Esok harinya Minggu pagi. Rosemary dikagetkan dengan kemunculan Martha di dalam kamar tidurnya. Dia kebetulan baru bangun tidur dan belum mandi.
“Mama sudah pulang?” tanyanya keheranan. “Pagi sekali.”
Diregangkannya kedua tangannya ke atas untuk melemaskan otot-otot tubuhnya. Martha mendekati putrinya. Raut wajahnya tampak sendu.
“Maafkan Mama, Rosemary,” cetusnya seraya memeluk erat sang putri. “Selama ini Mama sudah bersikap tidak adil kepadamu. Menghakimimu dengan kejam seolah-olah Mama adalah orang yang suci dan tak pernah berbuat kesalahan. Kamu mau memaafkan Mama, Nak?”
Putri sulungnya itu terkejut. Mama…Mama sudah mau berbaikan denganku, batinnya senang. Terima kasih, Tuhan Yesus. Ini merupakan hadiah kedua terindah untuk ulang tahunku!
Martha lalu menceritakan pertemuannya dengan Tiara kemarin di makam Lukman. Juga percakapan mereka di rumah makan bubur ayam kesukaannya.
“Happy Birthday, Rosemary-ku. Semoga kamu semakin cantik, sehat, banyak rezeki, dan sayang sama aku,” ujar suara seorang laki-laki di telepon.Rosemary tersenyum senang. “Thank you, Wen,” balasnya dengan hati berbunga-bunga. “Tumben ngucapin selamat ulang tahun pagi-pagi begini. Biasanya tepat jam dua belas malam.”“Sori, Sayang,” kata Owen mengungkapkan penyesalannya. “Aku ketiduran tadi malam. Capek sekali seminggu terakhir ini pulang malam terus karena memberikan les privat tambahan. Mau nolak nggak enak. Murid-muridku bergiliran mau ujian bahasa Mandarin. Aduh, guru les privatnya yang pusing kalau begini! Hehehe….”“Pusing sekarang tapi hepi belakangan kan, Yang,” sindir gadis itu. “Nambah jadwal les berarti kan nambah pemasukan. Hehehe….”Si pemuda tertawa keras. “Semua itu kulakukan kan buat
Hari itu Rosemary terpaksa mengajukan cuti dengan alasan harus segera kembali ke kampung halamannya karena sang ayah meninggal dunia. Atasannya langsung mengizinkan.Untunglah penerbangan dari Surabaya menuju Balikpapan hari itu masih ada. Dengan segera gadis itu memilih jam yang tercepat dan menunggu di ruang keberangkatan bandara. Saat itulah dia baru sadar belum menghubungi kekasihnya.Diraihnya ponselnya dan diteleponnya pemuda berambut cepak ala tentara itu. Tangisnya tumpah-ruah seketika begitu menceritakan musibah yang dialami keluarganya. Owen merasa sangat prihatin mendengarnya.“Sabar ya, Sayang. Percayalah Tuhan akan selalu melindungimu sekeluarga. Oya, kenapa kamu tidak mengajakku untuk menemanimu ke Balikpapan?”Sang kekasih tercengang mendengarnya. Iya, ya, pikirnya heran. Kenapa aku tidak mengajak Owen?“Aku, aku lupa. Sori. Mungkin karena terlalu
“Maaf, Kak. Bagaimana kalau Kakak keluar dulu?” pinta adiknya dengan sorot mata memohon. “Mama sedang emosional saat ini. Biar kuhibur dan kutemani sampai Mama tertidur. Nanti aku akan menemui Kakak di kamar. Bagaimana?”Rosemary mengangguk menyetujui saran Olivia. Adiknya itu lebih memahami diri Mama. Dia pasti takkan kesulitan menenangkan ibu mereka itu.Dengan lunglai Rosemary bangkit berdiri dan beranjak meninggalkan kamar tidur yang luas itu. Saat melangkah menuju pintu keluar, dia melewati foto berukuran besar dan berpigura warna keemasan.Foto pernikahan Papa dan Mama, batinnya pedih. Ia menggigit bibirnya. Siapa sangka perkawinan yang kelihatannya harmonis dari luar itu menyimpan rahasia yang tak terduga! Papaku yang baik hati, bagaimana mungkin dirimu sanggup menyakiti keluarga ini begitu rupa? Kauhancurkan kenangan baik dalam benakku tentang dirimu. Kukira kau pria yang sempurna. Takkan
Olivia segera memberi kode pada Nelly, si bungsu. Gadis remaja berusia lima belas tahun itu langsung mengerti. Dia bergegas keluar ruangan untuk memanggil perawat sementara Olivia berusaha menenangkan Rosemary yang shock mendengar penuturan ibu mereka tadi.Ketika Nelly muncul kembali bersama dokter dan dua orang perawat, para ahli medis itu dengan sigap menaklukkan si pasien yang masih histeris. Para perawat memegangi kepala dan tubuh Rosemary yang berguncang-guncang, sementara dokter menyuntikkan obat penenang ke dalam infus gadis itu.Beberapa saat kemudian kepala pasien yang sudah tak berdaya itu terkulai lemas. Matanya tertutup rapat. Terdengar napasnya yang tenang dan teratur. Dia telah tertidur pulas.Martha terisak-isak menyaksikan keadaan putrinya. Ya, Tuhan, batinnya merana. Kenapa cobaan dariMu tak ada habis-habisnya? Suamiku serong terus meninggal dunia. Harta kami ludes, lalu anakku mengalami kecelakaan dan
“Sudahlah, Ma,” hibur Olivia seperti biasanya. “Kak Rose kan baru pulang. Seharusnya kita bergembira, bukannya bersedih. Iya kan, Nel?”Nelly langsung menimpali, “Betul, Ma. Ayo sekarang kita antar Kak Rose ke kamar. Kak Rose sekamar sama Nelly nggak apa-apa ya, Kak?” ucap gadis itu seraya berpaling pada kakak pertamanya. “Kak Oliv tidur sama Mama soalnya.”Rosemary mengangguk pelan. Dia tak masalah sekamar sama siapa. Yang dipikirkannya saat ini adalah bagaimana menempuh langkah selanjutnya. Dirinya adalah anak sulung. Tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga sekarang berpindah padanya. Dia tak sampai hati ibu dan adik-adiknya tinggal terus-terusan di dalam rumah sekecil ini.Pikirannya terus berkecamuk sepanjang hari itu. Sudah tiga bulan dia dirawat di rumah sakit. Atasannya pernah datang menjenguknya sekali dan menyatakan turut berdukacita atas musibah bertubi-tu
Martha menggeleng. “Nggak usah, Rose. Mobil itu hadiah dari Papa buatmu. Jadi uang hasil penjualannya ya milikmu sepenuhnya,” katanya sambil menatap sang putri penuh haru.“Nggak, Ma. Uang itu untuk mengembalikan perhiasan-perhiasan Mama yang terpaksa dijual buat biaya pengobatan Rose di rumah sakit. Tenang saja, Rose masih punya tabungan dari gaji sebagai sekretaris dulu. Nanti Rose beli sepeda motor saja buat dipakai sehari-hari,” papar gadis itu panjang-lebar.“Sepeda motor?” tanya ibunya tak percaya. “Kamu bisa mengendarai sepeda motor?”Putrinya mengangguk. “Bisa, Ma. Diajari Owen dulu. Dia bilang mumpung masih muda, Rose sedapat mungkin mencoba segala hal yang bisa dilakukan. Karena kita tidak pernah tahu suatu saat mungkin membutuhkan keahlian mengendarai sepeda motor,” jelasnya sendu.Gadis itu jadi teringat pada sang kekasih yang te
“Maafkan pertanyaan saya ini, Pak,” potong si agen asuransi. “Apakah Bapak sudah memutuskan harga untuk membeli mobil bekas gadis itu? Sepintas lalu saya lihat mobilnya masih bagus dan terawat.”Lawan bicaranya menghela napas panjang. “Expander itu memang masih bagus dan terawat sekali, Ward. Tapi penjualan mobil bekas sedang sepi sekarang. Terus terang agak berat juga kalau aku membelinya dengan harga tinggi….”“Begini, Pak,” lanjut laki-laki necis itu. “Setelah saya perhatikan baik-baik tadi, saya akhirnya mengenali gadis itu. Dia sebenarnya adalah….”Selanjutnya si pemilik showroom mendengarkan penuturan panjang lebar agen asuransinya tersebut.***Rosemary keluar dari showroom dengan perasaan luar biasa lega. Mobil Expander-nya telah laku terjual dengan harga sesuai permintaannya. Lumayan, tujuh juta le
“Sori, Om cuma bergurau,” ujar laki-laki keren itu seraya menyalakan alarm mobil New Camry silver-nya. “Ayo masuk ke mobil. Kita berangkat sekarang. Om lapar sekali.”Sang gadis mengangguk. Beberapa saat kemudian mereka telah duduk bersebelahan. Edward menyalakan AC dan memutar lagu lawas pop romantis berbahasa Inggris. “Aku ini termasuk old fashioned dalam selera lagu, Rose. Sukanya lagu-lagu klasik ala Bryan Adams, Celine Dion, Mariah Carey, dan sejenisnya. Mereka berjaya sekali di masa muda Om. Hahaha…ketahuan ya, Om sekarang kira-kira berapa usianya? Memang udah generasi jadul, sih,” aku pria itu tanpa tedeng aling-aling. Senyumnya lebar sekali memperlihatkan sederetan gigi yang putih bersih mengkilat.Perasaan dulu dia nggak seceria ini, deh, komentar Rosemary dalam hati. Memang Om Edward selalu ramah. Maklum, dia kan marketing dan bertujuan memprospek kliennya supaya mengambil asuransi dengan