnya, ia menatap pintu kamar itu lekat.Brakk.."JINNY! SUARA APA ITU?""ANJING TETANGGA NABRAK PAGAR MA." Jinny mendengus sebal sambil
Butuh kesabaran ekstra buat dapetin lo, dan kini gue harap lo mau nerima cinta gue.***Jai berdiri di sana, di atas panggung, lengkap dengan gitarnya. Ia melihat Jinny dari sana sambil tersenyum, sementara yang ditatap hanya diam melotot di tempatnya. "Gue berdiri di sini, buat ngungkapin perasaan gue sama seseorang." Jai masih menatap Jinny, sementara para penonton, khususnya wanita berteriak heboh."Terimakasih untuk dia yang sudah memakai gaun biru, warna kesukaan gue." Penonton kembali berteriak heboh, apalagi mereka yang juga memakai gaun biru. Berharap saja jika yang di maksud oleh Jai adalah me
Pertemuan denganmu adalah sebuah kesialan tersendiri bagiku.- JinJai -***Januari 2017, satu tahun setelah perkenalan terjadi.Jinny tengah berlarian menuju gerbang sekolah, sesekali ia melihat jam tangannya.Oh astaga! Sedikit lagi di tutup! Sambil berlari, Jinny sedikit mendumel dan memaki dirinya sendiri dalam hati, salah siapa tadi pagi ia bangun terlambat sekali.Saat sudah mencapai pintu gerbang Jinny ingin menerobos masuk, namun apalah daya, seseorang juga ingin masuk dan jadilah mereka terduduk di tanah. Ironis memang.Jinny melotot."Woy anjir! gara-gara lo gue gak bisa masuk tau gak!" maki Jinny pada seseorang yang menabraknya. Padahal sedikit lagi ia akan lo
Sekalinya pembawa sial, tetep aja pembawa sial.- Jinny -***Jinny berjalan ke kelasnya dengan langkah yang lesu. Dia sangat tak mood hari ini, semalaman ia begadang untuk menonton film drakor kesukaannya, tapi ending yang tak diharapkan terjadi. Sang tokoh utama yang notabenenya adalah fans-nya pada akhir episode malah meninggal, sungguh menyebalkan. Bahkan niatnya untuk balas dendam pada Jai lenyap sudah karna mood-nya yang buruk.Jinny masuk ke kelas dan langsung mendudukkan pantatnya di bangku."Lo kenapa Jinn?" tanya Sasya kala mendapati sahabatnya yang menekuk kini tengag mukanya, sampai tak enak dipandang.Jinny menggeleng pelan, bahkan untuk mengeluarkan suaranya saja ia malas. Sasya hanya mengangguk mengerti
Tuhan berbaik hati karna kasi gue kesempatan buat deket sama orang yang gue suka.- Jinny -***"Ma, Pa. Jinny berangkat ya," pamit Jinny pada Mama dan Papanya seraya mencium tangan mereka."Gak bareng abang kamu aja Jinn?" tanya Bita- Mamanya."Iya, atau bareng papa aja sekalian," sambung Fero- Papanya."Gak ah, Jinny kan pengen aja tuh naik angkot, merakyat gitulah," jawab Jinny seraya terkekeh pelan.Mama Papanya hanya menggeleng, dalam hati mereka bersyukur mempunyai anak seperti Jinny dan Tara, walaupun dari orang yang berada, perusahaan Papanya pun dimana-mana, belum lagi dengan butik dan kafe yang dimiliki Mamanya, tapi mereka masih merasa sederhana, tak menghambur-hamburkan uang orang tuanya.Jinny tersenyum begitu pun dengan ora
Gue usil, gue nakal. Itu semua karna di mata gue lo itu beda.- Jai -***Jinny tengah asik memakan bekalnya di kelas, nasi goreng spesial buatan Mamanya yang tersayang. Sendok demi sendok ia suapkan ke mulutnya, ia tak ingin buru-buru. menurutnya, salah satu kasih sayang seorang Ibu dapat ia rasakan melalui masakan yang dibuat oleh Mamanya."Wih enak tuh, bagi dong," Jai mengambil tempat duduk di samping Jinny dan segera merampas bekal Jinny lalu melahapnya hingga habis.Jinny yang dari tadi diam pun akhirnya tersadar, ia merampas kemabali kotak bekalnya lalu melihat isinya. Kosong, dengan hati yang panas Jinny menatap Jai."Lo apa-apaan sih!" ucap Jinny jengkel."Gue laper," balas Jai, santai kayak di pantai."Trus, harus gitu lo ambil
Dimata gue, perempuan itu sangat berharga. Gue gak suka sama mereka yang membuang harga dirinya hanya karna Cinta.- Jai -***Jinny duduk diam disebuah bangku taman, ia masih menunggu Jai yang entah pergi kemana, ia merasa kesal, sudah diajak bolos bareng, kini ia ditinggal sendiri.Karena bosan, Jinny membuka ponselnya, ada beberapa notifikasi dari instagram dan Line. Jinny membuka aplikasi Line-nya, ada chat dari sahabatnya, Sasya.Salsyabilla : Jinn, lo dimana ? Tadi Bu Sita nyariin lo, lo bareng Jai gak?Jinny mendengus sebal."Kata siapa guru-guru rapatnya sampai siang, buktinya Bu Sita masuk tuh di kelas, Jai sialan!" gerutu Jinny.Setelah itu ia mengetikkan sesuatu untuk Sasya.