Share

Bab 7 : Penyerangan Preman

Beberapa minggu telah berlalu sejak terjadinya penculikan Larasati, namun rasa trauma masih menghantui dirinya. Untungnya, adik angkatnya, yaitu Askara, selalu memberikan semangat kepadanya agar tidak terjebak dalam ketakutan dan kekalutan. Sehingga, perempuan tersebut kembali mendapatkan semangat dan bersedia untuk melanjutkan kegiatan kuliahnya dan menjalani aktivitas sehari - hari seperti biasa.

Kemudian, guna mencegah terulangnya kejadian serupa, Askara mulai meningkatkan pengawasannya terhadap Larasati dengan memberikan perintah kepada hewan mistisnya, yaitu Pragalba yang merupakan harimau putih, untuk menjaga Larasati setiap saat.

…… ….. …..

"Bagaimana keseharian Kakak hari ini? Apakah merasa seru, bahagia, biasa saja, atau mengalami hari yang buruk?" tanya Askara kepada Kakaknya. Mereka baru saja pulang dari pusat perbelanjaan untuk membeli barang - barang dan kebutuhan makanan sehari - hari mereka.

“Seru kok Askara, tadi aku belajar dance sama teman - teman untuk pentas di balai kota bulan depan” jawab Larasati dengan nada yang senang dan bahagia.

“Terimakasih ya, kamu selalu menanyakan keseharian dan keadaan aku” ucap Larasati, kemudian dia melatakan kepalanya di bahu Askara yang tegap.

“Ya, Kak sama - sama kan sebagai seorang adik laki - laki aku harus selalu menanyakan kabar, keadaan, dan selalu menjaga Kakak” balasnya, kemudian pemuda itu mengelus kepala Larasati dengan lembut, membuat perempuan itu merasa nyaman.

“Saudara ya” gumam perempuan itu, lalu memandang kosong kearah tv yang menyala.

“Askara aku ingin bertanya, kamu kok bisa sekaya ini? Memang kamu mendapat semua kekayaan ini dari siapa?” tanya Larasati dengan nada yang penasaran sekali. 

Ya, memang pemuda itu sangat kaya untuk remaja seusianya dan lagi Larasati selama ini tidak pernah bertanya kepada Askara tentang kekayaan yang dimiliki oleh pemuda itu berasal darimana.

“Aku mendapat kekayaan ini semua dari Kakekku, dia adalah seorang guru yang hebat. Mengajarkan aku tentang ilmu kanuragan dan juga seorang pengusaha yang memiliki ratusan hektar sawah, perkebunan kelapa sawit, dan juga memiliki pertambangan di Papua dan Kalimantan” jawabnya panjang lebar.

Kakeknya Askara, yaitu Atmajaya Suryapati, adalah seorang pendekar yang luar biasa. Selain itu, beliau juga memiliki kekayaan yang melimpah. Segala kekayaan tersebut diperolehnya melalui usaha yang bertahap selama beratus - ratus tahun, sehingga beliau mencapai taraf kekayaan yang sekarang.

“Wah, kaya banget ya Kakek kamu itu. Memang sekarang dia berada dimana?” tanya perempuan itu.

“Sekarang dia sudah meninggal. Aku selalu berdo’a, semoga Kakekku di tempatkan oleh tuhan di tempat terbaiknya” jawab pemuda itu dengan nada yang sedih, kemudian Larasati memeluk Askara dengan erat agar pemuda itu menjadi lebih baik.

“Jangan sedih Askara, aku akan selalu berada disisi kamu baik senang ataupun susah” ucap Larasati, dia memeluk pemuda itu dengan erat.

“Terimakasih Kak” bisik pemuda itu di telinga Larasati, membuat perempuan itu merinding dan bersemu merah.

“Ouh, iya Kak. Nanti aku dan Lisa mau bertemu malam ini” ucapnya.

“Yah, nanti aku sendirian dong” balas Larasati dengan wajahnya yang cemberut.

“Tenang saja Kak, situasi sudah aman sekarang. dan lagi…” perkataan pemuda itu terputus, kemudian melirik tajam kearah samping kanan perempuan itu.

Dia melihat harimau putih yang menyeramkan,  kemudian Askara tersenyum tipis.

“Apa Askara?” tanya Larasati yang ingin mendengar kelanjutan perkataan Askara yang terhenti.

“Tidak, Kak. Aku percaya tuhan akan menjaga Kakak dengan baik dan lagi di gedung ini ada banyak penjagaan yang ketat, tidak mungkin Kakak akan diculik lagi di tempat yang seaman inikan” balasnya.

“Iya, kamu benar. Tapi jangan lama - lama ya kamu mainnya” ucap Larasati dan dibalas anggukan oleh pemuda itu.

“Ya, Kak. Aku mau siap - siapa dulu Kak” balas Askara, kemudian dia pergi ke kamarnya, meninggalkan Larasati yang termangu di ruang keluarga.

Setelah mandi dan mengganti pakaian dengan penampilan yang rapi, ia pergi ke lokasi pertemuan dengan Lisa, yaitu di salah satu kafe terkenal di Jakarta Selatan.

…. …. ….

Askara turun dari mobil Mercynya, kemudian dia menatap lekat kearah seorang gadis cantik dan seksi, berpakaian modis. Gadis itu melambaikan tangannya, membuat Askara berjalan menghampiri gadis tersebut.

“Sudah lama menunggukah Lisa?” tanya Askara.

"Tidak kok, sebenarnya aku baru saja tiba. Aku naik taksi online tadi," jawabnya.

“Yaudah, ayo masuk ke dalam” ucap Askara, kemudian merangkul Lisa dengan erat, membuat gadis itu bersemu merah bahagia.

Di Tempat Lain

“Andika, bagaimana? Askara merangkul Lisa dengan mesra banget?” ucap Jaka kepada sahabatnya.

“Ya, kesel banget aku. Lagian katanya mereka tidak pacaran, tetapi kok sering jalan berdua bareng dan lagi kenapa aku ketemu mereka mulu si saat mereka lagi kencan kaya gini” balas Andika.

“Terus bagaimana dukun yang kamu sewa buat hancurin wajah Askara biar jadi jelek?” tanya Jaka.

“Belum aku sewa, soalnya aku masih mempertimbangkan untuk sewa dukun itu atau dukun yang lain, soalnya biaya sewa dukun itu mahal banget Jaka” jawabnya

“Gimana kalau kita sewa preman saja” balas Jaka memberi saran kepada pemuda itu.

“Preman?” gumam Andika.

“Ya, preman. Kalau urusan preman biar aku saja yang bayar” ucap Jakar dengan seringai terpatri apik dibibirnya.

“Memang kamu punya link untuk dapat sewa preman yang bagus?”tanya pemuda itu.

“Tenang saja, Ayah aku itu sering sewa preman untuk urusan bisnisnya dan aku dapat nomor kontak bos preman yang kuat di Jakarta” jawab Jaka.

Jaka mengeluarkan handphonenya, lalu menelpon seseorang.

“Halo Badrul, ya ini aku Jaka. Aku ingin kamu mencelakai seseorang malam ini, nanti aku akan kirim wajahnya dan tempatnya sekarang, tetapi kamu mencelakai orang itu jangan ditempat keramaian di tempat sepi saja. Kita harus main cantik”.

“Baik, kalau begitu, saya tunggu hasilnya malam ini Badrul” ucap pemuda itu, kemudian dia akhiri perbincangannya dengan bos preman tersebut melalui handphone.

“Jadi bagaimana?” tanya Andika.

“Kita lihat hasilnya malam ini kawan” jawab Jaka dengan seringainya.

“Celakalah kau malam ini Askara” umpatnya seraya dia menatap tajam kearah jendela transparan, dia menatap lekat Askara dan Lisa yang tengah asyik berbincang di dalam kafe itu.

“Terus kita jadi tidak buat makan disini?” tanya Jaka.

“Tidak, aku malas ketemu mereka, kita cari kafe lain saja jangan disini” ucap Andika, kemudian mereka pergi dari kafe tersebut.

….. ….. …..

“Makasih ya Askara, karena kamu mengajak aku ketempat kafe yang sangat mewah ini” ucap gadis tersebut, dia bergelayut manja di lengan pemuda itu.

"Ya, tidak apa - apa. Ini sebenarnya sebagai tanda maafku karena aku melanggar janji denganmu beberapa minggu lalu. Yaitu janji aku akan mengajakmu keluar pada malam minggu. Akan tetapi, aku tidak bisa memenuhinya karena aku harus menjaga Kakakku," balasnya. Kemudian, dia memasukkan gigi mobil Mercynya dan melaju pergi dari kafe tersebut.

“Jadi, bagaimana tadi enak tidak makanannya?” tanya pemuda itu di sela - sela dia sedang menyetir mobilnya.

"Sangat enak, bahkan sangat - sangat enak. Oleh karena itu, sepanjang perjalanan ini, aku selalu mengucapkan terima kasih kepadamu," jawabnya. Kemudian, gadis itu meletakkan kepalanya dengan nyaman di bahu tegap Askara.

Mobil mewah itu berhenti tepat di depan rumah Lisa, kemudian gadis itu turun dari mobil keluaran pabrik eropa itu.

"Terima kasih, Askara. Mohon berhati - hati saat mengemudi, ingatlah untuk tidak melaju terlalu cepat," ucap Lisa, memberikan nasihat kepada Askara. Pemuda tersebut seringkali mengendarai mobil dengan kecepatan yang tinggi, sehingga gadis itu selalu memberikan nasihat kepadanya.

“Ya, Lisa. Yaudah, kamu masuk kedalam rumah, aku akan menunggu kamu sampai kamu masuk kedalam rumah kamu dengan aman” balas Askara, membuat gadis tersebut bahagia ketika pemuda itu berkata seperti itu kepadanya.

“Ok, kalau begitu aku masuk dulu ya Askara, sampai bertemu besok di sekolah” ucap Lisa. Kemudian, ia melangkah masuk ke dalam rumah dan sebelum menutup pintu, gadis itu melambaikan tangannya.

Setelah itu, Askara melajukan mobilnya untuk pulang ke penthousenya.

….. ….. …..

Pemuda itu memandang dengan tajam ke arah spion mobilnya dan melihat sekelompok motor yang telah mengikutinya sejak ia mengantar Lisa pulang ke rumahnya.

“Sepertinya mereka ingin mencelakai Anda Tuanku Askara” ucap Naga emas yang berada di dalam tubuhnya.

“Sepertinya seperti itu Anggada Bora” jawabnya.

Mobil Mercedes itu berhenti di tepi jalan, kemudian pemuda tersebut keluar dari mobilnya. Matanya menatap tajam ke arah sekelompok pengendara motor yang juga berhenti saat mobil yang mereka targetkan berhenti di tepi jalan.

“Jadi, kau yang bernama Askara Diwapati Vajra?” ucap laki - laki yang turun dari motornya, kemudian berjalan santai mendekati Askara.

“Ya, memang kenapa dan kenapa kalian mengikuti aku terus?” balas pemuda itu dan berbalik bertanya kepada laki - laki berpakaian preman tersebut.

“Karena, kami ingin menghancurkamu kamu bodoh!” balas laki - laki itu, kemudian mengeluarkan pisau lipat lalu menyerang pemuda itu dengan brutal.

Askara menghindari setiap serangan yang dilancarkan oleh laki - laki itu kepadanya, membuat laki - laki itu menggeram kesal, karena serangannya selalu dapat dihindari oleh pemuda berwajah tampan tersebut.

Askara menggenggam erat tangan laki - laki itu, lalu mengambil pisaunya, kemudian menusuk laki - laki itu hingga lima kali tusukan. Membuat laki - laki itu mengeluarkan darah yang sangat banyak dari tubuhnya.

“Bang Badrul!” ucap mereka semua serempak yang kaget ketika ketua kelompok preman itu di kalahakan oleh pemuda tersebut.

  

“Bedebah kau!” teriak salah satu anggota kelompok tersebut, kemudian mereka berlari dengan cepat membawa senjata yang mereka miliki.

Serangan dari berbagai arah meluncur dengan cepat menuju pemuda tersebut, namun ia dengan mudah menghindarinya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan mata yang diperolehnya setelah berhasil menyelesaikan proses pertapaan untuk memperoleh ilmu pamungkas, yaitu ilmu membelah lautan dan langit.

Kemampuan mata tersebut memungkinkan pemuda tersebut melihat dengan jelas dalam kegelapan, jarak yang jauh, serta dapat melihat gerakan dengan kecepatan tinggi. Dalam kemampuan matanya, gerakan yang cepat dapat di perlambat selama lima detik, dengan kata lain, ia mampu melihat kejadian di masa depan dalam rentang waktu lima detik.

“Dia berhasil menghindari serangan kita semua, orang ini bukan manusia!” ucap salah satu dari mereka dengan lantang, sehingga mereka yang berada di tampat itu bisa mendengar ucapan laki - laki tersebut.

Salah satu dari mereka menghampiri laki - laki yang memegang pedang panjang mengkilap, dia berbisik kepada laki - laki tersebut.

“Bang Samsul, lebih baik kita tolong Bang Badrul terlebih dahulu, karena sepertinya jika terlalu lama Bang Badrul bisa mati” bisik laki - laki itu memberi saran.

“Baik Keling, sebagian dari kalian cepat tolong Bang Badrul dan segera pergi ke rumah sakit yang lain habisi pemuda itu sampai mampus! Karena dia sudah berani membantai Bang Badrul habis - habisan” ucap Samsul.

“Baik Bang” balas Keling, kemudian dia dan beberapa orang lainnya pergi dari tempat tersebut untuk menolong Bang Badrul ke rumah sakit.

“Dia memang bukan pemuda biasa” ucap Samsul, ketika dia melihat pemuda itu mengalahkan sebagian anak buahnya dengan mudah.

“Aku harus membunuh pemuda itu hari ini, harus!” lanjutnya, kemudian dia mengeluarkan pistol dari jaketnya, kemudian mengarahkannya ke pemuda tersebut.

Dor

Terdengarlah bunyi tembakan, kemudian peluru yang keluar dari pistol itu melesat cepat kearah Askara.

“Mereka sama sekali tidak belajar dengan apa yang mereka lihat” ucap Askara, lalu dia menghindari peluru tersebut dengan mudah.

“Bagaimana mungkin” ucap Samsul yang kaget, ketika pemuda itu dapat menghindari tembakannya dengan begitu mudahnya.

“Aku harus melakukannya lagi” lanjutnya, kemudian menembak pemuda itu berkali - kali hingga peluru di dalam pistol habis, tetapi tidak ada satupun peluru yang mengenai tubuh Askara.

Kejadian itu membuat mereka takut untuk menghadapi pemuda tersebut, mereka semakin yakin bahwa pemuda itu bukanlah orang biasa.

“Dia dapat menghindari tembakan Bang Samsul berkali - kali! Dia benar - benar bukan orang sembarangan” ucap salah satu dari kelompok itu.

“Semuanya, kita pergi dari sini!” teriak Samsul, karena dia yakin. Jika pertempuran masih dilanjutkan, pemuda itu akan menghabisi seluruh anggotanya.

Mereka semua pergi dari tempat tersebut, kecuali Samsul yang masih menatap lekat kearah pemuda itu. Dia sangat penasaran dengan diri Askara, pikirannya bertanya - tanya sebenarnya siapa pemuda ini.

“Kenapa kamu tidak pergi seperti anggotamu yang lain itu?” tanya Askara, seraya mendekati mobil Mercedesnya.

“Siapa kamu sebenarnya?” tanya Samsul dengan nada penasaran.

“Aku hanyalah murid SMA biasa yang kaya raya” balas Askara di akhiri dengan seringainya, kemudian pergi dari tempat tersebut dengan mobilnya itu.

“Murid SMA biasa, lucu sekali jawaban pemuda itu” ucap Samsul, kemudian tertawa terbahak - bahak, lalu pergi mengendarai motor Harley Davidsonnya.

….. ….. …..

“Kakek Guru, persiapan ritualnya sudah siap semua” ucap laki - laki itu kepada kepada seorang pria tua yang sedang bertapa di dekat batu yang tinggi menjulang.

“Baik, selepas ini aku akan ke tempat ritual” jawab Kakek itu, kemudian memandang langit malam dengan tajam.

“Aku akan membalas kematian kalian semua murid - muridku” gumamnya, kemudian dia berjalan dengan gagahnya ke tempat ritual.

“Askara, kau akan mati malam ini!” lanjutnya.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status