Dominica tersentak oleh sinisnya ucapan Juan. Ya, selamanya dimata Juan ia adalah penyebab meninggalnya Gianna, istrinya. Walau bagaimanapun ia menjelaskan bahwa bukan dirinya yang menyebabkan Gianna tewas, Juan sama sekali tidak mempercayai dirinya.
Rasa sakit menyeruak, menusuk bagai ribuan jarum. Dominica memegang dadanya, menahan agar sang putra tidak melihat kesakitan timbul akibat perkataannya.
"Nak, papa tidak akan membela diri lagi. Kau sekarang sudah dewasa, kau dapat membedakan mana yang benar mana yang tidak. Papa pasrahkan keputusan itu padamu," ucap Dominica dengan hati yang perih.
Ia lalu bangkit dengan wajah murung meninggalkan Juan sendirian di ruangan itu. Juan diam-diam menatap punggung sang ayah, timbul sedikit rasa bersalah dalam dirinya karena telah mengatakan hal yang menyakitkan sang aya
Setelah sarapan Juan mengajaknya berkeliling kota Palermo, tentu saja tidak hanya berdua. Ada banyak pengawal yang ikut serta. Dan keduanya tidak bisa mengeluh, sebab nyawa Juan adalah prioritas nomor satu.Apalagi di situasi yang cukup panas seperti ini. Bisa saja ada seseorang yang mengendap-endap untuk membunuh Juan dan hal itu sangat tidak diinginkan oleh Klan Maximo.Juan memeluk pinggang Celeste yang bersandar di dadanya sambil duduk di kursi belakang mobil menikmati perjalanan menuju pusat kota."Kau akan membawaku kemana, Juan?" tanya Celeste manja."Aku ingin membawamu ke suatu tempat, sayang. Kau pasti akan menyukainya," jawab Juan berahasia."Kau membuatku sangat penasaran," balas Celeste tertarik.
Juan terjatuh dengan wajah pucat, sementara para pengawalnya bergegas berlari melindungi dirinya dan juga Celeste."Cepat! Bawa tuan Juan dan nona Celeste ke tempat aman! Disini biarkan kami berdua yang menanganinya!" seru Sanzio, pemimpin mereka.Mematuhi perintah, keempat pengawal yang tersisa segera membawa Juan dan Celeste berlindung masuk kedalam bagian dalam boutique yang diperuntukkan bagi pelanggan VIP boutique tersebut.Juan dan Celeste yang merasa lemas oleh peristiwa tak terduga itu segera duduk di sofa yang disediakan, sementara keempat pengawalnya berdiri didepan pintu. Berjaga dengan sikap sangat waspada.
Celeste menyentuh tangan Juan mencoba menyadarkan pria itu yang duduk mematung dengan tatapan kosong."Sayang?" panggil Celeste sekali lagi sambil menggoyangkan tangannya. Dan mata Juan mengerjap, ia tersadar, menatap bingung Celeste dan juga sekelilingnya."Hah? Apa yang kau katamu tadi, sayang?" tanya Juan bagai orang linglung."Sanzio bertanya padamu, apakah kegiatan hari ini akan tetap dilanjutkan atau kita kembali?" tanya Celeste dengan tatapan khawatir."Oh, terserahmu, sayang. Kau sendiri ingin melanjutkan acara shoppingmu atau bagaimana?" Juan melemparkan pertanyaan pada kekasihnya.Celeste menggeleng lesu, "aku tidak ada nafsu lagi
Dominica tengah bermain catur dengan Angelo di ruang kerjanya saat Sanzio datang menghampiri mereka."Maaf mengganggu anda, tuan Dominico dan tuan Angelo," sapa Sanzio hormat."Oh, Sanzio!" seru Dominica riang. "Bukankah kau mengawal Juan dan kekasihnya berbelanja?" tanya Dominica bingung."Kami baru saja kembali, tuan," jawab Sanzio pendek."Secepat ini? Apakah di Palermo tidak ada tempat yang menarik?" gurau Dominica.Angelo tersenyum geli mendengar gurauan dari bos besarnya. Ia menatap Dominica takjub, bosnya itu memang sangat suka bergurau dengan para anak buahnya. Sangat berbeda dengan image yang beredar diluaran."Inilah yang ingin aku laporkan pada anda, tuan," ucap Sanzio
Dominica berdiri didepan pintu kamar Juan dengan raut wajah ragu. Ia bimbang, apakah harus menemui putranya atau tidak."Bagaimana jika dia sedang istirahat dan tak ingin diganggu?" gumam Dominica, "tapi, aku sangat mengkhawatirkan kondisinya."Beberapa kali Dominica mengulurkan tangannya hendak mengetuk pintu, namun setiap kali tangannya hampir menempel di pintu ia menariknya.Jika bukan karena sikap putranya yang sedikit tidak menyukai dirinya, mungkin saat ini Dominica sudah berlari heboh untuk melihat kondisi putranya.Rasa bersalah tiba-tiba menyeruak dalam dadanya, sedemikian rupa sehingga membuat dadanya sesak. "Jika saja kau mengetahui kebenarannya, nak," batin Dominica sedih.CKLEK!
Dominico tersentak di kursinya mendengar Juan mengatakan ibunya terus mendatanginya dalam mimpi setiap malam. Sebab hal itu pun terjadi padanya, semenjak kematian istrinya hampir setiap malam Gianna selalu hadir di mimpinya.Dan selalu sama. Gianna memakai pakaian putih kusam dengan rambut kusut dan wajah sedih mengibakan. Mulut wanita itu bergerak-gerak seperti mengucapkan sesuatu, namun tidak ada suara yang keluar dari tenggorokkannya.Dominica selalu menangis tiap kali Gianna hadir dalam mimpinya. Rasa bersalah dan menyesal menumpuk kian dalam, menyesakkan dadanya. Menyesal karena menyebabkan wanita yang dicintainya ikut terlibat dalam masalahnya. Bersalah karena tidak mampu melindungi Gianna tercinta.Dominica selalu menyimpan rapat mimpi itu, ia tak pernah menceritakannya pada siapapun. Bahkan Angelo yang merup
Franco menarik nafas panjang, raut wajahnya kelihatan cukup kesal dengan sikap Luciano tadi. Orazio yang sedari tadi memperhatikan keributan antara ayah dan anak itu tak berkomentar sama sekali."Dia terlalu dimanja. Salahku," sesal Franco pada dirinya sendiri.qKemudian ia kembali ke tempat duduknya semula, namun wajahnya murung. Minatnya untuk melanjutkan percakapan bisnis dengan Orazio telah hilang."Jika anda ingin menunda pembicaraan bisnis kita, tidak mengapa, tuan Franco. Anda kelihatan lelah," ucap Orazio berempati."Tidak. Aku tidak apa-apa, Orazio. Hanya… aku tak tahu lagi bagaimana cara mengendalikan putraku satu-satunya itu," keluh Franco murung."Semenjak kematian ibunya, aku selalu memanjakannya. Ap
"Jika bukan karena mama dan mafioso Klan Maximo, aku tidak akan pernah ingin kembali!" ketus Juan."Kau adalah pemimpin klan ini papa. Klan terbesar di negara kita! Lantas, mengapa kau seperti ini?! Apakah ada sesuatu yang tidak aku ketahui, papa?" selidik Juan menatap tajam sang ayah.Dominica menarik nafas dalam-dalam lalu berkata, "tidak, nak. Tidak ada satupun yang papa sembunyikan darimu.""Alasanku tidak memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi pada mamamu, adalah karena… permintaan mamamu sendiri," lanjut Dominica.Ekspresi Juan seketika berubah, "apa maksud perkataanmu, papa?" tanyanya tak mengerti."Sebelum meninggal, mama