แชร์

BAB 4 — HUBUNGI AKU

ผู้เขียน: Sinar Rembulan
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-09-10 14:38:13

"A--apa?"

Alih-alih menjawab, Yura justru merasakan Tuan Gin duduk di bibir ranjang dan menarik tubuhnya di atas pangkuan pria itu!

Hal ini sontak membuat Yura menahan degup jantungnya.

Dia sendiri tidak bisa melakukan apa-apa selain menurut. Ruang geraknya tak bebas dan kedua matanya masih tertutup rapat.

“Tugasmu hanya satu, melayaniku setiap malam dan tinggal di apartemenku. Kau masih boleh bekerja dan melakukan aktivitasmu seperti biasanya. Tetapi setelah itu, kau harus kembali menungguku pulang. Yang terakhir, kau harus menggunakan penutup mata seperti ini ketika bertemu denganku.”

Jantung Yura bagai terhenti sepersekian detik. Bibirnya hampir menganga mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan pria itu. Butuh keberanian untuk  melakukannya sebab menjadi istri kontrak adalah berkhianat dengan Rama.  Juga, mental dan hati sekuat baja karena tak boleh melibatkan perasaan selama berhubungan dengan sang Tuan.

Yang lebih sulit harus mau dicampakkan kapanpun lelaki itu jenuh dan dianggap sebagai budak nafsunya setiap diinginkan.

“Peraturannya masih sama seperti di tempat ini. Aku menggunakan bel untuk memberitahu kedatanganku. Dan kau dilarang membuka penutup mata ini selama aku berada di sampingmu. Kita memang menikah. Secara kontrak kau adalah istriku dan aku suamimu, tetapi jangan pernah sekali pun kau mencari identitasku, dan semua hal yang berkaitan denganku. Kau juga dilarang untuk berbagi cerita dengan siapapun tentang hubungan kita.”

Tuan Gin mengambil jeda, lelaki itu sebelumnya telah meraih gelas Wine yang disediakan dan menyesapnya beberapa kali. Aroma alkohol yang cukup kentara menusuk rongga hidung keduanya. Yura sendiri enggan menyela, masih menunggu lelaki itu memberikan penjelasan lebih lanjut.

“Semua kebutuhanmu akan aku jamin. Semua yang kau perlukan akan aku berikan.” Tuan Gin menyesap anggurnya sekali lagi, lalu meletakkan gelasnya dan kembali memperhatikan Yura, memain-mainkan jarinya di kulit halusnya. “Bagaimana Yura, apakah kau setuju dengan tawaranku?” 

Semakin lama, jemari bergerak turun hingga perutnya, membuat pikiran Yura buyar seketika. Jawaban dalam kepalanya belum menemui sepakat, tetapi sentuhan pria itu memecah konsentrasinya. Dari gerakannya saja, Yura sudah menduga bahwa Tuan Gin adalah sosok yang handal perihal urusan ranjang.

Sialnya, Yura sudah lama tak merasakan permainan semacam itu. Rasa rindu akan jamahan seorang pria justru membuatnya menikmati permainan Tuan Gin. Hampir lima tahun lamanya, Yura tak pernah terpikirkan untuk mencari pelampiasan, hasratnya selalu tenggelam dengan pilu akibat Rama yang tak kunjung bangun dari tidur panjangnya.

“Em .... Maaf, Tuan. Sampai kapan kontrak itu akan berjalan?”

Susah payah Yura merangkai kata itu. Akal sehatnya hampir hilang ketika jari lelaki itu menyelinap tanpa permisi di bagian inti. Tangannya spontan mencengkeram erat lengan kekar yang membebat tubuhnya. Sedangkan Tuan Gin merapatkan bibirnya pada telinga Yura, lagi-lagi mendaratkan sebuah kecupan tipis di sana membuat wanita itu hampir gila.

“Selama suamimu masih dalam keadaan koma,” jawab Tuan Gin lalu menaruh kepala di ceruk leher Yura. “Kau hanya perlu melayaniku selama suamimu masih terbaring di rumah sakit. Perjanjian kita akan berakhir ketika suamimu sudah tak menjalani perawatan.”

Kembali Yura berpikir, berusaha menggunakan sisa-sisa logika yang hampir hilang direnggut gairah.  Bagaimana bila Rama tahu tentang semua hal yang ia lakukan ini? Jawaban apa yang harus ia berikan ketika suaminya bertanya? Akankah Rama percaya dan berterima kasih kepadanya? Atau justru sebaliknya?

Namun, tidak ada pilihan selain menolak. Yura juga sudah terlanjur menyerahkan tubuhnya untuk dijamah pria selain suaminya. Sudah terlanjur basah, mengapa tidak sekalian menceburkan diri saja?

“Kau ragu dengan tawaranku?” Tuan Gin bertanya kembali ketika Yura tak kunjung memberi jawaban. Lelaki itu menyudahi aktivitasnya dan melepas tautan tangannya. “Kau tidak percaya denganku?”

Wanita menggeleng. “Bukan, Tuan. Saya percaya Tuan Gin tidak pernah main-main dengan tawaran ini, tetapi saya hanya sedang mempertimbangkan keputusan. Saya tidak mau salah langkah dan merugikan kita berdua. Lalu, bagaimana jika istri atau kekasih anda tahu perjanjian kita?”

“Aku single,” jawab lelaki itu.

Nada Tuan Gin terdengar serius, tidak seperti pria nakal kebanyakan yang merayu wanita-wanita penghibur untuk menjadi simpanannya. Namun, bagi Yura kata ‘single’ itu bisa diartikan banyak maksud. Bisa saja sudah menikah lalu berpisah, atau mungkin saja belum beristri tetapi memiliki banyak koleksi perempuan. Atau memang tidak keduanya.

Entahlah, bukan kapasitasnya untuk bertanya ranah pribadi Tuan Gin. Akan tetapi bila memang benar-benar single dalam artian tidak memiliki dan belum pernah memiliki pasangan, maka tidak ada hal yang ia takutkan dari sisi lelaki itu. Sekarang, hanya tinggal keputusan Yura.

"Saya .... Bolehkah saya meminta waktu, Tuan? Saya meminta waktu setidaknya satu hari untuk berpikir."

Tuan Gin tidak segera menjawab. Suara langkah yang menjauh dari tubuhnya membuat Yura bisa menerka bila lelaki itu turut berdiri di hadapannya. Mengandalkan indera penciuman untuk mencari tahu keberadaan pria yang tak ia ketahui identitas juga wajahnya itu.

“Besuk sore batas waktumu. Jika kau setuju hubungi aku!”

Lagi-lagi Yura menganggukkan kepalanya. Beberapa saat kemudian ia mendengar sebuah pintu terbuka lalu tak lama berselang bel dalam ruangan itu berbunyi menandakan Tuan Gin telah pergi.

Yura segera membuka kain penutup, lalu menghela napas lega sebab setelah sekian lama bergulat dengan gelap, akhirnya bisa kembali memasok cahaya pada retinanya. Detik berikutnya, wanita itu mengambil sebuah kertas yang sengaja ditinggalkan di atas nakas.

Tidak masalah dengan nomor yang dituliskan, hanya saja barisan huruf yang ditulis tangan itu, terasa tak asing baginya....

"Apakah aku mengenal Tuan Gin?" batinnya bingung.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (1)
goodnovel comment avatar
Candrika Putriandewi
hmmm teka-teki apa lagi ini, jangan-jangan mereka udah kenal dari lama?
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 271 — TULANG RUSUK YANG TERTUKAR

    Tenggorokan Yura terasa kering. Sebenarnya, tidak masalah jika Rama berkenalan dengan putrinya. Tetapi, bukan itu yang menjadi kekhawatirannya. Semua itu tergantung dengan tanggapan Gin. Bagaimana pun juga, pria itu yang bisa menentukan keputusannya."Berikan saja, Sayang. Biarkan Pak Rama mengenal putri kita." Gin menyahut dari arah belakang. Entah kapan pria itu kembali, kini Gin sudah berdiri di sampingnya."Tapi—""Aku tidak keberatan. Tidak ada salahnya," sahut Gin kembali.Yura kemudian mengangguk dan memberikan Raya kepada mantan suaminya. Rama tampak berbinar melihat Raya dalam pangkuannya. Pria itu bahkan tersenyum sendiri.Sebagai mantan istri, Yura paham betul bahwa semenjak pernikahan mereka dulu, Rama selalu mendambakan kehadiran seorang anak. Namun, harapan mereka pupus kala mendapatkan hasil pemeriksaan medis yang menyatakan bahwa Rama tak bisa memiliki keturunan.Yura berharap, kehadiran Raya bisa sedikit mengobati rasa sakit Rama.Cukup lama Rama menimang Raya. Hingga

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 270 — AKU TIDAK PERNAH MENYESAL

    Sosok itu adalah Rama. Pria yang pernah menjadi suaminya selama kurang lebih lima tahun. Orang yang pernah ia perjuangkan dengan segenap jiwa dan raganya.Yura sudah tidak peduli padanya. Bahkan, dia tidak ingin tahu tentang apa yang dilakukan lelaki itu, hanya tidak menyangka akan bertemu dengan Rama kembali saat ini, di rumah mertuanya sendiri. Dan, Yura melihat perubahan yang sangat besar.Wajah Rama tampak lebih tua dan badannya sedikit kurus. Kumis dan jambangnya terlihat lebih lebat. Penampilannya pun jauh berbeda dengan pertemuan terakhir mereka dahulu. Ia sempat tak percaya bahwa orang yang kini berdiri di hadapannya ini adalah Rama. "Salam kenal, Bu Shinta." Yura menyapa Bu Shinta terlebih dahulu, kemudian mengarahkan padangannya kepada Rama. Ada kecanggungan yang kentara saat Yura bertatap muka dengan Rama, ia tampak ragu saat ingin menyapanya. Demikian halnya dengan Rama yang terlihat menelan ludahnya kasar. Untungnya, interaksi kaku mereka terbaca oleh Bu Shinta. Wanita

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 269 — SANG PEMILIK MASA LALU

    Suasana kediaman utama sore hari ini sedikit lebih ramai dari biasanya. Ketika Gin dan Yura sampai di sana, beberapa mobil jasa angkut berada di sana membawa beberapa paket barang. Gin bertanya kepada beberapa satu asisten rumah tangga yang berjaga di sana dan mereka mengatakan bahwa barang yang dibeli oleh sang ayah adalah lukisan yang secara khusus telah dipesan sejak berbulan-bulan lalu."Kenapa Ayah membeli banyak lukisan?" tanya Yura ketika sudah menjauh dari para asisten rumah tangga. "Maksudku, tumben sekali pesan sebanyak ini. Biasanya hanya satu atau dua untuk ganti properti kantor."Ya. Memesan lukisan bukan sesuatu yang tabu di keluarga Satwika. Sebagai menantu, Yura kerap membantu Wira atau pun Gin mencarikan seniman untuk membeli atau membuat lukisan. Namun, untuk kali ini, tampaknya Wira mencari tanpa bantuannya. Bahkan Gin, putranya sendiri, tidak tahu-menahu tentang ini.Gin yang sedang menggendong putrinya juga mengamati keadaan sekitar selama beberapa saat. Kemudian

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 268 — TEMPAT TERNYAMAN

    Beberapa minggu setelah kepergian Sarah.Mendengar suara tangisan bayi yang begitu kencang, Yura mematikan kompornya dan segera berlari ke lantai atas untuk memeriksa. Saat membuka pintu kamar ruang bayi, tubuhnya sejenak terpaku ketika menemukan Gin sedang menimang putrinya.Wanita itu menghela napas panjang. Sejak tadi, ia sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Saking sibuknya, sampai lupa dengan Raya. Namun, ketika kembali di sini, ia justru dibuat kagum dengan sikap sang suami. Pria itu bahkan belum berganti baju, masih mengenakan handuk mandi untuk menutupi tubuhnya.“Kenapa wajahmu tampak tegang seperti itu?” tegur Gin dengan suara beratnya."Ah, tidak, aku hampir lupa kalau meninggalkan Raya. Aku pikir kau masih mandi atau siap-siap, tapi ternyata kau sudah di sini."Gin hanya merespon dengan sebuah tawa pelan. "Apa aku tidak boleh menimang putriku sendiri?""Bukan seperti itu, Gin. Aku hanya terkejut saja," tutur Yura usai menggeleng sebagai respon.Gin kembali menarik kedua sudut

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 267 — MARTHA, SANG PENAWAR DUKA

    Meskipun ada kelegaan dalam hati karena telah menemukan Martha, Wira tetap tak bisa menyembunyikan dukanya. Kepergian Sarah meninggalkan luka mendalam dan penyesalan dalam dirinya. Semua juga tahu, tak ada yang bahagia saat ditinggalkan selamanya. Sejak tadi, pria itu memilih menyendiri di balkon kamar, merenungkan masa lalunya dan memikirkan masa depannya bersama Martha. Bahkan saat doa bersama di gelar di rumah untuk mengenang Sarah, Wira tak ingin bergabung dengan mereka. Ia lebih memilih untuk menikmati kesunyian dan keheningan di balkon kamarnya."Sudah hampir larut, Mas. Mau sampai kapan melamun di situ?"Suara Martha memecah keheningan di balkon. Malam ini, Wira langsung membawa Martha ke kediaman utama malam itu juga. Ia tidak ingin kehilangan jejak Martha lagi, wanita yang telah membawa secercah cahaya di tengah kesedihannya.Ketika tangan Martha menyentuh pundaknya, Wira menoleh. Ia menurunkan kaki dan mematikan puntung rokoknya. "Sudah selesai?" tanyanya, bermaksud menany

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 266 — JANGAN BIARKAN AKU KEHILANGANMU

    Setelah tiga puluh menit berkendara, mobil berwarna hitam milik Wira terparkir rapi di halaman sebuah rumah beraksen kayu. Rumah modern yang sebenarnya biasa saja dan jauh dari kota, tetapi begitu berarti untuk Martha, wanita yang kini menjadi istri satu-satunya. Rumah ini satu-satunya harapan Wira. Walau tak bisa memastikan apakah wanita itu benar-benar ke rumah ini atau tidak, pria tua berkemeja hitam itu hanya mengikuti kata hati. Gantungan kunci yang terlepas, menjadi satu-satunya petunjuk yang ingin ia buktikan.Dan semoga saja, Martha bisa ia temukan di sini.Ting Tong! Ting Tong! Wira menekan bel dan menanti beberapa saat. Hingga akhirnya terdengar suara pintu terbuka, Wira menoleh dengan cepat. Sayangnya, yang ia temukan bukan Martha, tetapi seorang pembantu di rumah itu.“Bapak?” sapa wanita itu kepada Wira. Rupanya, meski pertemuan mereka dulu hanya beberapa kali, tetapi wanita itu masih ingat bahwa Wira adalah suami majikannya.“Ibu pulang ke sini?” tanya Wira tanpa basa-

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status