Satu Minggu kemudian, Dave akhirnya membawa Laura pulang mengingat sudah pulih kondisinya. Namun mereka yang baru sampai di sebuah rumah mewah dan sangat besar membuat Laura terkejut. "Mas! Kenapa ke sini? Ini rumah siapa?" Laura penasaran. Dave menghela nafas kasar, sulit bagi dia menjelaskan. Namun kebetulan nyonya Marina melakukan video call. Hingga akhirnya Dave tak perlu repot dengan cepatnya ia mengangkatnya dan memberikan pada istrinya. "Apa ini mas?" Laura menatap dengan wajah yang mendongak. "Ibu ingin bicara," jawab Dave singkat dengan sikapnya yang dingin. Laura menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya pelan, dan mulai mengangkat Vc dari sang ibu mertua. "Laura! Bagaimana apakah kamu suka dengan hadiah dari ibu dan ayah?" Tanya Nyonya Marina yang terlihat masih sibuk di rumah lama mereka. Kedua bola mata Laura berkaca-kaca saat bertatapan wajah dengan sang ibu mertua. Lalu dia menjawab dengan sebuah anggukan kecil. "Suka Bu, ini terlalu mewah Bu.""Laura! Sek
Satu jam kemudian, di sebuah club. Larisa segera turun dari mobilnya. Dia menatap dengan wajah yang mendongak di bangunan berlantai lima itu di mana tempat para kaum muda mencari hiburan. "Ck, kenapa Erland menyuruh ku ketemuan di sini? Apa tidak ada lagi tempat lain? Jika bukan demi memisahkan Laura dan Dave aku rasanya tidak Sudi," Larisa berdecak kesal, dengan sangat terpaksa ia meraih tas selempang lalu menutup pintu dengan cukup keras. BRUKKK! Suasana di club terlihat sangat ramai, terlihat lalu lalang para pemuda dan berapa wanita hiburan sebagai teman mereka malam ini. Music disco terdengar menusuk gendang telinga, membuat Larisa pun segera masuk. Mencari Erland yang sudah ada di dalam. "Dimana dia? Ngapain harus ke sini sih," Larisa mengelengkan kepala pelan karena tak habis pikir, harus masuk sana tapi demi rencananya membuat dia tidak peduli. Erland yang sudah ada di sana bersama teman-teman wanitanya, dia tanpa ragu memanggil Larisa sembari melambaikan
"Justru itu, ibu harus bantu aku buat dapatkan dia lagi," Pinta Larisa penuh penekanan. Widia menghela nafas jengah, saat melihat Larisa yang begitu terobsesi. Membuat dia bingung apa lagi mereka sudah sepakat tidak akan meminta kompensasi apa pun lagi setelah di beri uang atas kecelakaan Laura. Kening Larisa berkerut rapat, saat melihat sang ibu yang malah bengong tanpa banyak bicara seperti biasanya. "Kenapa ibu malah diam? Jangan bilang ibu sudah tidak mau membantu aku lagi?" Larisa kesal sampai melototi ibunya. Widia sudah tidak tahu lagi, harus berbicara apa lagi. Tapi yang jelas dia juga ingin membuat putri kesayangannya bahagia. "Larisa! Kamu yang tenang ibu akan memikirkan cara agar kamu bisa tinggal dengan mereka," Widia menyeringai. Mendengar hal itu, Larisa sedikit lega dan sudah tak sabar dengan rencana ibunya. Bastian yang sangat ingat jelas dengan karakter nyonya Nena. Membuat dia berusaha mengingatkan istri dan putrinya. "Keluarga Farmosa sangat rum
Laura memejamkan kedua pelupuk matanya, saat ciu-man Dave begitu dalam dan aroma mintnya di tenggorokannya seolah membiusnya dan larut dalam buaian yang membuatnya mabuk kepayang. Sampai wanita cantik ia tanpa sadar merespon, mereka berdua saling menukar saliva saat benih-benih hasrat mulai menggebu. "Kau begitu menikmati," Dave menyeringai, saat melepas pagutan bibirnya. Seketika wajah Laura tersipu malu sampai memerah merona, bahkan merasa kikuk saat mendengar ledekan dari lelaki yang bergelar suaminya itu. "Ma-mas bicara apa?" Laura memalingkan pandangannya sampai tak berani memandang Dave karena malu, bohong juga jika dia tidak menikmati sentuhan bibir Dave, lelaki tampan dengan seribu pesonanya. Dave menyeringai, saat melihat istrinya tengah menyusut sudut bibirnya. Sampai terlihat sedikit bengkak karena terlalu lama tadi. "Jangan sok polos, sudah lama kan kamu menginginkan ini?" Ledek Dave yang kembali menjaga image, sembari merapihkan kerah kemejanya.Laura hanya menghela
Jantung Dave berdegup sangat kencang, saat bibir merah Laura gak sengaja mengenai tangannya. Membuat dia terlihat salah tingkah sampai kedua kupingnya memerah. "Ma-mas Dave, itu kupingnya kenapa?" Celetuk Laura dengan polosnya bertanya dengan wajah yang mendongak. Dave buru-buru memasang wajah serius, karena tidak mau jika sampai Laura kegeeran atas dirinya. "Tidak apa, aku hanya alergi panas saja, dan ini semua karena mu," Ketus Dave menjawab. Laura merasa bersalah, dengan pelan ia menggeser tubuhnya sampai tak sengaja merasakan sakit di punggungnya. "Aaakh .." Rintihnya. Dave segera berdiri, lalu dia memastikan kondisi Laura yang tanpa sabar menggerakkan tubuh tanpa ijinnya. "Kau ini kenapa banyak gerak? Lupa lupa mu belum pulih bisakah kau tidak ceroboh!" Laura menelan saliva karena gugup, saat Dave marah besar padanya karena tidak berhati-hati. "Maafkan aku mas, aku tidak bermaksud untuk membuat mu cemas, biarkan aku nyalakan Ac-nya, ya." Laura meraih remote mini. Karena tid
Tuan Handoko memutar badan, lalu dia berusaha menjelaskan betapa liciknya Bastian dan istrinya yang sudah beberapa kali mempermainkan keluarga mereka. Bahkan tanpa sungkan pria paruh baya itu menceritakan awal bagaimana calon istri Dave yang tadinya Larisa di tukar dengan Laura. Membuat Oma Nena tertegun, setidaknya dia merasakan hal yang sama. Tapi mengingat hal baik untuk Dave membuatnya tidak masalah tapi malah sebaliknya. "Tidak perlu kau hiraukan lagi, Laura adalah wanita terbaik untuk Dave, dari pada Larisa gadis yang tidak tahu etika itu!"Tuan Handoko hanya bisa patuh, dan dia juga sependapat tapi setelah memberikan kompensasi pada Bastian kemarin dia tidak ingin lagi berurusan dengan mereka lagi. Nyonya Nena juga setuju, karena dia tahu Widia dan Bastian hanya memanfaatkan Laura dan keadaan. Davin yang sengaja menguping di balik pintu, saat ayah dan neneknya sedang berbicara serius membuat dia begitu kesal dan merasa tidak adil. "Keterlaluan! Bisa-bisanya ayah dan Oma m