Share

Bab 6

Lo yang ceria dan ngeselin pun bisa jatuh.

- Jai -

****

Jinny sedang duduk santai di kafe milik mamanya, ia menyesap sebuah coklat panas dengan santai. Dilihatnya langit yang semakin mendung, sepertinya ia akan lama berada di sini. Ia juga mendapat pesan dari Pak Teo bahwa latihannya untuk sore ini diundur minggu depan.

Tanpa sengaja mata Jinny menangkap seseorang yang tak asing, tak jauh dari tempatnya duduk. Dia sedang asik bermesraan dengan seseorang, Jinny melotot kala mendapati orang itu sedang berpelukan.

Jinny berdiri.

"Mbak, minta air putih segelas ya," pinta Jinny pada seorang pelayan. Pelayan itu mengangguk lalu secepatnya memberikan air putih itu pada Jinny.

Wajah Jinny mulai memerah menahan marah, ia melangkah mendekati mereka. Diangkatnya segelas air putih yang dibawanya lalu ia menyiramnya pada dua mahluk yang sedang asyik itu.

Sontak kedua orang itu kaget dan segera melepaskan pelukan mereka, terlihat si pria menegang di tempatnya. Tampak jelas jika dia kaget melihat keberadaan Jinny di sini.

"Kalau mau adegan mesum jangan disini, kesannya kafe mama gue ternodai tau gak!"

Mereka hanya terdiam.

"Oh ya satu lagi, baru nembak semalam aja kelakuan lo udah kayak gini kak, gimana coba kalo gue udah pacaran sama lo? habis gue sakit hati!" lanjut Jinny. Setelah mengatakannya Jinny berlari keluar kafe, tak perduli dengan hujan yang lebat.

Kak Aldi yang gue kenal, harusnya gak gini. Batin Jinny terus berteriak, tidak mempercayai apa yang barusan ia lihat.

Namun baru saja ia keluar dari pintu kafe, tangannya sudah di cekal oleh Aldi. Dan dengan sisa-sisa tenaganya, Jinny berusaha melepaskan tangannya, namun tak bisa.

"Lepasin kak," pinta Jinny, kali ini terlihat air mata sudah membanjiri pipinya.

"Birin gue jelasin dulu Jinn," ucap Aldi, ia berusaha memohon satu kesempatan untuk menjelaskan semuanya pada Jinny.

"Mau jelasin apa lagi kak?!" Jinny mulai kesal di buatnya, dari tadi ia mencoba, namun tak bisa lepas dari cengkraman Aldi.

"Gue mohon sama lo, kasi gue kesempatan buat jelasin semuanya. Yang tadi lo lihat itu cuma kesalahpahaman, gue gak ada apa-apa sama dia. Dia itu cuma se-"

"Cukup kak! Gue gak mau denger penjelasan apapun dari lo, semuanya sudah cukup jelas." Jinny menghentakkan tangannya dengan sekuat tenaganya. Dan berhasil, cengkraman Aldi berhasil lepas, dengan segera Jinny berlari menjauh dari Aldi yang kini tengah mematung.

Jinny terus berjalan mengikuti langkah kakinya, ia kecewa, benar-benar kecewa, Aldi yang dikiranya baik hati ternyata adalah seorang lelaki busuk. Ia hanya tak menyangka, Jika Aldi tega melakukan hal itu padanya, padahal ia sudah terjerumus pada dunia kebaperan yang setiap malam selalu Aldi ciptakan. Dan kini, semua angan itu seolah terbuang percuma.

Jinny terduduk disalah satu bangku taman sambil merenungkan nasib sialnya. Ia masih menangis sesenggukan sehingga susah membedakan mana air matanya, karna telah bercampur dengan air hujan yang terus menimpa wajah cantiknya.

Jinny tersentak kala mendapati seseorang yang tiba-tiba memayunginya. Wajah orang itu datar, tanpa ekspresi.

"Kenapa lo? Cengeng banget jadi orang," ejek Jai. Iya, orang yang memayunginya adalah Jai. Dan Jai kini tepat berada di depan Jinny.

Jinny berdiri dan langsung memeluk Jai erat. Jai melotot, ia merasa aneh dengan jantungnya.

Oh shit! Kenapa dengan jantung gue? Batinnya.

Masih dengan posisi memeluk Jai, Jinny berusha mentralkan emosinya. Dan yang tak ia ketahui adalah kenapa tiba-tiba saja badannya bergerak refleks memeluk Jai.

"Ekhem..." Jai berdehem pelan, sontak Jinny langsung melepaskan pelukannya.

"Kalo mau peluk itu kira-kira dulu napa, gue tau dada gue bisa buat lo nyaman tapi gak pas lo basah kayak gini juga kali," lanjut Jai.

Jinny mendengus pelan.

"Gak usah kepedean ya!" Ucap Jinny.

"Lah, itu tadi buktinya lo meluk-meluk gue, tanpa angin tanpa petir langsung nyelonong aja," balas Jai, sekali lagi ia berusaha menggoda Jinny.

"I-itu kan.." Jinny gugup, ia tak tahu harus menjawab apa, karna ia pun tak mengerti dengan apa yang barusan ia lakukan.

"Itu kan apa?" tanya Jai, ia semakin gencar menggoda Jinny.

"Ah tau ah! Yang jelas gue gak sengaja," ucap Jinny, lalu dengan cepat ia berlari menghindar dan menuju rumahnya yang tak jauh dari taman itu.

Jai terkekeh pelan lalu ia juga mulai melangkah pulang, mengikuti Jinny dari belakang, dan memastikan saja perempuan itu akan selamat sampai di rumahnya. Tapi ia teringat akan satu hal, mengapa Jinny menangis di tengah hujan?

***

Di kamarnya Jinny sibuk dengan drakor yang sedang di tontonnya, beberapa pesan dari Aldi sengaja ia hiraukan. Saat ini, Jinny tak ingin mendengarkan atau bahkan berurusan lagi dengan Aldi.

Sementara di seberang sana, Jai masih merenungi kejadian sore tadi. Ia tak habis pikir dengan kerja jantungnya. Bisa-bisanya jantung itu berdetak keras dan cepat saat Jinny memeluknya tadi, sebenarnya ia merasa malu dan takut jika Jinny bisa mendengarnya, mau taruh dimana mukanya.

Jai menghela napasnya kasar, ia bingung dengan hatinya. Satu hal yang ia akui, Jinny adalah wanita yang cantik luar dalam, dia selalu bersikap apa adanya, tak ada lelaki yang tak akan jatuh hati padanya. Tapi Jai bingung, selama ini ia tak pernah merasa aneh, tapi semenjak ia satu kelas dengan Jinny sesuatu yang aneh sering muncul dihatinya kala mendapati Jinny yang tersenyum dan tertawa bersama sahabatnya, namun disisi lain ia merasa marah dan jengkel saat Jinny menatapnya sinis, oleh karena itulah ia tak berhenti menganggu Jinny, baik disekolah atau diluar.

Jai mengacak rambutnya frustasi, ia berusaha tak perduli lalu mulai menutup matanya.

***

Jinny berjalan santai dikoridor, sesekali ia bersenandung ria. Ia tersenyum membalas sapaan-sapaan dari beberapa siswa yang berpapasan dengannya.

"Kak Jinny!" panggil seorang siswi.

Jinny menoleh. "Kenapa dek?" tanya Jinny.

"I-itu kak, boleh minta tolong gak?" tanya siswi itu gugup.

Jinny mengangguk setuju. Kemudian siswi itu mulai memberikan sebuah amplop berwarna pink.

Surat cinta kah? tanya Jinny dalam hati.

"Tolong kasiin ke bang Tara ya kak," ucap siswi itu, agak sedikit gugup.

Jinny tersenyum.

"Lo suka ya sama abang gue?" tanya Jinny, ia ingin sedikit menggoda siswi di depannya ini.

Siswi itu mengangguk malu-malu.

Jinny tersenyum geli.

"Nama lo siapa?" tanya Jinny, Lagi.

"Dira kak," jawab siswi yang kerap disapa Dira itu.

"Ya udah, lo tenang aja. Gue bakal kasi secepatnya," ucap Jinny.

Senyum Dira merekah.

"Makasih ya kak,"

Jinny hanya mengangguk lalu mulai berjalan kembali, ia tau bahwa abangnya sangat populer di sekolah ini, tapi tak ada satupun siswi yang membuatnya tertarik. Dan untuk Dira, semoga dia salah satu yang beruntung. Pasalnya, tipe cewek yang disukai Tara adalah yang modelnya seperti Dira itu, yang malu-malu, semoga saja.

Jinny berjalan melewati kelasnya, dan setelah mendapati anak tangga, Jinny segera menaikinya. Ia ingin mengantarkan surat itu dulu kepada pemiliknya.

Jinny sudah sampai di depan kelas 12 MIPA 1, namun ia takut-takut untuk masuk kesana, tapi demi surat cinta yang diamanahkan padanya, ia harus berani.

"Eh ada Jinny, nyariin abang lo ya?" tanya kakak kelasnya yang setau Jinny bernama Sarah, teman kelas abangnya.

Jinny mengangguk.

"Iya kak, bang Tara ada gak?" tanya Jinny.

"Ada tuh di dalem," ucap Sarah sambil menunjuk bangku tempat Tara duduk.

"Tara! Adek lo nih," teriak Sarah.

"Masuk aja kali Jinn," ucap Sarah ketika mendapatkan kode dari Tara menyuruh Jinny untuk masuk ke dalam.

Jinny kembali mengangguk lalu berjalan ke tempat duduknya Tara yang masih dipenuhi oleh para sahabat yang notabenenya berjenis kelamin laki-laki.

"Misi-misi, gue mau ketemu abang gue tercinta," ucap Jinny saat di depannya ada beberapa pria yang menghalangi.

"Napa lo dek?" tanya Tara yang sudah berdiri dari bangkunya.

"Wih ada bidadari nyasar nih," ucap Deva, sahabat Tara.

Sontak Jinny langsung menoyor kepala Deva, dia memang sudah terbiasa dengan para sahabat Tara, karna Tara sering mengajak mereka berkunjung ke rumah.

"Bidadarinya galak uyy," goda Gio, yang juga Sahabat Tara.

Mereka semua pun tertawa.

"Bidadari pantat lo itu, udah sana minggir jangan ganggu kencan gue sama bang Tara," usir Jinny.

Tara hanya tersenyum lalu mengacak lembut poni Jinny.

"Mau ngapain lo ? buruan, keburu bel masuk noh," ucap Tara.

"Gue mau kasi ini sama Lo, tadi ada yang nitip," balas Jinny seraya memberikan amplop pink yang dibawanya tadi.

"Cie si kentut badak dapat surat cinta aw," goda Deva. Tara melemparkan buku di atas mejanya dan tepat mengenai wajah Deva,

Gio tertawa terbahak-bahak.

"Nah mampus lo, makanya jangan godain si babang Tara," ucap Gio.

"Gue balik dulu bang, dibaca tuh suratnya. Kalo bisa, di bales juga," setelah mengatakannya Jinny melenggang ke luar kelas.

"Dadah bidadari cantikku," ucap Deva dan kembali mendapati toyoran dari Tara.

Jinny tertawa, ia kembali melanjutkan jalannya setelah berpamitan pada Sarah.

"Dari mana aja lo?" tanya Sasya saat Jinny sudah berada di bangkunya.

"Dari kelas bang Tara, ngasih surat cinta," jawab Jinny.

"Tumben si Jai belum masuk?" lanjut Jinny, saat tak menemukan mahluk Tuhan paling tengil itu di bangkunya, padahal sedikit lagi bel akan berbunyi.

"Tumben lo nanyain dia, ada apa nih?" tanya Fia, teman kelasnya yang sangat-ralat, super kepo.

"Iya Jinn, tumben-tumbenan lo nanyain Jai, udah jadian kah?" ucap Keyla yang juga sama keponya dengan Fia.

"Bau-bau pajak jadian nih," ucap Jeni.

"Diem deh kalian, sapa juga yang mau jadian sama si monyet, gue cuman nanyain kali!" jawab Jinny, ia merasa sangat kesal, padahal ia hanya bertanya, tapi langsung di kaitkan dengan masalah pacaran.

Mereka hanya tertawa menanggapi pernyataan Jinny.

"Udah kali Jinn, jadian aja dah lo berdua, dari pada berantem terus, kan?" celetuk Zidan.

"Iya kali Jinn, pusing gue denger lo pada berantem, mendingan mah lo berdua jadian gitu, biar kelas ini tentram, aman dan damai," ucap Dio mendukung usul Zidan.

"Merdeka!" ucap teman-temanya bersamaan.

"Diam! Jangan ribut!" Ratih yang sedari tadi terlihat tak suka akhirnya angkat bicara. "Mau di hukum lagi, huh?" tanya Ratih, dari raut mukanya, terlihat bahwa ia merasa sangat kesal.

"Bodo amat dah mau di hukum apa kagak, yang penting noh, si biang kerusuhan pada aman, tentram dan damai. Merdeka!" balas Zidan.

Yang lainnya pun ikut bersemngat dan meneriakkan kata-kata 'merdeka'. Sementara Ratih terdiam di tempatnya, dalam hati ia memaki kelakuan teman sekelasnya itu.

"Ada apaa sih ini?" tanya Jai yang tiba-tiba datang dan langsung menduduki bangkunya.

Krik.. krik...

Suasana seketika hening, hanya suara perut Dafa yang terdengar 'kriuk-kriuk' meminta jatah, padahal masih pagi.

Jai menatap semua teman kelasnya, ia bingung.

"Ada apaan Daf?" tanya Jai pada Dafa.

Dafa gelagapan, ia hanya menunduk, tak berani menatap apalagi menjawab pertanyaan Jai.

Jai beralih menatap Jinny, namun Jinny langsung membuang mukanya tak acuh.

Kening Jai berkerut, ia semakin penasaran.

"Gak ada apa apa kok Jai," ucap Zidan.

Jai menengok ke samping kiri dan kanan, masih dengan mengernyitkan dahinya. Masalahnya adalah, sebelum dia masuk, kelas terdengar sangat ribut, dan ia juga mendengar namanya di sebut-sebut. Namun ketika Jai bertanya pada semua orang, mereka hanya menjawabnya dengan kalimat 'Gak ada apa-apa kok Jai'. Menyebalkan.

Mereka pun akhirnya bisa bernapas lega ketika bunyi bel bertepatan dengan seorang guru yang masuk ke kelas, iti tandanya Jai tak akan bertanya lagi, dan mereka akan bebas.

Jai masih terlihat bingung, ia menatap Dio dan bertanya kembali, namun Dio hanya mengedikkan bahunya tak acuh. Jai menghela napasnya pasrah. Dengan terpaksa ia mulai memperhatikan penjelasan guru di depan walaupun dengan menahan rasa penasarannya, mungkin istrahat nanti dia bisa bertanya kembali kepada para sahabatnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status