“Ah! Rena! Ben bilang Riana juga tidak akan ke sini.” Suara Bella berubah lagi menjadi tinggi dan ceria, membuat Rena yang tadi menunduk menjadi mengangkat kepala dengan wajah yang tampak kebingungan.
“Kata Ben, Jeff membawanya pergi. Luke yang meminta seperti itu. Ia meminta Riana untuk pergi memilih beberapa furnitur untuk rumah maupun acara pernikahan kalian, karena ia tahu kamu dan Riana memiliki selera yang sama.” Bella mengatakannya dengan cara biasa ia berbicara, tapi entah mengapa itu mempengaruhi Rena. Pipinya tampak merona dan ia menunduk dengan senyum malu-malu.
Pernikahan. Rena jadi sedikit melupakannya karena mereka tidak pernah membicarakan tentang hal itu dengan cara yang sangat serius. Tapi Rena tidak tahu kalau Luke benar-benar mengingatnya bahkan telah sampai mulai melakukan persiapan.
“Astaga! Aku baru ingat sesuatu. Aku tidak boleh di sini terlalu lama. Aku akan pergi. Tadi aku ke sini hanya i
Berjalan dengan cepat dan menyambar kerah baju Hendry, Luke ingin langsung menamparnya. Tapi ia hanya bernapas beringas, berusaha mengendalikan diri. Jika Hendry memang menyakiti Rena, dia baru akan menampar.“Di mana Rena?” tanyanya dengan desis penuh kemarahan. Tapi dia menjadi lebih marah lagi saat Hendry malah terkekeh. Apa dia ingin mati?“Di mana dia?” Dia berteriak lebih marah, mengguncang tubuh Hendry kencang.“Kamu pikir aku akan di sini jika aku ingin mengganggunya?” Ucapan Hendry membuat rasa lega menyeruak dari dada Luke. Dia kemudian melepaskan cengkramannya kasar.Diedarkannya pandangan ke sekitar dan menemukan banyak mata menatapnya. Tapi dia tidak peduli karena rasa marah masih mengisinya. Dia kemudian berlari tergesa menuju lift setelah selesai menatap tajam orang-orang di sekitarnya.“Itu lebih baik untuknya segera pergi menemui Rena seperti ini.” Ben berujar s
Sunyi, hanya sunyi yang bisa ia dengarkan saat ini, bahkan gemuruh bunyi kendaraan seakan tidak mengusik kesendirian yang sedari tadi menemaninya. Atau malah sejak kelahirannya? Ia tidak menyalahkan takdir, tidak pernah. Karena hal itu hanya akan sia-sia. semua telah terjadi dan itu hanya akan membuatnya semakin tampak bodoh jika menyalahkan hal yang tidak akan mampu kembali terulang. Satu-satunya hal yang mampu ia lakukan adalah menjadi orang tua terbaik bagi anaknya, bersama Luke.Rena menghela napasnya sekali lalu memejamkan mata. Ia tidak tahu mengapa hanya ada pikiran menyedihkan yang menghinggapi kepalanya. Ia tidak tahu.“Dasar tidak berguna!”“Apa gunanya kamu dilahirkan di dunia ini? Kamu tidak berguna!”“Dimana orang tuamu? Apa kamu dibuang? Kata ayahku, seorang anak yang dibuang adalah anak yang tidak diinginkan. Mereka anak nakal dan memalukan. Mereka tidak patut dibanggakan.&rd
“Apa ia baik-baik saja? Bayi kita?” Luke memecahkan keheningan di antara mereka. Tangannya yang memeluk tubuh kecil calon istrinya mulai bergerak mengelus perut yang belum membesar itu.“Ia baik. Aku pastikan ia sehat.” Rena menyahut dengan rasa bahagia yang membuncah di dada, ia sangat menikmati saat mereka membicarakan tentang bayi mereka.“Itu bagus. Ia akan menjadi anak yang indah dan kuat.” Luke mengecup Rena lagi, kali ini di perpotongan lehernya.“Ya, Luke.” Diam-diam di dalam hati Rena membenarkan dengan sangat semangat. Bayi mereka akan menjadi indah dan kuat karena memiliki ayah yang tangguh.“Sampaikan maafku padanya.” Luke kembali berbicara lirih. Rena memang tidak melihatnya, tapi Luke sebenarnya sedang menutup mata penuh penyesalan.“Ya?” Rena mengernyitkan kening. Luke mengatakan itu dengan terlalu tiba-tiba, menjatuhkan lagi suasana yang sudah terb
Rena tercengang setelah mendengar ucapan pria itu. Rasanya tidak lama saat pria itu pernah meneriakinya bahwa ia tidak berguna dan tidak berharga. Tapi sekarang pria itu malah membicarakan tentang cinta. Pria itu berbicara tentang sesuatu yang membuat jantung Rena berdetak dengan kencang."Luke, apa kamu …" Rena terdengar ragu. Ia tidak tahu apakah Luke serius dengan apa yang ia katakan. Ia ingin bertanya tapi ia tidak ingin membuat Luke tersinggung."Rena, aku bukan orang baik. Jika ada yang pernah merasakan sedikit kebaikanku, aku hanya sedang bermurah hati. Tapi percayalah, sekarang aku hanya ingin jujur. Aku melakukan apa yang orang baik lakukan, aku jujur padamu mengenai perasaanku."Rena tampak sedikit terkejut."Aku serius, aku tidak bermaksud untuk membuatmu terkejut. Tapi aku memang harus mengatakan ini sebelum konferensi pers pernikahan kita." Kesungguhan muncul di wajah tampan itu.Sekarang Rena berubah menatap bingu
"Sudah rapi?" Luke bertanya pada Rena setelah Rena merapikan kerah kemejanya. Ia memang hanya akan bekerja di ruangan ini, tapi ia tetap harus tampak rapi karena ia adalah seorang pemimpin. "Sudah. Kamu tampak sangat tampan." Rena memuji dengan malu-malu tapi senyum puas hadir tanpa pamit di bibirnya lalu tangannya mengusap dada Luke yang bidang. "Dan kamu sangat cantik. Bahkan di saat kamu belum membersihkan diri seperti saat ini." Luke menyahut dengan godaan kecil lalu mengusap rambut Rena dangan lembut. "Maaf. Aku pasti terlihat kurang pantas." Rena tertunduk malu, nada sesal terdengar sayup-sayup. "Jangan meminta maaf. Kamu adalah makhluk tercantik. Apapun keadaanmu, kamu akan selalu menjadi satu-satunya perempuan tercantik yang pernah aku temui." Luke menghiburnya dan memberikan senyuman lembut. Rena tersenyum kecil. Jari-jarinya lalu meraih tangan Luke dan memainkannya. Itu adalah sebuah kebiasaan barunya karena ia merasa
Kata-kata itu terdengar berbahaya. Ada sesuatu di sana, ada sebuah makna. Namun Luke tidak mengerti apa makna tersembunyi yang coba Tiffany sampaikan. Yang ia tahu itu adalah ancaman untuk bayi dan calon istrinya. “Apa maksudmu? Sampaikan dengan jelas, kamu memiliki mulut untuk mengatakannya.” Luke menatap Tiffany dengan tatapan yang terasa sanggup membuat lubang di antara kedua matanya. Tapi Tiffany malah tertawa kecil. Melihat Phoenix yang seperti ini, ia tahu seorang penguasa itu tengah merasa panik. “Kamu seperti bukan Phoenix. Aku tidak mengenal seseorang yang sangat mudah panik hanya karena seorang perempuan yang tengah mengandung.” Tiffany mencemooh, tangannya bergerak di sekitar dada bidang Luke dengan gamang. Bibirnya yang mungil menyunggingkan senyum yang terlampau jahat. Tapi wanita itu berteriak tertahan setelahnya, gerakan Luke yang sangat cepat cukup mengejutkannya. Luke tiba-tiba saja sudah memeluknya dengan cukup erat da
Thomas tampak sangat terkejut lalu menjatuhkan senjata. Setelah senjata itu menyentuh lantai, Ben memberikan isyarat agar salah satu dari pengawal mereka mengamankannya. Sedangkan Luke tersenyum remeh, hanya dengan gertakan seperti ini Thomas telah gentar. Benar-benar makhluk lemah yang menjijikkan.“Siapa orang itu?! Siapa yang mengirim kalian kemari?!” Kali ini Hendry yang berbicara. Di tangannya telah berada senjata yang sama dengan milik Luke.“Se-seorang rival.” Dahi Thomas mengerut dan ia menunduk dengan kekhawatiran dan ketakutan yang mengisinya. Suasana ini, bagaimana mungkin terjadi secepat ini? Sebelumnya ia yang memegang kendali, tapi bagaimana bisa menjadi seperti ini?Tiffany tampak marah juga sedikit ketakutan lalu merapatkan tubuh ke tubuh suaminya. Thomas melirik Tiffany sebentar lalu tangannya menarik wanita itu ke dalam dekapannya. Berusaha untuk terlihat menjadi suami yang luar biasa.“Katakan
“Rena.” Seorang pria dengan tubuh jakung mengguncang tubuh kurus dengan hati-hati. Tubuh pria itu telah terbalut kemeja biru malam yang mencetak pas tubuh menawannya.Suara Luke sangat lembut dan guncangannya lemah, tapi itu sudah mampu membangunkan Rena. Rena terbangun dengan kernyitan di dahi, perlahan ia bangkit dengan tangan yang memegang kepala. Hanya dari itu, Luke tahu Rena mungkin merasa pening. Jadi ia kembali mendorongnya untuk berbaring.“Luke?” Rena berbisik dengan suara yang serak. Ia tampak sedikit lesu, mungkin karena kehamilannya.Luke tersenyum kecil, Rena terlihat belum mendapatkan kesadaran sepenuhnya. Rena yang hampir selalu lesu, tapi berusaha berbahagia. Luke merasa sedikit tersentuh saat melihat Rena berusaha berbahagia setiap detiknya meski ia lelah. Mereka telah kembali dari rumah sakit setelah petistiwa kedatangan Thomas dan Tiffany. Mereka harus pergi karena peluru yang Hendry tembakkan untuk mengg