Share

22. Sebuah Kesalahan?

Author: Estaruby
last update Last Updated: 2025-05-25 18:23:45

Askara menahan senyumnya melihat gestur perempuan yang entah sudah berapa kali singgah dalam mimpi-mimpi indahnya beberapa malam belakangan ini.

Netra indah itu membulat dengan sempurna, pun bibir mungilnya yang menganga kala mendengar ucapan Askara yang harus dia akui cukup berbahaya itu. Sejujurnya, jangan tanya apakah Askara bahkan berani melakukan reka ulangnya itu.

"Pak Askara!" Arina mundur selangkah dengan dua tangan mengapung di udara. Entah apa yang tengah gadis itu lakukan. Tapi di mata Askara, Arina hanya nampak menggemaskan.

Mereka berdua kemudian terdiam sesaat, sebelum akhirnya Askara kembali membuka suara.

"Jadi, apa pilihan kamu?"

Arina menelan ludahnya sendiri dengan gugup. Wanita itu mulai mendapatkan kembali potongan bayangan yang justru kini membuatnya kikuk sendiri. Sejujurnya, dia bahkan belum bisa mempercayai Askara seratus persen. Jelas sekali terlihat dari gesture tubuhnya. Wanita itu bahkan ragu semua potongan itu adalah nyata.

Tapi akhirnya, wanita dengan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   26. Curhatan di Mobil

    Mobil melaju pelan di bawah cahaya matahari yang masih lumayan terik. Di dalam kabin, suasana hening untuk beberapa menit. Arina menggenggam setir dengan kedua tangan, pandangannya lurus ke depan, namun pikirannya masih tertinggal di lorong susu tempat mamanya Nindy berdiri dengan senyum tajam yang membekas. Syukurnya, dia masih cukup fokus untuk membaca rambu-rambu jalan dan traffic light yang menyala merah, perlahan berhenti.Di sampingnya, Dinara membuka ponsel. Ia ragu-ragu sejenak sebelum menoleh ke arah Arina. “Mbak… boleh aku tunjukin sesuatu nggak?” tanyanya pelan, hati-hati.Arina melirik singkat, lalu mengangguk. “Apa, Nar?”Dinara memutar layar ponselnya menghadap Arina. Terlihat akun Instagram Nindy, yang baru saja mengunggah foto prewedding-nya bersama Jefano. Mereka berpose di tepi danau, dengan gaun putih dan setelan jas krem yang sempurna. Namun bukan itu yang menarik perhatian—melainkan kolom komentarnya.Komentar demi komentar memenuhi layar. Bukan pujian. Tapi huja

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   25. Keluar Kandang Singa, Masuk Kandang Macan

    Semasih di kota asalnya, Arina seharian ini akan menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan keluarganya. Usai makan siang dengan percakapan menyebalkan yang mana dia jadi topik utamanya, Arina memilih untuk pergi menjemput salah satu adik sepupunya di tempat bimbingan belajar. Tidak jauh, mungkin sekitar lima belas menit berkendara kesana. Yah, hitung-hitung mencari udara segar sebelum kembali ditimpuk oleh celotehan menyebalkan dari tante-tantenya itu.Arina baru saja keluar dari kompleks rumahnya, menyalakan penunjuk arah supaya tidak salah jalan. Dia baru bisa bernafas sedikit lebih lega seiringan dengan suara keramaian di rumahnya yang semakin memudar karena dirinya telah bergerak jauh. "Nar, Mbak Arin yang bakal jemput. Kamu sudah selesai bimbelnya?" Arina bersuara saat berhasil menghubungi adik sepupunya disana."Lho, Mbak Arin lagi di rumah ya? Ini aku udah kelar sih kelasnya, paling mau ketemu tutor sebentar sebelum pulang," ujar Dinara diseberang panggilan.Arina mengang

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   24. Arina dan Keluarganya

    Akhir pekan minggu ini Arina akhirnya benar-benar menginjakkan kaki ke rumah orang tuanya setelah menyetir selama kurang lebih dua jam. Dua hari lalu via telepon, Arina sudah berjanji untuk berkunjung, terlebih dia mungkin sudah tidak pulang ke kampung halamannya ini selama kurang lebih dua bulan. Memilih untuk menempuh pendidikan dan bekerja di kota yang lebih besar, Arina tinggal di sebuah rumah sederhana yang dia bersama orang tuanya beli lima tahun yang lalu. Papa Arina berpikir akan lebih baik untuk membeli sebuah rumah dengan harga masuk akal di daerah tersebut sebab Arina kuliah dan bekerja disana. Selain itu, adik- adik sepupunya juga bisa tinggal disana nantinya kelak mereka kuliah atau bekerja. Biaya sewa indekos atau apartemen bagi keturunan mereka setidaknya tidak akan jadi masalah kedepannya. Begitu harapannya.Yah, lima tahun keluar dari rumah orang tuanya, Arina justru perlahan berubah jadi orang tua. Sebagai sulung di generasi cucu keluarga besarnya, Arina menjadi ibu

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   23. Salting Tipis

    "Jangan pernah melarang saya untuk mendekati kamu. Sederhana, bukan?"Arina meneguk kasar ludahnya sendiri kala mendengar permintaan Askara yang tak terdengar masuk akal baginya. Apapun alasan yang Askara sebutkan tadi, sama sekali tak mengubah persepsinya bahwa lelaki dihadapannya mungkin hanya tengah berusaha bermain-main dengannya. Apalagi seolah dengan memanfaatkan kejadian malam itu yang jelas berada diluar kendali dan kesadaran Arina. Arina mendengus, nafasnya jadi tak beraturan sebab mulai tersulut emosi. Bukankah ini berarti Askara berusaha untuk memanfaatkan dirinya sekarang? Arina merasa seolah-olah dia diperas dengan diperlakukan seperti ini. "T-tunggu dulu! Saya bukan wanita seperti yang Anda pikirkan," jawabnya impulsif.Satu alis Askara tergerak naik, "Menurutmu apa yang saya pikirkan tentang kamu memangnya?" Tanya Askara balik.Lidah Arina kelu, seolah keberaniannya tadi menciut dan bahkan memudar dengan mudahnya. Sekarang dia sama sekali tak punya jawaban yang dia ra

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   22. Sebuah Kesalahan?

    Askara menahan senyumnya melihat gestur perempuan yang entah sudah berapa kali singgah dalam mimpi-mimpi indahnya beberapa malam belakangan ini. Netra indah itu membulat dengan sempurna, pun bibir mungilnya yang menganga kala mendengar ucapan Askara yang harus dia akui cukup berbahaya itu. Sejujurnya, jangan tanya apakah Askara bahkan berani melakukan reka ulangnya itu. "Pak Askara!" Arina mundur selangkah dengan dua tangan mengapung di udara. Entah apa yang tengah gadis itu lakukan. Tapi di mata Askara, Arina hanya nampak menggemaskan.Mereka berdua kemudian terdiam sesaat, sebelum akhirnya Askara kembali membuka suara. "Jadi, apa pilihan kamu?"Arina menelan ludahnya sendiri dengan gugup. Wanita itu mulai mendapatkan kembali potongan bayangan yang justru kini membuatnya kikuk sendiri. Sejujurnya, dia bahkan belum bisa mempercayai Askara seratus persen. Jelas sekali terlihat dari gesture tubuhnya. Wanita itu bahkan ragu semua potongan itu adalah nyata.Tapi akhirnya, wanita dengan

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   21. Meminta Pertanggungjawaban

    Sebuah desiran halus menjalari tubuhnya. Terutama sebab netra yang saling tenggelam seolah menjajah kedalaman hati masing-masing berpadu dengan genggaman yang terasa menyengat. Suara dalam Askara yang melantunkan sebuah kalimat tanya memperparah kinerja otak Arina yang serasa melambat. Apa maksudnya?Seingatnya, ini adalah kali kedua Askara menyebutkan kalimat ini. Pertama saat mereka bertemu di kampus. Namun saat itu Arina tidak ambil pusing. Terlebih Askara seperti tidak juga memperpanjangnya. Tapi pria itu kali ini menyebutkannya lagi dan kali ini dari tatapannya seolah meminta sebuah jawaban. Senyumnya tipis, seperti menyimpan rahasia kecil yang baru akan ia buka. “Kamu pernah kesini karena tempat ini adalah tempat pertama kali kita bertemu.”Alisnya terangkat, Arina menatap Askara dengan ragu, tapi juga tak bisa mengabaikan detak jantungnya yang tiba-tiba berdentum lebih keras. Lorong itu memang familiar—tapi bukan hanya karena ruangannya, melainkan karena getaran yang kini kemba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status