Home / Rumah Tangga / Kontrak Hasrat Tuan Presdir / BAB 5 — TIDAK ADA PILIHAN

Share

BAB 5 — TIDAK ADA PILIHAN

last update Last Updated: 2023-09-20 14:25:06

Sayangnya, Yura tak menemukan jawaban.

Jadi, pagi-pagi buta, wanita itu bergegas menuju rumah sakit untuk menjernihkan pikiran.

Dia juga ingin meminta keringanan dan tambahan waktu kepada pihak rumah sakit. 

Tawaran yang diberikan Tuan Gin dijadikan pilihan terakhir tatkala benar-benar tak punya kesempatan.

Yura masih ingin mengusahakan membayar semua biaya sang suami dengan cara yang halal.

Mana uang yang kau dapatkan semalam? Kita harus segera membayarnya di kasir!”

Deg!

Katrina ternyata ada di ruangan sang suami.

Mertuanya itu kini menyodorkan telapak tangan, menanti sang menantu memberikan segepok uang atau mungkin selembar cek bertuliskan angka empat ratus juta. 

Hal ini jelas membuat Yura menunduk.

Katrina lantas mendecakkan bibirnya. Malah menunduk! Cepat mana uangnya, Yura!” tuntutnya kembali dengan tangan yang masih terbuka dihadapannya. Sayang, nada keras itu hanya dihadiahi bungkaman bibir oleh menantunya. Kesabarannya mulai terkoyak hingga semakin naik pitam.

Jangan bilang kau tak mendapatkan uang itu?”

Aku .... Aku belum dapat uangnya, Bu,” jawab Yura dengan nada lemah.

ASTAGA!” Katrina membuang napas kesal. Barisan giginya mulai bergemertak dan jari-jarinya kembali mengepal sempurna. Bola matanya menajam menghunus Yura begitu dalam. “Bagaimana bisa kau tidak mendapatkan uang itu, ha? Apa kau tidak berpikir, ini hari terakhir rumah sakit memberikan kesempatan?!”

Rencananya, aku akan bicara dengan pihak rumah sakit dulu, Bu. Aku akan meminta keringanan dan tambahan waktu kepada mereka, lalu aku akan meminjam uang di bank lain dengan menjaminkan sertifikat rumah,” jelas Yura kembali berharap sang mertua memahami. Wanita itu masih belum berani beradu tatap dengan Katrina.

Dasar tidak berguna!” Darah Katrina semakin mendidih. Wanita itu mendekat ke arah Yura lalu mencekal lengannya kuat-kuat. Dengan sekali dorongan ia berhasil membuat Yura terhuyung kehilangan keseimbangan. “Apa yang aku katakan kemarin kurang jelas?! Rumah sakit sudah mengatakan tidak ada toleransi dan kau masih saja ingin mengemis belas kasih mereka?”

Bu aku—”

Wanita bodoh!” potong Katrina seraya melemparkan sebuah tamparan keras. Wanita itu tak ingin mendengar penjelasan apapun dari Yura. Napasnya sudah memburu bersiap melakukan kekerasan apapun kepada sang menantu bila saja tak ingat keberadaan mereka di depan ICU. “Susah payah aku merayu Lily agar menerimamu, tapi kau justru menyia-nyiakan kesempatan!”

Sedangkan Yura pasrah menerima perlakuan Katrina. Air yang sejak tadi ia bendung kini pecah, beruraian membasahi wajah yang memerah. Tidakkah sang ibu mengerti bahwa dirinya terjebak di antara dua pilihan yang sulit?

Aku hanya ingin menggunakan cara yang benar dan menjaga pernikahan kami, Bu. Biarkan aku bicara dulu dengan rumah sakit.”

Katrina kembali menyorot Yura dengan tatapan tajam. “Cara yang benar, katamu? Jika masih ada banyak waktu kuijinkan kau mencari uang dengan caramu sendiri! Tapi sedikit saja gunakan otakmu untuk berpikir, Yura! Sekarang ini malaikat maut sedang menunggu putraku! Dan kau .... Kau sama saja sengaja melemparnya kepada mereka!”

Katrina membuang napas kasar, frustasi dengan cara berpikir menantunya. Mengapa terlalu naif jadi wanita? Saat keadaan tak mungkin lagi untuk menolak Yura masih saja berpikir tentang kesetiaan! Selanjutnya, Katrina kembali menarik lengan Yura dan membawanya menjauh dari ICU sebelum petugas medis menegur mereka karena membuat keributan. “Kau yang menyebabkan putraku kecelakaan! Kau juga yang harus bertanggung jawab atas itu! Aku tidak mau tahu, kau harus kembali kepada Lily sekarang juga dan mendapatkan uang itu siang ini!”

Gelengan kepala diberikan oleh Yura. “Tidak, Bu. Aku tidak bisa! Orang itu memberikan syarat aku harus menikah kontrak dengannya sampai Mas Rama bangun, aku tidak mau, Bu!”

Kau ini memang keras kepala!” Katrina lantas berjalan ke arah sebuah kursi. Wanita itu merogoh sesuatu dari dalam sebuah tas berwarna hitam, mengambil kumpulan lembar kertas yang terlipat. Selanjutnya melemparknya ke arah wajah Yura hingga sang menantu tersentak.

Sekarang lihat! Kau masih punya mata, baca kalimat terakhirnya!” titah Katrina dan Yura segera segera mengambil kertas itu. Dicarinya paragraf terakhir dan mengeja kata demi kata yang tersusun pada paragraf terakhirnya.

Di sana tertulis, surat itu sebagai peringatan terakhir dan tindak lanjut dari peringatan pertama juga kedua yang sebelumnya telah dikirimkan kepada Yura. Jika setelah ini Yura tak kunjung memberikan uang, maka sesuai dengan perjanjian semua pengobatan Rama akan dihentikan. Dan melalui surat itu pula, pihak rumah sakit menegaskan tidak ada keringanan yang akan diberikan sebab Yura telah melanggar kesepakatan, yaitu mengulur waktu tanpa memberikan uang tagihan kepada rumah sakit. Mereka juga menuliskan akan meminta bantuan pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah ini.

Sontak, bahu Yura terasa lunglai begitu membaca barisan tinta pada lembaran kertas itu. Tidak ada lagi harapan untuk berdiskusi kepada pihak rumah sakit. Artinya mau tidak mau, Yura harus memilih opsi yang terakhir.

Mau sampai mulutmu berbusa dan air matamu kering sekalipun, mereka tak akan pernah memberimu keringanan! Jadi sebaiknya turuti perintahku untuk mengambil tawaran itu, atau aku sendiri yang akan menyeretmu ke sana lagi!”

Usai berkata demikian, Katrina mengambil kembali surat yang dibaca oleh Yura. Selanjutnya melontarkan kalimat pedas kepadanya, “Dan camkan ini baik-baik! Aku tidak akan pernah mengampunimu bila terjadi sesuatu dengan putraku!”

Katrina melangkah pergi meninggalkan Yura yang kini kehilangan daya untuk menyangga tubuhnya. Wanita itu terduduk di lantai tak kuasa menahan air mata yang semakin meluncur deras. Sejenak, memandang tubuh sang suami yang terbaring lemah di ruangan bersuhu rendah itu dari balik dinding kaca. Berkali-kali meminta maaf dalam hati sebab harus merelakan pernikahan mereka demi menyelamatkan nyawanya.

Berikutnya, Yura mengambil ponsel dalam tas kecil, menyalakannya dan membuka sebuah aplikasi perpesanan, mencari nomor yang semalam telah ia simpan.

Tuan Gin.

[Saya menerima tawaran Tuan semalam, tetapi saya mohon segera kirimkan uangnya hari ini. Yura.] Begitulah kalimat yang ia tuliskan melalui pesan. Entahlah, ia tak ingin basa-basi. Lelaki itu pasti tahu bahwa Yura adalah wanita yang semalam bertemu dengannya. Kecuali jika Tuan Gin memberikan penawaran serupa pada wanita selain dirinya.

Pesan tersebut terkirim. Tanda centang dua membuktikan bahwa pesannya telah sampai pada pria misterius itu. Tak berselang lama, tanda centangnya berubah warna, lalu Tuan Gin memberikan sebuah balasan.

[Segera datang ke apartemenku setelah makan siang!]

[Lokasi]

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Martha tya
aduhhh ikutan emosi sama katrina
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 271 — TULANG RUSUK YANG TERTUKAR

    Tenggorokan Yura terasa kering. Sebenarnya, tidak masalah jika Rama berkenalan dengan putrinya. Tetapi, bukan itu yang menjadi kekhawatirannya. Semua itu tergantung dengan tanggapan Gin. Bagaimana pun juga, pria itu yang bisa menentukan keputusannya."Berikan saja, Sayang. Biarkan Pak Rama mengenal putri kita." Gin menyahut dari arah belakang. Entah kapan pria itu kembali, kini Gin sudah berdiri di sampingnya."Tapi—""Aku tidak keberatan. Tidak ada salahnya," sahut Gin kembali.Yura kemudian mengangguk dan memberikan Raya kepada mantan suaminya. Rama tampak berbinar melihat Raya dalam pangkuannya. Pria itu bahkan tersenyum sendiri.Sebagai mantan istri, Yura paham betul bahwa semenjak pernikahan mereka dulu, Rama selalu mendambakan kehadiran seorang anak. Namun, harapan mereka pupus kala mendapatkan hasil pemeriksaan medis yang menyatakan bahwa Rama tak bisa memiliki keturunan.Yura berharap, kehadiran Raya bisa sedikit mengobati rasa sakit Rama.Cukup lama Rama menimang Raya. Hingga

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 270 — AKU TIDAK PERNAH MENYESAL

    Sosok itu adalah Rama. Pria yang pernah menjadi suaminya selama kurang lebih lima tahun. Orang yang pernah ia perjuangkan dengan segenap jiwa dan raganya.Yura sudah tidak peduli padanya. Bahkan, dia tidak ingin tahu tentang apa yang dilakukan lelaki itu, hanya tidak menyangka akan bertemu dengan Rama kembali saat ini, di rumah mertuanya sendiri. Dan, Yura melihat perubahan yang sangat besar.Wajah Rama tampak lebih tua dan badannya sedikit kurus. Kumis dan jambangnya terlihat lebih lebat. Penampilannya pun jauh berbeda dengan pertemuan terakhir mereka dahulu. Ia sempat tak percaya bahwa orang yang kini berdiri di hadapannya ini adalah Rama. "Salam kenal, Bu Shinta." Yura menyapa Bu Shinta terlebih dahulu, kemudian mengarahkan padangannya kepada Rama. Ada kecanggungan yang kentara saat Yura bertatap muka dengan Rama, ia tampak ragu saat ingin menyapanya. Demikian halnya dengan Rama yang terlihat menelan ludahnya kasar. Untungnya, interaksi kaku mereka terbaca oleh Bu Shinta. Wanita

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 269 — SANG PEMILIK MASA LALU

    Suasana kediaman utama sore hari ini sedikit lebih ramai dari biasanya. Ketika Gin dan Yura sampai di sana, beberapa mobil jasa angkut berada di sana membawa beberapa paket barang. Gin bertanya kepada beberapa satu asisten rumah tangga yang berjaga di sana dan mereka mengatakan bahwa barang yang dibeli oleh sang ayah adalah lukisan yang secara khusus telah dipesan sejak berbulan-bulan lalu."Kenapa Ayah membeli banyak lukisan?" tanya Yura ketika sudah menjauh dari para asisten rumah tangga. "Maksudku, tumben sekali pesan sebanyak ini. Biasanya hanya satu atau dua untuk ganti properti kantor."Ya. Memesan lukisan bukan sesuatu yang tabu di keluarga Satwika. Sebagai menantu, Yura kerap membantu Wira atau pun Gin mencarikan seniman untuk membeli atau membuat lukisan. Namun, untuk kali ini, tampaknya Wira mencari tanpa bantuannya. Bahkan Gin, putranya sendiri, tidak tahu-menahu tentang ini.Gin yang sedang menggendong putrinya juga mengamati keadaan sekitar selama beberapa saat. Kemudian

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 268 — TEMPAT TERNYAMAN

    Beberapa minggu setelah kepergian Sarah.Mendengar suara tangisan bayi yang begitu kencang, Yura mematikan kompornya dan segera berlari ke lantai atas untuk memeriksa. Saat membuka pintu kamar ruang bayi, tubuhnya sejenak terpaku ketika menemukan Gin sedang menimang putrinya.Wanita itu menghela napas panjang. Sejak tadi, ia sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Saking sibuknya, sampai lupa dengan Raya. Namun, ketika kembali di sini, ia justru dibuat kagum dengan sikap sang suami. Pria itu bahkan belum berganti baju, masih mengenakan handuk mandi untuk menutupi tubuhnya.“Kenapa wajahmu tampak tegang seperti itu?” tegur Gin dengan suara beratnya."Ah, tidak, aku hampir lupa kalau meninggalkan Raya. Aku pikir kau masih mandi atau siap-siap, tapi ternyata kau sudah di sini."Gin hanya merespon dengan sebuah tawa pelan. "Apa aku tidak boleh menimang putriku sendiri?""Bukan seperti itu, Gin. Aku hanya terkejut saja," tutur Yura usai menggeleng sebagai respon.Gin kembali menarik kedua sudut

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 267 — MARTHA, SANG PENAWAR DUKA

    Meskipun ada kelegaan dalam hati karena telah menemukan Martha, Wira tetap tak bisa menyembunyikan dukanya. Kepergian Sarah meninggalkan luka mendalam dan penyesalan dalam dirinya. Semua juga tahu, tak ada yang bahagia saat ditinggalkan selamanya. Sejak tadi, pria itu memilih menyendiri di balkon kamar, merenungkan masa lalunya dan memikirkan masa depannya bersama Martha. Bahkan saat doa bersama di gelar di rumah untuk mengenang Sarah, Wira tak ingin bergabung dengan mereka. Ia lebih memilih untuk menikmati kesunyian dan keheningan di balkon kamarnya."Sudah hampir larut, Mas. Mau sampai kapan melamun di situ?"Suara Martha memecah keheningan di balkon. Malam ini, Wira langsung membawa Martha ke kediaman utama malam itu juga. Ia tidak ingin kehilangan jejak Martha lagi, wanita yang telah membawa secercah cahaya di tengah kesedihannya.Ketika tangan Martha menyentuh pundaknya, Wira menoleh. Ia menurunkan kaki dan mematikan puntung rokoknya. "Sudah selesai?" tanyanya, bermaksud menany

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 266 — JANGAN BIARKAN AKU KEHILANGANMU

    Setelah tiga puluh menit berkendara, mobil berwarna hitam milik Wira terparkir rapi di halaman sebuah rumah beraksen kayu. Rumah modern yang sebenarnya biasa saja dan jauh dari kota, tetapi begitu berarti untuk Martha, wanita yang kini menjadi istri satu-satunya. Rumah ini satu-satunya harapan Wira. Walau tak bisa memastikan apakah wanita itu benar-benar ke rumah ini atau tidak, pria tua berkemeja hitam itu hanya mengikuti kata hati. Gantungan kunci yang terlepas, menjadi satu-satunya petunjuk yang ingin ia buktikan.Dan semoga saja, Martha bisa ia temukan di sini.Ting Tong! Ting Tong! Wira menekan bel dan menanti beberapa saat. Hingga akhirnya terdengar suara pintu terbuka, Wira menoleh dengan cepat. Sayangnya, yang ia temukan bukan Martha, tetapi seorang pembantu di rumah itu.“Bapak?” sapa wanita itu kepada Wira. Rupanya, meski pertemuan mereka dulu hanya beberapa kali, tetapi wanita itu masih ingat bahwa Wira adalah suami majikannya.“Ibu pulang ke sini?” tanya Wira tanpa basa-

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status