Kara kembali ke kediaman Bara dengan pikiran yang kacau. Dia bahkan sempat melewatkan satu pemberhentian lantaran melamun, memikirkan cara lain untuk mendapatkan uang selain setuju dengan tawaran sang majikan.
Pergulatan batin dirasakan Kara selama beberapa hari."Sepertinya aku tidak punya pilihan lain," gumam Kara lirih, dengan wajah sendunya.Sampai akhirnya, dia yang sudah berada diambang keputusasaan hanya memiliki satu pilihan, yaitu menerima tawaran dari majikannya.Hari telah larut, jam dinding pun sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kara yang sudah menyiapkan tekad untuk membicarakan hal itu dengan Bara, terlihat duduk di sofa menunggu kepulangan sang majikan sambil menahan kantuknya. Hingga akhirnya, suara pintu terbuka pun terdengar.Kara terkesiap dalam hitungan detik. Dia langsung bangkit berdiri sambil berkedip beberapa kali, mencoba membuat matanya yang sudah berat kembali terbuka secara sempurna."Ayolah Kara, kau pasti bisa!" seru Kara dalam hati.Kenyataan bahwa dia masih terlalu gugup untuk berbicara denhan Bara, membuat ia hampir melewatkan kesempatan. Bara yang acuh saat melihat Kara berdiri menyambutnya, hanya berjalan melewati gadis itu begitu saja.Melihat majikannya lewat tanpa memperdulikan keberadaannya, Kara buru-buru memanggil Bara untuk membuat pria itu menghentikan langkah kakinya."Tuan, tunggu sebentar," ucap Kara.Wanita yang masih mengenakan baju kerja itu langsung mendekat saat melihat Bara menghentikan langkah kakinya dan berbalik. Kara berjalan mendekat tanpa ragu, seakan hatinya telah siap untuk mengutarakan maksudnya."Kau membutuhkan sesuatu?" tanya Bara.Ruangan gelap tanpa adanya lampu utama yang menyala, hanya menyisakan dua lampu sudut yang memberikan sedikit penerangan. Namun meski begitu, wajah keduanya masih tidak bisa terlihat dengan jelas satu sama lain.Kara yang mempunyai indra penciuman tajam, serta dapat mengingat aroma woody bercampur apel, jelas mengetahui jika pria yang sedang ia dekati adalah sang majikan."Ah itu ... Apa Anda lelah?" tanya Kara yang langsung merutuki kebodohannya sendiri dalam hati, "Bodoh! Kenapa aku malah bertanya pertanyaan konyol seperti itu?"Kara hanya bisa menelan salivanya kasar ketika salah mengawali pembicaraan. Bara sempat menghela napas kasar lalu bersedekap tangan, berusaha memperhatikan wajah gadis belia yang ada di hadapannya itu. Wajah yang tidak bisa ia lihat dengan jelas lantaran pencahayaan yang minim, membuat ia sedikit kesal."Sedikit. Cepat katakan saja apa keperluanmu, jangan berbelit-belit!" ketus Bara.Karena merasa tidak enak lantaran sudah mengganggu sang majikan membuat Kara mengurungkan niatnya. "Kalau begitu selamat beristirahat, Tuan."Perkataan Kara membuat Bara bertambah kesal, lantaran waktu berharganya terbuang sia-sia. "Jika tidak ada hal penting, maka jangan katakan saja selamanya!"Bara lantas berbalik hendak melanjutkan langkah kakinya, namun Kara yang merasa perkataan Bara akan berlaku selamanya, mencoba berbicara sekali lagi tanpa basa-basi."Tentang itu—" perkataan Kara tertahan beberapa detik, sebelum akhirnya dia sampai ke inti pembicaraannya. "Kissng partner."Mendengar hal itu, Bara lantas menoleh kembali. Saat itu barulah ia tersadar, jika wanita yang berdiri di hadapannya tadi adalah Kara. Wanita yang membuat phobia anehnya tak berkutik."Akhirnya dia membahas ini," ujar Bara dalam hati, "Buatkan segelas kopi dan bawa ke ruang kerjaku!" titahnya pada Kara.Bara kembali melanjutkan langkah kakinya menuju ke ruang kerjanya yang ada di lantai dua. Sedangkan Kara sempat tertegun beberapa saat, sampai akhirnya ia tersadar bahwa majikannya sudah memberi izin untuk membahas hal itu.Secangkir kopi dengan sedikit creamer kesukaan Bara telah selesai dibuat. Kara yang tidak mau membuang banyak waktu lagi pun, bergegas pergi ke ruang kerja sang majikan. Dia sempat menghela napas panjang, sebelum akhirnya masuk setelah Bara mengizinkannya.Lampu yang menyala terang benderang, membuat manik matanya menangkap sosok sang majikan dengan jelas. Pria itu terlihat gagah saat berdiri sambil memegang sebuah tablet. Dengan kemeja putih yang lengannya terlipat sedikit, serta kancing bagian atas yang terbuka. Entah mengapa, membuat Kara terdiam sejenak di tempatnya."Taruh di meja dan duduklah!"Perintah Bara membuat Kara tersadar dari lamunan sesaatnya. Dia pun segera menaruh cangkir kopi di atas meja, lalu duduk seperti yang diperintahkan sang majikan."Apa kau punya harga untuk ditawarkan?" tanya Bara tanpa basa-basi, dengan mata yang masih fokus menatap tablet di tangan.Kara sangat ingin menjawabnya pada saat itu, namun entah mengapa lidahnya mendadak kelu. Aura mengintimidasi yang keluar dari pria itu membuat nyalinya ciut seketika, bibirnya kelu dan tak bisa berkata-kata."Tidak ada? Baiklah, aku akan memberimu 15 ribu dollar untuk sekali layanan. Bagaimana?" tanya Bara, kemudian memandang Kara.Gadis yang sedang duduk tegak itu tertegun dan memikirkan tawaran Bara dengan baik. Yah, karena kesepakatan ini adalah jalan satu-satunya agar dia bisa melunasi hutang sang Ayah."Berapa lama? Berapa lama Anda membutuhkan layanan dari saya?" tanya Kara untuk memperhitungkan uang yang akan dia dapat.Bara menaruh tabletnya di atas meja kerja,alu pergi ke arah Kara dan duduk di depannya. "Tidak yakin. Setidaknya sampai phobiaku membaik.""Dia tidak yakin?" batin Kara was-was, "Bagaimana jika phobianya sembuh hanya dalam satu bulan? Bukankah waktunya kurang untuk mendapatkan 200 ribu?"Kara mencoba mencari cara memanfaatkan keadaan, agar dirinya tidak terlalu rugi dengan kesepakatan di antara mereka. Setidaknya, dia butuh jaminan agar hutangnya lunas."Bagaimana jika kita membuat kontrak. Setidaknya dua atau tiga bulan, agar kita bisa sama-sama untung dalam segi manapun."Bara menyandarkan punggungnya, menatap Kara dengan seksama. Dia sendiri merasa jika kontrak merupakan hal yang penting untuk kerja sama mereka. Setidaknya, mereka akan punya batas waktu yang pasti."Oke, tidak masalah. Aku akan membuatnya lima bulan. Selama itu, kamu akan memberiku service setiap minggunya."Dua sudut bibir Kara terangkat samar, bersamaan dengan hela napas panjang. Satu rencananya telah berhasil, sekarang hanya tinggal satu langkah lagi baginya untuk bisa mendapatkan keuntungan."Saya tidak masalah dengan itu, tapi saya ingin pembayaran di awal."Bara jelas terkejut mendengar permintaan pembantu rumah tangganya. Dia tidak menyangka, jika gadis yang dia kira angkuh itu ternyata juga materialistis."Aku tidak menyangka, jika dalam masalah ini kau sangat pandai mengambil keuntungan."Kara terkejut, "Tidak! Bukan seperti itu maksud saya.""Bukan? Lalu apa itu? Memeras?" Bara terdengar lebih ketus dari sebelumnya."Setidaknya, Anda bisa memberiku setengah pembayaran di awal. Hal ini hanya untuk berjaga-jaga saja, Tuan. Lagi pula, bukankah ini tujuan dari sebuah kontrak?"Kedua manik mata Bara terbelalak. Memikirkan, bagaimana seorang maid bisa mengetahui tujuan adanya kontrak? Ini memang mirip seperti sebuah kerjasama 'Give And Take' yang bisa merugikan salah satu pihak jika tidak dipikirkan baik-baik.Dua pasang mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat. Bara menangkap sorot mata penuh keyakinan dari lawan bicaranya. Seakan-akan dia tidak akan menolak tawaran ini, lantara dia sendiri juga butuh.Bara tersenyum dan berucap dalam hati, "Wanita ini, bisa menilai keadaan dengan sangat baik. Dia pandai memposisikan dirinya agar tidak mendapatkan kerugian dari berbagai aspek. Sungguh, maid yang cerdas!"Sang Mentari mulai naik dari peradabannya, setelah membuat setengah dari bumi gelap tanpa cahaya. Dia menyisingkan sinar yang begitu terang hingga membuat mata silau.Namun anehnya, burung-burung justru menyambutnya dengan kicauan merdu. Bahkan angin pun begitu, dia bergerak sepoi-sepoi menebarkan bau embun yang sangat khas.Waktu masih menunjukkan pukul 8 pagi, tetapi para maid di kediaman Bara sudah terlihat sangat sibuk, termasuk Kara. Gadis itu terlihat sangat amat sibuk membersihkan tempat tidur yang ada di kamar tamu. Meski tidak terpakai, selimut dan sprei tetao diganti setiap minggunya.Bara yang kebetulan sudah selesai bersiap untuk bekerja, sedang berjalan melewati kamar tamu. Pandangan matanya tiba-tiba terfokus pada Kara. Dia bahkan menghentikan langkah kakinya untuk bisa menatap gadis itu sedikit lebih lama.Baju maid yang berupa dress hitam, berpadu dengan renda putih di beberapa bagian seolah memperlihatkan tubuh sexy Kara. Kaki putih mulus nan bersih, dengan rambut yan
Kini, semua mata tertuju pada seorang pria berjas hitam yang berdiri dengan santai usai menerobos masuk begitu saja. Kedatangan pria itu bahkan membuat pemimpin dari para preman bangkit berdiri."Siapa kau?" tanya sang bos preman dengan nada ketus, sambil menunjukkan wajah tak suka lantaran kesenangannya di usik.Namun bukannya segera menjawab, pria yang ditanya justru menoleh ke sekeliling seolah tidak tahu siapa yang dimaksud, "Kau bertanya padaku?"Tindakan pria asing yang bahkan tidak dikenal oleh Kara itu, tentu saja membuat emosi para preman tersulut. Tanpa basa basi, bos dari para preman langsung menyuruh anak buahnya untuk menyerbu.Setidaknya ada lima orang yang menyerbu dalam waktu bersamaan. Beberapa pukulan dilayangkan, tetapi tidak ada satupun yang mengenai pria itu. Sampai akhirnya, dua orang yang memegangi kaki Kara pun ikut bertarung."Hei, hei! Satu lawan tujuh, itu tidak adil!" teriak seorang pria sambil berjalan masuk dengan santainya di tengah pergulatan.Kedatanga
Melihat tangan Bara yang siap menarik pelatuk dan membuat timah panas itu melesat menembus kepalanya, tentu saja membuat pria bertubuh kurus itu ketakutan. "Ba-baik. Sa-saya akan membuatkan tanda lunasnya!" Tidak sampai dua menit. Dia yang sejak tadi sibuk menulis tanda bukti lunas, kini berjalan menghampiri Bara dengan gugup dan menyerahkan tanda buktinya.Bara menarik secarik kertas dari tangan pria itu, kemudian mengajak Kara pergi dari sana. Namun belum sempat ia keluar dari pintu, Bara sempat berpesan."Jika aku menemukan salah satu dari kalian mengacau lagi. Maka jangan menyesal jika tangan ini melewati batasnya!"Mereka bertiga pun pergi meninggalkan bangunan tiga lantai yang sangat pengap dan tidak bersahabat itu, menuju mobil. Bara terlihat berjalan lebih dulu, disusul oleh Kara dan Zee yang berjalan beriringan. Ketika masuk ke dalam mobil pun begitu. Bara sengaja masuk lebih dulu dengan membiarkan pintu mobilnya terbuka, berharap Kara cukup peka. Namun gadis itu justru mem
"Se-sekarang? Disini?" tanya Kara yang sudah pasti terkejut dengan permintaan tiba-tiba dari Bara. Tentu saja Kara sangat canggung jika harus memberikan service pertamanya saat itu, karena tak hanya ada mereka berdua di dalam mobil.Bara menatap Kara dan mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa? Bukankah di dalam kontrak tidak tertulis tempat dan waktu dimana kau harus melakukan tugasmu?" GLEK!Kara menelan kasar salivanya. Memang benar tidak ada penjelasan tentang tempat dan waktu di dalam perjanjian itu. Kapan dan dimana, semua terserah pada Bara. Hanya saja, dia tidak menyangka jika Bara akan meminta hal itu pada keadaan yang menurutnya kurang memungkinkan.Kara mengalihkan pandangannya ke depan, dan melihat Zer yang tengah mengubah posisi kaca tengahnya. Sepertinya, pria muda itu sangat ahli dalam memahami situasi. Terutama jika hal itu menyangkut urusan Bara."Ba-baiklah. Tapi sebelumnya, saya meminta maaf jika pelayanan pertama saya kurang memuaskan."Ketika Kara sibuk berbicara, t
Napas Bara perlahan menjadi sedikit cepat, pendek, dan berantakan. Tubuh yang semula hangat, langsung menjadi dingin dalam hitungan detik.Usahanya untuk bisa mencium sang kekasih, pada akhirnya harus kandas di jarak yang masih jauh. Dia pun langsung bangkit berdiri dan pergi meninggalkan Alexa tanpa sepatah katapun.Pria bertubuh kekar dengan kemeja putih itu, langsung berlari masuk ke dalam toilet. Rasa mual di perut yang sudah tidak bisa ditahan, akhirnya ia keluarkan. Suara Bara yang sedang muntah secara tidak sengaja terdengar samar di telinga Alexa, membuat gadis itu semakin jengkel dengan respon sang kekasih.Padahal sebelum datang menemui sang kekasih, dia sudah memastikan mulutnya tidak bau. Dia bahkan menyemprotkan banyak pewangi mulut. Namun tetap saja hal itu tidak bisa membuat sang kekasih memberinya sebuah kecupan."Sial! Kenapa masih belum bisa? Dimana letak kesalahannya?"Bara langsung keluar setelah perutnya merasa lebih baik. Niat hati ingin meminta maaf pada Alexa,
Derap langkah kaki terdengar nyaring di dalam rumah. Tidak ada suara atau kegaduhan sedikitpun, padahal beberapa menit yang lalu Bara baru saja mendapatkan informasi tentang kedatangan orang tuanya.Setengah jam ia tempuh perjalanan dengan mengebut, bahkan sempat menerobos lampu merah. Namun ketika datang, dia justru tidak melihat ada seorangpun yang menyambutnya.Bara hanya menghela napas kasar. Ada ekspresi lega yang tergambar di wajahnya, saat mendapati rumahnya dalam kondisi sepi. Yah, setidaknya dia tidak perlu mendengar ocehan dari sang ibu.Namun kegembiraan itu langsung buyar, ketika ia melihat Alfred sedang duduk di sofa. Pria tua yang rambutnya masih hitam karena disemir itu, langsung menaruh jari telunjuknya di bibir untuk memberi Bara sebuah kode agar tidak berisik.Ketika ia berjalan mendekat, barulah ia melihat sosok Evelyn yang sedang tidur sambil bersandar di pundak Alfred.Melihat sang ibu tertidur, Bara baru mengerti kenapa keadaan rumahnya begitu hening. Hal ini seo
Selesai menikmati makan malam dan bercengkrama sejenak, Alfred dan Evelyn pun memutuskan untuk menginap semalam. Bara tentu keberatan pada awalnya, tetapi ia tidak punya pilihan lain selain setuju.Bara langsung mengutus Kara untuk membersihkan kamar yang ada di lantai pertama, setelah Evelyn memutuskan bermalam dengan mendadak. Awalnya Eve tidak berencana untuk menginap di rumah Bara, namun entah karena hal apa keinginannya berubah setelah makan malam.Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam. Rumah sudah sunyi senyap, lampu-lampu utama pun sudah padam sejak satu jam lalu. Evelyn dan Alfred juga sudah masuk ke dalam kamar mereka.Bara yang sejak tadi berada di ruang baca setelah mengobrol, tiba-tiba merasa sedikit sesak. Dia pun berjalan menuju rooftop untuk menghirup udara segar. Namun ketika ia membuka pintu rooftop yang terbuat dari kaca, sosok wanita dengan piyama berwarna emerald terlihat duduk di kursi. Suara pintu yang terbuka pun, membuat wanita itu menoleh."Tuan Bar
Sejak perbincangan malam hari itu, mereka berdua menjadi semakin dekat. Tapi meski begitu, keduanya tetap berada dalam batas masing-masing. Kara sendiri masih berbicara dengan sopan ketika berhadapan dengan Bara.Satu minggu berlalu tanpa terasa. Entah mengapa, bagi keduanya, waktu seakan berjalan begitu cepat. Pagi datang dalam beberapa jam, lalu dengan cepatnya berubah menjadi malam.Bara baru saja pulang bekerja, setelah melakukan pekerjaan ekstra yang tiba-tiba jadwalnya dimajukan. Dalam keadaan lelah dan mata sayu yang setengah mengantuk, pria itu berjalan masuk ke dalam rumah sambil melepaskan dasinya.Namun tiba-tiba saja manik mata Bara dikejutkan oleh sosok wanita berpakaian maid yang menyapanya dengan suara lembut. Suara yang terdengar tidak asing di telinga itu, membuat kedua mata Bara membelalak."Selamat malam, Tuan. Apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanya Kara yang kebetulan berada di lantai pertama, pada saat Bara datang.Entah hal apa yang membuat Bara tiba-tiba kehilanga