Home / Romansa / Kontrak Pemikat CEO Dingin / BAB IV SUMBER MASALAH

Share

BAB IV SUMBER MASALAH

Author: Ilastriasanim
last update Last Updated: 2025-01-23 15:13:58

"Halo, nona? Kita bertemu lagi." Suara berat pria berusia 50 tahunan.

'Ah,aku tahu pria ini' batin Naira, membuka pelan matanya melihat pria bertubuh kekar di depannya, wajahnya cukup sangar, sambil menjinjing sebuah tas hitam di tangan kirinya. Naira hanya tersenyum tipis, tapi pria itu membalasnya dengan wajah datar.

"Bagaimana dengan janjimu, nona?"

"A-ahh ...soal itu, ma-maaf bos Sam. Untuk kali ini, beri saya waktu seminggu lagi." Pinta Naira gugup, tersenyum berseri menampilkan gigi atasnya sambil mengatupkan kedua tangannya memohon.

"Maksudmu? Kau mau berbohong lagi?!" tanya Pria itu yang dipanggil sebutan bos Sam, dengan suara meninggi.

"Tidak berbohong bos! Tapi saya minta tambahan waktu lagi. Tolong untuk terakhir, kali ini saya minta perpanjangan waktu," jawab Naira dengan wajah memelas.

"Kau tahu kan, konsekuensi atas ucapanmu barusan?"

Naira Mengangguk.

"Maaf nona, saya sudah tidak mau tertipu dengan Anda lagi. Kali ini kau harus menyerahkan surat kepemilikan apartemenmu yang butut ini! Sisanya baru saya tagih minggu depan." Tekan bos Sam itu hendak menerobos masuk ke dalam apartemen. Namun dengan cepat Naira menghadang dan berjongkok mengatupkan kedua tangannya di atas kepalanya yang menunduk.

"Saya mohon bos, beri saya waktu. Beri saya waktu ..." Sejenak Naira terdiam berpikir mencari solusi. Ia teringat bayaran dari si 'Keparat sialan' itu belum cair. Padahal, rencana semalam sudah ia laksanakan. Kali ini ia bertekat menagih janjinya untuk mengatasi masalahnya hari ini.

'Semoga saja dia tidak menipuku juga,' batin Naira berharap.

"Beri saya waktu tiga jam! Ya, tiga jam!" Naira menunjukkan tiga jarinya mendongkak ke atas tubuh pria itu.

"Dalam tiga jam saya akan membayar separuh dari hutang saya dan sisanya minggu depan. Saya mohon jangan ambil apartemen milik saya satu-satunya," Naira mulai terisak. "Bos yang saya tahu, bos adalah orang baik. Karena mau meminjamkan uang sebanyak yang saya minta atas masalah saya waktu itu. Jadi, mohon ini terakhir kalinya saya meminta waktu."

Bos Sam menghembuskan napasnya dengan kasar, "Bagaimana kalau kau berbohong dan mencoba kabur, menjual apartemen ini tanpa sepengetahuanku?"

Naira mengatupkan bibirnya, bola matanya mengarah ke kanan dan ke kiri sambil berpikir apa yang bisa meyakinkan pria tua ini untuk percaya.

"Kalau saya kabur, bos harusnya sudah tahu cara memberi pelajaran pada setiap orang yang berhutang. Saya menyadari harga satu kepala saya tak akan sanggup menutupi jumlah hutang milik saya. Jadi, saya pastikan akan menepatinya," jawab Naira lembut dengan suara sedikit parau.

Bos Sam yang mendengar jawaban Naira yang terdengar menyedihkan, hanya menghela napas kasar. Ia sadar, jika orang seperti Naira ini selalu menepati setiap ucapannya walaupun selalu terlambat.

"Baiklah, dalam tiga jam kau harus mengirim bukti pembayaranmu!" ucap bos Sam akhirnya mengalah dan berbalik badan meninggalkan Naira.

"Terima kasih bos, terima kasih." Naira terus berucap sampai orang itu hilang dari koridor.

Naira menghela napas lega. Satu masalah terlewati, tapi masalah berikutnya muncul. Naira terduduk di kursi ruang tamunya yang sempit sambil merebahkan tubuhnya sebentar.

Tak lama Naira mengetik nama 'Keparat sialan' di kontaknya dan menghubunginya.

"Halo, Ton? Mana bayaran atas kinerjaku semalam?!" tanya Naira menagih.

Dari ujung sana terdengar balasan tertawa terbahak-bahak. Naira mengernyit, menggerutu. Ia tahu bahwa berhadapan dengan pria ini selalu bertele-tele dan menyebalkan.

"Cepaatt ...saya butuh sekarang! Bos Sam tadi datang dan menagih hutangku!" lanjut Naira mulai menekan suaranya. Sementara suara di sana tak menjawab.

"Antony, please... " Pinta Naira mulai menurunkan nada bicaranya.

"Hey, kerjamu baru separuh, ya! Masa sudah minta bayaran," sahut pria di ujung sana dengan santai.

"Ton, saya tahu soal itu. Tapi tolong untuk kali ini saya minta separuh dulu. Sisanya sesuai kesepakatan kita sebelumnya."

"Hm, gimana ya?" tanya Antony, mencoba mempermainkan Naira.

Naira yang sudah geram sejak tadi, hanya mampu memaki pria sialan yang sedang di teleponnya ini dengan suara yang tak terdengar. Ia terus menatap jam dinding di ruang tamunya yang terus berputar, melewati hampir 60 menit setelah kepergian bos Sam. Tersisa dua jam untuk menyelesaikan masalahnya. Suara di sana masih hening. Jari telunjuk Naira mengetuk-ngetuk meja, menghitung berapa detik ia menunggu jawaban pria pelit di ujung sana.

Akhirnya, suara di sana terdengar helaan napas kasar, "Baiklah, karena semalam kau sudah mengirim beberapa foto menjanjikan, saya kali ini berbaik hati pada nona Cleopatra cantikku. Hahaha," balas Antony, tertawa terbahak-bahak dan langsung menutup teleponnya.

Tak lama suara pemberitahuan dari salah satu m-banking di ponsel Naira berbunyi, sejumlah uang besar diterima dari Antony. Ia tersenyum lega, bersyukur kali ini Antony sedikit jinak.

[Segera jalankan Plan B], bunyi pesan singkat dari Antony setelahnya.

[Siap, bos!], balas Naira cepat.

Ia pun segera mengirimkan sejumlah nominal uang ke bos Sam atas sebagian hutangnya dan mulai berpikir strategi untuk 'Plan B'nya atas perintah Antony.

***

Tiga hari berlalu semenjak kejadian bersama Ken, Naira setiap hari mondar-mandir seperti sedang menunggu sesuatu. Secangkir kopi americano di tangan kanannya, pun masih saja tak mampu membuatnya ingin menyeruput.

"Aku gak bisa seperti ini terus, waktuku tidak banyak!" Naira mengurut keningnya yang hampir setiap hari dipakai untuk berpikir.

"Aneh ya, kenapa pria itu tidak mau mencariku? Sementara data dan semua kartunya ada di tanganku. Kenapa sampai hari ini tidak ada tanda ponsel berdering atau bel pintu berbunyi?! Apa jangan-jangan ia tidak peduli?!" Naira terus berbicara pada dirinya.

"Haruskah aku yang lebih dulu menghubunginya? Ha ..." Tangan Naira menutup mulutnya.

"Aaaahhh ...itu tidak mungkin! Itu artinya aku akan dituduh memerasnya. Eh, tapi, kalau aku tidak melakukannya?"

Naira memutar bola matanya sejenak berpikir. Keheningan apartemen kecilnya menyadarkan sesuatu untuk ia bertindak. "Skandal ini harus muncul di berita! Ya. Kalau tidak, riwayatku bisa tamat. Dia bukan orang sembarangan, aku bisa lebih dulu lenyap daripada berita skandalnya. Hm,"

"Oke. Aku tahu orang yang bisa membantuku kali ini," Naira tersenyum menyeringai.

Naira segera mengetik sesuatu di ponselnya, dan mengirimnya pada seseorang. Ia pun mengirim beberapa foto dirinya dan Ken yang tengah tidur bersama.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB CLX OVERDOSIS

    "Tawamu terdengar mencurigakan, Ken? Apa kau sedang menyembunyikan hal lain dariku?" "Apa?! Ti-tidak! Bukan apa-apa, hanya saja tuan Fred adalah sahabat Papa dan juga tuan William yang kumaksud sepuluh tahun yang lalu." Naira membelalak. "Ja-jadi ..." "Ya, beliau juga ada di sana pada hari itu. Dan beliaulah, yang membantu permodalan perusahaan Papa dan juga—" Tiba-tiba suara ponsel Naira berdering, menghentikan kalimat Ken yang sempat terputus. Naira menatap layar, Irene meneleponnya. "Halo, Ren, ada apa?" "Nai, gawat! Papa mengeluarkan busa di mulutnya. Aku melihat ada banyak obat berserakan." "Apa?! Astaga! Kau cepat hubungi ambulans, aku akan menyusul ke sana!" seru Naira yang di setujui Irene di ujung sana. Ia pun buru-buru hendak turun, namun rasa nyeri di perut menghantamnya kembali. "Nai? Ada apa? Apa yang terjadi dengan papamu?" Ken ikut khawatir. "Papa, Ken ...Papa ...! Sepertinya Papa overdosis. Aku harus segera ke sana!" "Ah, ya Tuhan ..." Ken mengusap k

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB CLIX HADIAH UNTUK NAIRA

    "Halo ...selamat datang tuan Fred ..." sapa Wilson tersenyum merekah menyambut kedatangan pria tua yang membuat Naira membeku sesaat. 'Hah? Tuan Fred?! Tuan Wilson mengenalnya?!' Naira membatin dengan mata yang masih membelalak ketika melirik Ken yang juga menyalami Fred dengan sikap santainya. Seolah keakraban itu sudah terjalin lama. 'Apa ini sebuah kebetulan? Kenapa tuan Fred itu bisa begitu mudah bertemu lagi denganku setelah hari sebelumnya kami berpapasan?'. Dalam benaknya, ia teringat bagaimana awal mula pertemuannya di rumah sakit. Itu terjadi saat tuan Fred menjenguk Papa karena sudah menyelamatkan. Apakah dunia sesempit itu?! "Halo, kita bertemu lagi, Nona ..." Suara Fred tiba-tiba menghentikan lamunan Naira. "Ah! Tu-tuan Fred? Hai ...rupanya Anda sedang di rumah sakit juga, ya?" "Lho?!" Fred bertukar pandang menunjuk ke arah Ken dan Wilson. Namun, mata Wilson seakan memberi isyarat untuk tak terbaca. "Hahah

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB CLVIII HADIAH UNTUK KEN

    Sorot cahaya putih tiba-tiba menyilaukan mata. Naira mengerjap-ngerjap memperjelas pandangan. Suhu ruangan itu terasa dingin. Bau aroma antiseptik sangat kental menusuk penciumannya. "Di mana aku?" "Kau sudah siuman, Nai?" Suara Ken terdengar serak. Nadanya penuh kecemasan. Ia menyentuh wajah Naira yang baru saja terbangun. "Jam berapa ini?" Sejenak Ken terdiam. Lalu, ia menatap lekat Naira. "Jam sembilan malam," jawabnya pelan. "Kau tadi pingsan di depan lift. Aku sangat panik ketika melihatmu tak sadarkan diri. Maaf, karena aku terlambat mengetahui kalau sebelumnya kau mengejar Mama dan Cath." Naira mengedarkan pandangannya. Tampak peralatan rumah sakit berjejer sesuai tempatnya. 'Ha? Aku di rumah sakit?' batinnya. "Aku cemas sekali saat di apartemen. Makanya aku telepon sopirku, lalu buru-buru membawamu ke sini." "Ha ... Ah ...ya, aku baru teringat," gumam Naira lirih, bangkit untuk duduk. Namun, saat tu

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB CLVII DI ANTARA TIGA WANITA

    "Kakak ...." panggil Cath menghampiri Ken, sambil terisak memegang pipinya yang terkena tamparan Naira. 'Syukurlah, Ken melihatnya langsung bagaimana perbuatan Naira,' batin Jasmine, meremas jemarinya di dada. Sementara Naira menelan kasar salivanya. Ken datang, disaat ia reflek menampar Cath yang bicara keterlaluan padanya. "Kakak ...lihat! Wanita penipu itu menamparku ...pipiku sakit sekali...dia sudah keterlaluan, Kak!" rengek Cath merasa tersakiti. Naira hanya menggelengkan kepalanya. Ingin rasanya menjelaskan, namun suaranya seakan tercekat ketika tatapan Ken memicing tajam padanya. Ken mengabaikan rengekan adiknya. Ia langsung berjalan mendekat ke arah Naira yang mulai terlihat gugup dan cemas. "Ken ...bukan maksudku ..." Suara Naira terdengar pelan. Namun, tiba-tiba, tangan Ken memegang lembut bahunya. Naira menatap dalam kebisuan saat mata Ken lekat menatapnya. "Maafkan adikku, Nai ..." Sontak, Cath dan Jasmine tercengang mendengar kalimat yang baru saja keluar dari m

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB CLVI SETERU

    "Mama ...?! Cath ...?!" "Kenapa? Kau terkejut dengan kedatangan kami?!" Naira spontan menggeleng. "Ah, tidak! Hanya saja ...apakah Ken tahu kalian ada di sini?" Suaranya terdengar rendah. Cath tersenyum menyeringai. "Memangnya perlu ya, seorang adik dan Mamanya datang harus meminta izin pada kakaknya?! Bukankah, dulu saat kau menjebak kak Ken, kami tak perlu meminta izin padanya saat kau sedang menjalankan aksi?!" Dahi Naira sedikit berkerut. Ia menatap keduanya berjalan mendekat ke arahnya. Jasmine, menepuk lembut bahu Naira, namun dengan sentuhan yang tersirat. Ia mendekatkan kepalanya sambil berbisik menekankan, "Mama tebak, kau datang ke sini karena sesuatu, kan? Tampaknya, wajahmu terlihat berseri. Seperti sebuah kabar baik datang padamu. Apakah benar dugaanku?" Deg! Jantung Naira mencelos. 'apa maksud ucapan Mama? Apa itu artinya mereka juga mengeta

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB CLV HADIAH TAK TERDUGA

    Di sebuah taman tak jauh dari apartemen Naira, Irene menemui sahabatnya sedang duduk dalam lamunan. Sambil menyodorkan satu kaleng minuman dingin, dia duduk di sampingnya. "Minumlah. Ini tak ada sodanya. Aman untuk ibu hamil." Naira melirik ke arah minuman itu, lalu pelan menerimanya. "Terimakasih," ucapnya terdengar lesu. Irene meneguk minuman miliknya, lalu terdengar desahan napas panjangnya. "Jika aku berada di posisimu, aku juga pasti akan sulit menentukan pilihan, Nai. Papamu sudah merawat dan menjadi peran ayahmu selama 20 tahun. Jadi, perasaan merelakan itu takkan mudah ia lakukan. Itulah kenapa, beliau masih menyembunyikannya selama ini." Naira ikut membuka tutup kaleng minumannya, lalu meneguknya juga hingga tersisa setengah. Sambil menarik napas panjangnya, ia mengatakan dengan lesu,"Ya. Aku tahu itu, Ren. Hanya saja, menurutku Papa dari dulu belum berubah. Keegoisannya selalu menukar apa yang harusnya jadi pilihanku, dengan apa yang harus kuturuti. Aku hanya sedikit k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status