Tiba-tiba kedua mata Celeste terbuka. Melihat ada seorang pria tak dikenal sangat dekat dengan wajahnya, spontan Celeste berteriak.
"Aaa! Apa yang kau lakukan?!"
Celeste mendorong Angelo hingga pria itu jatuh terjengkang kebelakang. Angelo yang tak menduga Celeste akan sadar dari biusnya tentu saja sangat terkejut dan sekaligus malu dengan perbuatannya tadi.
"Apa yang kau lakukan padaku, hah? Mengapa kau membawaku kesini? Siapa kau sebenarnya?!"
Celeste memberondong Angelo dengan beberapa pertanyaan. Sementara itu Celeste sudah berdiri disudut kamar itu dengan sangat waspada.
Angelo bangkit dari jatuhnya sambil tersenyum menahan malu. Ia kemudian berjalan mendekati Celeste.
"Tak kuduga kau wanita yang sangat pemberani, Celeste," puji Angelo.
"Apa maumu, hah?!" Seru Celeste menyembunyikan rasa takutnya.
"Jangan takut padaku. Aku tak akan menyakitimu, nona," ucap Angelo sambil menjaga jarak dengan Celeste.
"Bohong! Kau baru saja akan melakukan sesuatu padaku. Jika aku tadi tidak bangun, apa yang akan mungkin terjadi. Kaulah yang tahu!" Hardik Celeste garang.
Angelo menundukkan kepalanya sebentar, lalu dengan ekspresi menyesal ia meminta maaf pada gadis itu.
"Aku minta maaf atas kejadian tadi. Aku lepas kendali karena melihatmu tanpa pertahanan."
Celeste diam tak membalas permintaan maaf Angelo. Ia masih belum bisa percaya pada pria didepannya ini. Apalagi disaat pertemuan pertama, pria ino sudah berani membiusnya dan membawanya kekamar hotel hanya berdua dengannya.
"Please. Aku benar-benar minta maaf soal tadi. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi," janji Angelo.
Ia kemudian berbalik menjauhi Celeste yang masih terus berdiri waspada dan duduk dikursi yang jaraknya cukup jauh dari gadis itu.
"Aku akan duduk disini dan tak akan bergerak mendekatimu. Percayalah," ucap Angelo berusaha meyakinkan gadis itu.
Celeste yang masih berdiri ditempatnya ragu-ragu untuk berpindah tempat. Selama beberapa detik ia masih berdiri disudut kamar dengan mata tak lepas dari Angelo. Setelah dilihatnya Angelo hanya duduk disana, barulah Celeste beringsut duduk dipinggir ranjang.
"Kau pasti lelah berdiri terus disana, nona" komentar Angelo.
"Maafkan aku karena membiusmu. Sebab itu adalah cara yang paling mudah untuk membawamu kesini," ucap Angelo lagi.
"Untuk apa kau membawaku kesini?" Tanya Celeste tak mengerti.
"Kau kenal dengan Juan?" Angelo balik bertanya.
"Juan? Maksudmu Juan anak angkat Bu Maurice? Atau Juan lain?"
"Benar. Juan Bu Maurice," potong Angelo cepat.
"Ya. Aku kenal dengan Juan itu," jawab Celeste cepat.
"Apakah kau tahu siapa Juan sebenarnya?" Selidik Angelo.
"Siapa yang tak mengenal Juan dikota kecil ini, tuan? Juan adalah seorang pemuda miskin yang tinggal bersama wanita tua bernama Maurice. Pemuda itu selalu ditimpa kemalangan, terakhir toko musik yang sangat disayanginya dibakar oleh para preman yang suka mengganggunya," jawab Celeste dengan wajah sedih saat mengucapkan toko musik Juan.
"Kau sepertinya sangat dekat dengan Juan?"
"Ya. Aku dan Juan adalah sepasang kekasih," jawab Celeste lantang.
Angelo mengangkat sebelah alisnya begitu mendengar jawaban gadis itu.
"Kau pasti merasa aneh dan mungkin menganggap aku pembohong. Kau pasti merasa aku hanya mempermainkan Juan karena gadis kaya sepertiku bisa bersama Juan. Tapi ketahuilah, aku benar-benar jatuh cinta padanya," lanjut Celeste saat melihat keraguan dimata Angelo.
"Berarti, kau bersedia berkorban untuk kebahagiaan Juan? Bisakah?" Tantang Angelo.
Celeste terdiam mendengar tantangan yang diajukan Angelo.
"Tidak! Jika Juan harus bahagia, tentu saja ia harus bahagia bersamaku! Sebab kami berdua saling mencintai! Susah dan senang kami harus menghadapinya bersama!"
PLOK! PLOK! PLOK!
Angelo menepuk kedua tangannya seraya tersenyum senang mendnegar jawaban Celeste. Sementara gadis itu memandang Angelo dengan heran.
"Sungguh beruntung tuan Juan mendapatkan gadis sepertimu, nona Celeste," puji Angelo.
"Sebelumnya aku akan memperkenalkan diriku kembali padamu," lanjut Angelo seraya bangkit dari duduknya.
"Perkenalkan aku Angelo Bianchi, tangan kanan Dominica "Don" Maximo," ucap Angelo sopan seraya membungkukkan tubuhnya setengah.
Mata Celeste membulat sempurna saat mendengar nama Don Maximo disebut.
"Me-mengapa orang kepercayaan tuan Maximo berada disini?" Tanya Celeste tak mengerti.
"Kedatangan kami kemari adalah untuk menjemput penerus Keluarga Maximo. Beberapa tahun lalu, putra Don Maximo pergi dari rumah karena suatu hal. Ia memilih untuk tinggal di kota kecil ini. Namun, beberapa bulan terakhir kesehatan tuan Maximo memburuk sehingga kami memerlukan dirinya untuk meneruskan bisnis keluarga," jelas Angelo panjang lebar.
Celeste terkesiap mendengar penjelasan Angelo, tiba-tiba matanya kembali melebar ketika ia teringat sesuatu.
"Jangan bilang kalau..."
"Ya. Anda benar, nona. Juan kekasih anda, adalah putera tunggal Don Maximo, penerus Keluarga Maximo penguasa Sicilia. Juan Alessandro Maximo," potong Angelo bersemangat.
Celeste menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua tangan. Gadis itu sangat syok mendengar jati diri yang sebenarnya dari Juan kekasihnya.
"Jadi, m-maksudmu selama ini Juan membohongi aku?" Tanya Celeste tergagap.
"Tentu saja tidak, nona. Aku sangat yakin seratus persen jika tuan Juan tidak berniat membohongi anda. Sebab tuan Juan sudah bertekad untuk meninggalkan semua yang berhubungan dengan Maximo," jawab Angelo tenang.
"Namun dia tak bisa meninggalkan begitu saja nama Maximo, terlebih saat ini kesehatan ayahnya semakin memburuk. Sebagai anak satu-satunya tentu saja tuan Juan tidak bisa menghindari hal ini."
"Lalu, apa hubungannya dengan kamu membawaki kemari?" Tanya Celeste tak mengerti.
"Aku ingin membicarakan sesuatu yang sangat penting padamu terkait tuan Juan. Beberapa waktu lalu aku sudah menawarkan pada tuan Juan untuk kembali kerumah. Namun ia tak langsung menjawab, melainkan terlihat seperti memikirkan sesuatu," jawab Angelo mengawali ceritanya.
"Aku mengetahui dirimu bukan dari tuan Juan melainkan orang lain. Dan jawaban hubunganmu dengan tuan Juan akhrinya kudapatkan dari anda sendiri, nona Celeste."
"Jadi, yang ingin kutanyakan adalah. Apakah anda bersedia untuk ikut bersama tuan Juan kembali ketempat asalnya?"
####
Juan dan Celeste tercengang menatap wanita yang tiba-tiba muncul dihadapan mereka. Wanita yang dibawa oleh Angelo yang dikenal dingin dan anti perempuan."Angelo?" ucap Celeste bingung."Perkenalkan, namanya Fiorella. Maafkan jika aku telah lancang mengajaknya untuk tinggal disini tanpa memberitahu kalian berdua terlebih dahulu. Tapi, ada alasan mengapa aku melakukan hal ini, tuan Juan, nona Celeste," jelas Angelo."Aku Fiorella, senang berkenalan dengan anda berdua," ucap Fiorella gugup."Ada apa ini, Angelo? Tidak biasanya kau membawa wanita seperti ini?" tanya Juan blak-blakkan didepan Fiorella."Dia adalah wanita yang diceritakan oleh Davidde tadi pagi, tuan Juan," jelas Angelo.
“A-apa maksudmu, Angelo? K-kau mengajakku tinggal bersamamu? Apakah tidak terlalu cepat? Kita berdua baru saja kenal,” ucap Fiorella dengan wajah merona merah karena malu.Menyadari kalau kalimat yang diucapkannya membuat Fiorella berpikiran macam-macam, Angelo cepat-cepat mengoreksinya dengan wajah sama merahnya dengan wanita itu.“Ah, ti-tidak! Maksudku bukan seperti itu! Maafkan aku jika ucapanku membuatmu berpikiran macam-macam!”“Maksudku, aku selama ini tinggal di hotel K bersama atasanku dan juga pacarnya. Mereka menyewa seluruh lantai, sehingga banyak kamar kosong. Jika kau mau, kau bisa mengisi salah satu kamar kosong di sana sampai kami menangkap pembunuh itu,” jelas Angelo cepat-cepat.“Oh, seperti itu,” ko
Angelo melesat bagai peluru meninggalkan ruangan itu langsung masuk kedalam mobil tanpa memperdulikan Juan yang meneriakkan namanya. Saat ini yang ada dipikirannya hanya satu. Fiorella.Ciri-ciri yang diceritakan oleh Davidde sangat cocok dengan Fiorella. Apalagi wanita itu membawa sekeranjang bunga, seingatnya Fiorella pernah bercerita padanya kalau ia sering membawa pulang bunga-bunga yang mulai layu untuk dikeringkan di rumahnya.“Pantas saja, dia tak membuka tokonya hari ini. Dia pasti syok dan ketakutan dengan kejadian semalam,” gumam Angelo.Tak sabar untuk segera bertemu dengan wanita itu, Angelo bagai kerasukan menekan pedal gas dalam-dalam. Membawa mobil dengan kecepatan penuh. Hampir semua lalulintas dilewatinya tanpa perduli apakah sedang merah atau hijau. Yang ada dipikirannya sekarang adalah
Pagi itu, Angelo kembali berjalan-jalan disekitar hotel hingga ke pasaraya yang letaknya tak jauh dari sana. Ia berniat mengenal Fiorella lebih jauh lagi. Setelah percakapan pertama keduanya, sudah sekitar 3 hari ia tak melihat wanita itu. Ia disibukkan dengan pembunuhan Domenico.Pagi ini sedikit senggang, sebelum mereka kembali ke markas Klan Maximo siang ini. Angelo menyempatkan menemui Fiorella untuk bercakap-cakap.Dengan bersemangat dan dada berdebar, Angelo berjalan menuju toko bunga Fiorella. Namun seketika ia mengernyit saat melihat toko wanita itu tutup. Tidak seperti biasanya, setahu Angelo Fiorella tidak pernah menutup tokonya.Dengan rasa penasaran ia lalu mendekati penjual tembikar yang letaknya persis di samping toko bunga Fiorella."Permisi, apa kau tahu
Angelo segera memasukkan memory card tersebut kedalam saku jasnya. Setelah itu keduanya bergegas mengembalikan barang-barang tersebut pada petugas. Dengan tergesa-gesa keduanya kembali ke mobil dan segera pergi dari sana."Ini, tuan Juan," ucap Angelo sambil memberikan memory card yang disimpannya tadi."Haruskah aku lihat sekarang?" tanya Juan meminta pendapat Angelo."Mengapa tidak? Lebih cepat kita tahu isi memory card itu bukankah lebih baik? Siapa tahu disana ada petunjuk yang kita inginkan," balas Angelo ringan.
Angelo kembali ke hotel dengan suasana hati yang lebih cerah. Pertemuannya dengan wanita pemilik toko bunga, Fiorella, sedikit mencerahkan hatinya yang cukup lama berkabut.Dengan bersenandung kecil, Angelo memasuki kamar hotelnya. Ia terus teringat akan Fiorella, dadanya berdebar kencang setiap kali ia teringat wanita itu. Apakah ia jatuh cinta lagi? Pada wanita yang sama namun sedikit berbeda? Angelo menggeleng, mengusir pikiran melantur itu."Apa yang kau pikirkan, Angelo? Dia bukan Carina, dia Fiorella. Walaupun wajah mereka sama, itu bukan dia. Carina mu tidak akan kembali, sadarlah," tegurnya pada dirinya sendiri.Walau begitu, Angelo tetap memikirkan Fiorella. Memikirkan wanita itu diluar dugaan memberikan ketenangan dalam hatinya.****
Menuruti perintah Juan, Angelo segera mengumpulkan anak buah Klan Maximo kemudian memberi mereka perintah untuk menyelidiki Alonzo. Serta berpatroli minimal 3 orang, agar menghindari penyerangan yang tidak diinginkan.Sementara Domenico telah pergi meninggalkan hotel dengan mengemban tugas menyelidiki bosnya sendiri, Armando Ferrari.Juan masuk kedalam kamar hotelnya dengan semangat baru, wajahnya kini berseri-seri tidak lagi murung seperti beberapa hari lalu. Celeste yang tengah duduk santai sambil membaca majalah mode merasa senang melihat perubahan itu."Darimana kau sayang? Aku mencarimu dari tadi," tanya Celeste sambil menurunkan majalah yang dibacanya."Aku tadi habis bertemu Domenico, sayang," jawab Juan sambil mencium pipi Celeste.
Ottavio masuk ke dalam lift hotel dengan Domenico mengekor di belakang. Ia memencet tombol 7 yang artinya mereka akan ke lantai 7, dimana semua kamar di lantai itu adalah milik Juan untuk sementara dirinya tinggal di hotel itu.Domenico mengikuti Ottavio dalam diam, hanya matanya yang memperhatikan sepanjang perjalanan menuju tempat bertemu Juan dan Angelo. Tibalah keduanya di lantai 7 dan Ottavio segera keluar lift terus berjalan menuju kamar bernomor 710 sesuai instruksi yang diberikan.TOK! TOK! TOK!Ottavio mengetuk pelan pintu kamar nomor 710. Tak butuh waktu lama pintu kamar terbuka dan muncullah sosok sempurna Angelo. Ottavio terdiam, terpesona sekaligus terintimidasi oleh kehadiran Angelo. Apalagi pria itu tepat berdiri dihadapannya.Dengan bibir gemetar, Ottavio
Angelo berjalan dengan terburu-buru meninggalkan pasaraya. Wajahnya pucat dengan keringat tak berhenti mengalir."Apa ini? Perasaan apa ini?" batin Angelo tak mengerti."Mengapa aku tak punya keberanian untuk bertanya pada wanita itu," batin Angelo lagi.Kenangan masa lalu sekilas berkelebat di pelupuk mata Angelo. Senyum manisnya, tawa renyahnya, mata hijau teduhnya tak pernah Angelo lupakan sekalipun.Angelo memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pusing. Kenangan itu serta wanita yang dilihatnya di pasaraya tadi menyakitkan kepalanya.Angelo bergegas membuka pintu kamarnya lalu melempar dirinya ke atas tempat tidur. Ia memejamkan kedua matanya dengan sebelah tangan diatas kening.