Share

BAB LIII DILEMA

Penulis: Ilastriasanim
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-12 17:52:36

Mentari mulai merayap turun, semburat merah dan jingga berpadu dalam garis cakrawala yang membentang. Naira, Irene yang baru saja selesai berbelanja keperluan William, segera merebahkan diri di sofa apartemen yang terasa segar setelah mereka bersihkan sebelumnya.

"Aahh ...akhirnya, Nai ...kita bisa juga sampai ke tahap ini," ucap Irene menghela napas lega, dengan mata berbinar menatap ke atas langit apartemen. "Setelah empat tahun menemani papamu menjalani perawatan mental, dan kau yang akhirnya bisa melunasi utang pada bos Sam meski harus melalui pernikahan kontrak. Rasanya ... aku yang menemanimu selama perjalanan hidupmu ini, aku sudah bukan lagi disebut sahabat sejatimu, hehe" lanjutnya terkekeh menolehkan kepalanya pada Naira yang juga menatap langit apartemen. Ia menunggu respon Naira yang hanya mengulas senyum tipisnya.

"Harusnya aku menyebutmu apa, Ren?" tanya Naira, akhirnya menanggapinya.

"Mungkin ...kau bisa menyebutku ...mala
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LIV DRAMA ATASAN DAN BAWAHAN

    Udara tenang dan dingin khas di pagi hari, perlahan menghangat seiring dengan meningkatnya aktivitas di kantor. Beberapa orang sibuk lalu lalang membawa berkas dan melaporkannya pada atasan. Naira, yang tengah fokus mengetik dokumen di komputernya, matanya hanya sesekali menoleh ke arah gelas kopi americano di sampingnya sambil meneguknya. Jeff, juga sibuk mendesain poster dan brosur iklan pameran terbuka yang tak lama lagi akan di gelar. Sementara di ujung meja yang terpisahkan kaca transparan, Dominique, ketua tim acara tersebut cukup serius mengecek berkas-berkas yang dilaporkan stafnya dan beberapa rekanan tim dari marketing dan keuangan. Di sela kesibukannya, tiba-tiba telepon berdering mengejutkannya. Ia pun mengangkatnya sambil mengelus dadanya yang sedikit terlonjak. Tanpa sempat menyapa si penelepon, sebuah perintah dan peringatan terdengar membuat matanya membesar dan suaranya seakan tercekat. Ia meletakkan gagang telepon dengan sedikit mencengkramnya dan membantingnya sedik

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12
  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LV SEBUAH PENGAKUAN

    "Hai, karyawan baru?! Kau telat sepuluh menit dari yang saya minta!" "Apa?!" tanya Naira tak mengerti, saat melangkah masuk begitu pintu baru saja di buka. Ken sedang menatapnya dari arah meja kerjanya dengan ekspresi dingin dan senyum menyeringai. Tubuhnya membelokkan kursi ke kanan dan ke kiri dengan pena yang dimainkan di tangan kanannya. "Bu Dominique, tak memberitahuku!" sanggah Naira cepat. "Mungkin dia sengaja, agar kau dihukum olehku?!" balas Ken dengan senyum seringainya Dahi Naira mengernyit, dengan ekspresi masamnya. "Berarti itu bukan salah saya, tuan," gerutu Naira dengan nada sedikit meninggi. "Lagipula, kenapa juga saya harus menghadapmu terus?! Apa kau tak memiliki pekerjaan?" lanjutnya, memalingkan wajah sambil melipat kedua tangannya di dada. Sontak tubuh Ken bangkit dari kursinya, menghampiri Naira dengan senyum seringainya. Ia mengamati lekat wajah Naira dengan polesan bedak tipis berpadu warna merah

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-13
  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LVI GANTUNG!

    Di bawah pengaruh gairah yang membara, Ken membimbing Naira menuju sofa, merebahkannya perlahan seiring dengan gejolak hasrat yang membuncah dalam dirinya. Jas terlepas dan dasi terulur tak teratur hingga jatuh ke lantai. Dengan lembut, ia mengangkat tangan Naira, menggenggamnya erat sembari Mengeksplorasi setiap sudut mulut bersama decapan basah memecah keheningan. Sentuhan kasih yang berani mulai menyusuri lekuk tubuh Naira di balik pakaiannya. Namun, sebelum sentuhan itu mencapai area yang lebih intim, tangan Naira dengan lembut menahan gerakannya, membuat tatapan penuh tanya Ken tertuju padanya dalam diam. Naira menggeleng perlahan, lalu bangkit, melepaskan diri dari rengkuhan Ken yang hangat. Ken ikut bangkit, terduduk mendongak ke arah Naira yang berdiri. "Nai," lirih Ken, seolah mempertanyakan sikap Naira yang tiba-tiba menghentikannya. Suasana ruangan yang sebelumnya cukup memanas, sejenak terasa hambar begitu melihat Naira buru-buru merapikan pakaiannya yang sedikit terangka

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-13
  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LVII GALAU

    Semenjak Naira mengatakan kalimat terakhir pada Ken bahwa sementara tidak pulang ke apartemennya, sore itu ia pulang menaiki bus, dengan suasana pikiran yang tak karuan. Dengan langkah gontai akibat kelelahan bekerja, ia pun berhenti di sebuah halte tak jauh dari apartemennya. Ia mulai melanjutkan langkahnya sendirian. Sekitar lima belas menit ia berjalan, langkahnya terhenti saat memasuki area lorong apartemennya. Pemandangan sore di hari keduanya pulang ke apartemen, tampak berbeda. Dinding beton lorong apartemen yang biasanya terkesan suram dan menoton. Dalam sehari di tinggalnya bekerja, berubah dengan berbagai hiasan tanaman dalam pot. Sudah berdiri sosok penghuni baru, William, yang sibuk dengan aktifitasnya, tersenyum antusias menyemprot beberapa tanaman kaktus, sansevieria, Monstera deliciosa, dan berbagai tanaman lainnya. “Bagaimana, Nak?” tanya William, tersenyum merekah menanti penilaian Naira yang terpukau. “Wah, Papa keren! Papa hebat! Bisa mengubah tempat yang polos,

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LVIII TIDUR BERSAMA

    Sebuah taksi berhenti mendadak di depan bar. Naira melompat keluar, matanya liar mencari di tengah riuhnya malam. Di sudut remang, ia menemukan Ken sendirian. Terkulai di meja, wajahnya pucat dan rambutnya awut-awutan, pemandangan yang cukup menusuk hatinya. Jantung Naira mencelos melihat Ken serapuh ini. Ada rasa kasihan bercampur kekecewaan yang menghantamnya. "Aku seperti dejavu melihat kondisimu malam ini, Ken," gumam Naira berusaha mengangkat tubuhnya. Ken yang setengah sadar, hanya menatap samar-samar sosok gadis dalam pandangannya. Ia hanya meresponnya dengan senyum seringai dan tertawa yang tersendat-sendat. Setelah itu, ia benar-benar tertidur membuat Naira semakin kesulitan mengangkatnya. Naira yang tak mampu menopang tubuh Ken yang besar dan tinggi, akhirnya meminta pelayan bar untuk mengantarkannya ke luar sampai menemukan taksi yang lewat. "Terima kasih, tuan," ucap Naira, begitu ia selesai mendudukan Ken dalam taksi. Ia memberi anggukan kecil pada pelayan, sambil mem

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LIX MENUJU TITIK TERANG

    "Siapa yang membuatmu terburu-buru, Nai?" tanya Ken dengan suara sedikit serak. Ia menahan tangan Naira yang hendak melangkah pergi. "Ken? Kau sudah bangun?" tanya balik Naira sedikit terkejut, tangan Ken menahan langkahnya. "Ma-maaf Ken, pagi ini saya harus pulang dulu. Saya tak mau membuat Papa khawatir." Naira hati-hati melepaskan genggaman Ken. "Apa kau sungguh tak akan memperkenalkanku pada Papamu?" tanya Ken lagi menengadah ke arah Naira dengan mata penuh harap. Naira terdiam sejenak, menghindari tatapannya dengan wajah nanar."Apa kau sungguh hari itu tak benar-benar mengakui jika kau juga menyukaiku?" Suara Ken mulai sedikit bergetar, dengan napas yang tercekat."Apa kau sungguh mulai teringat hal lain yang tak aku ketahui, lalu membuatmu mulai menghindariku, Nai?" Ken terus mencecar Naira dengan kilatan terluka di matanya. Naira masih saja terdiam, ia memejamkan matanya sejenak sambil menghela napasnya yang berat. "Maaf, tuan. Saya benar-benar belum siap. Kalau bisa, saya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LX "KISAH TEMANKU"

    Jemari Naira sedikit berkeringat, jantungnya berdegup kencang, dan napas pun seolah tercekat menatap William yang menunggu perkataan Naira berikutnya begitu dia memulai pembicaraan serius. Pagi itu, sesuatu yang menekannya seolah membuat bibirnya tak bisa menahannya lagi. Ia harus jelaskan apa yang terjadi sebenarnya, dan hubungan antara dirinya dan Ken. Suara sendok dan garfu yang awalnya terdengar saling beradu, kini William letakkan perlahan, tangannya naik terlipat di atas meja. Matanya tajam mengawasi, membuat Naira semakin gugup dibuatnya. "Pap, a-ada yang ma-mau aku jelaskan hari ini. Ta-tapi ..." William melepas kacamatanya, dagunya sedikit mengangguk ke atas, memberi respon Naira untuk melanjutkannya. Namun, ia melihat putrinya tampak sangat gugup dan sedikit takut jika William mengetahuinnya. Suasana pagi yang hangat itu, seolah berubah menjadi dingin. Namun, William dengan sikap bijaknya, ia mulai menuntun Naira untuk tidak merasa tertekan. "Ajak priamu kesini nanti mal

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXI EMPAT MATA

    Naira teringat dengan janjinya bertemu dengan tantenya, Roselina. Pertemuan itu dijanjikan sore ini setelah sebelumnya saling berkabar lewat pesan singkat. Pesan pengingat Roselina muncul di layar ponselnya, setelah sebelumnya ia mengabari Ken jika William ingin bertemu dengannya malam ini. Sontak menjadi angin segar bagi Ken yang sudah menantinya dari hari-hari sebelumnya. Naira mulai menaiki bus sendirian. Sore itu ia berencana bertemu Roselina di cafe tak jauh dari klinik, setelahnya mengajak Ken ke apartemennya. Dalam bus itu, Naira duduk sendirian memangku tasnya, sambil mengetik beberapa pesan dikirimkannya pada Irene. Ia mengatakan banyak hal tentang kekhawatirannya jika Ken menemui William. Namun, tampaknya Irene belum meresponnya sama sekali. Ia paham sekali kesibukan Irene selama ini. Karena ia harus memegang tanggung jawab terhadap perusahaan kecil milik Naira, yang mana omset pendapatannya belum tinggi. Ia pun kuasakan sementara padanya untuk membuat Naira tidak terhubun

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17

Bab terbaru

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXXIX DUA LEMBAR TIKET

    Setelah sarapan selesai, William sibuk kembali merawat tanaman-tanamannya, dan mengerjakan pekerjaan lainnya. Setelah itu, ia beristirahat sejenak mengelap kaca matanya di sudut ruang tamunya, lalu memakaikannya kembali begitu menatap kalender yang terpasang di dinding. Lamat-lamat ia menghitung tanggal yang tertera dalam kalender satu bulan itu. "Huh! Dua minggu telah berlalu, aku belum menemukan pekerjaan apapun untuk mengisi waktuku selama masa pensiun," gumamnya lirih, menghela napas beratnya. Ia merenungi sulitnya mencari pekerjaan di usia segitu, apalagi memiliki riwayat sakit yang bisa kambuh kapan saja. Sementara, Naira yang sudah tidak bekerja di perusahaan Ken, hari itu ia hanya memantau beberapa laporan dari Irene, dan juga dari salah satu asistennya yang masih setia melaporkan perusahaan yang di kelola Antony di Indonesia. "Wait and see ...mari kita cek satu persatu," gumam Naira lirih, kembali ke kamarnya, menyalakan layar komp

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXXVIII SIAPAKAH NAIRA SEBENARNYA?

    Setelah kejadian gagalnya acara pertemuan dua keluarga Laura dan Ken, Jasmine hari itu tampak beberapa kali melihat ponselnya saat dapat panggilan telepon dan pesan dari Laura, memintanya untuk menemuinya di luar. Seperti teror di siang hari, dirinya merasa khawatir bercampur bingung menentukan sikapnya dan apa yang akan ia sampaikan pada Laura. Permintaan maafkah? Atau berpura-pura tidak tahu menahu, tapi mana mungkin? Laura yang malam itu menunjukkan sifat tempramennya di depan keluarga Wilson, sungguh membuatnya terkejut. Sedikitnya, dalam lubuk hatinya, ia merasa bersyukur acara pembahasan ulang pertunangan itu batal kembali. Karena ia akhirnya menyadari sikap dan sifat Laura memang benar-benar tak pantas untuk Ken. Kejadian akhir-akhir ini membuat perasaannya semakin kacau, apalagi sebelumnya tak sengaja mencuri dengar obrolan antara suaminya dan sahabat lamanya, William di paviliun. Jasmine hanya terkejut ketika tahu William ternyata suami Maladewi. Di man

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXXVII ANTARA CINTA DAN BENCI

    Sekitar pukul sembilan pagi, Naira kembali ke apartemen miliknya. Sebelum berpisah dengan Ken, ia sudah mengabari papanya akan pulang. Ken juga mengizinkannya, dan mengantarnya sampai halte tempat Naira turun dekat apartemennya. Hal itu mereka lakukan untuk menghindari kecurigaan William. Ia menemui papanya yang tengah menyiapkan sarapan pagi di meja makan. Senyum hangat dan rasa rindu berhari-hari tidak bertemu, membuat William terlihat antusias menyambut kedatangan putrinya. "Selamat pagi, Nak. Ayo, sarapan dulu. Kau pasti lelah beberapa hari menangani masalah perusahaanmu itu," sapa William mempersilahkan Naira duduk di hadapannya. Naira pun menerima sambutan hangat papanya dengan senyum merekah dari bibirnya. Matanya berbinar menatap banyak makanan dengan asap yang masih mengepul. "Wah ...Ini terlihat lezat sekali," ucapnya, tak sabar ingin segera menyantap. Ia pun mengambil satu sendok olahan daging campur sayur dan dimasukkannya ke mulut dengan lahap mengunyahnya. "Um, yummy

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXXVI ANAKKU ...?

    Dahi Naira mengenyit, melirik sekilas ekspresi Ken yang juga tampak termangu mendengar John mengeja namanya dengan penekanan. Dengan sedikit rasa ingin tahu, Naira bertanya kepada pria paruh baya di hadapannya, "Maaf, apa Om sedang mengingat seseorang yang dikenal?" Tersadar dari keterdiamannya, John menjawab sedikit terbata, "A-ah ...ti-tidak! Mungkin hanya pikiran saya saja yang sedang melantur. Saya hanya teringat seseorang, tetapi nama William tentu bukan satu-satunya di negeri ini." Ia menambahkan tawa yang terdengar dipaksakan. Ken menimpali, berusaha menengahi suasana kikuk di antara mereka, "Sepertinya cafe kecil ini ramai sekali sampai membuatmu sedikit gugup saat mendengar nama yang hampir kau kenal." John mengangguk kecil, lalu tertawa, "Ah, ya, sepertinya begitu. Maklum, sudah kepala lima, hahaha ... seperti ayahmu saja. Ngomong-ngomong, bagaimana kabarnya, Ken?" tanyanya, mengalihkan pembicaraan. Ken membalas dengan sedikit menyindir, "Baik, baik sekali. Namun, se

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXXV KABAR YANG MENYAKITKAN LAURA

    Laura menggeser kasar kursinya hingga berderit. Ia keluar dengan langkah lebar dan wajah yang merah padam mendekati Naira secara berhadapan. "Kau?! Apa kau benar-benar istrinya Ken?" tanyanya dengan nada yang menekan dan suara napas yang menderu. Jantung Naira mencelos, napasnya sedikit tercekat. Ia berusaha menegakkan wajahnya memandang Laura yang menatapnya lekat dengan tatapan seolah hendak membunuh. Ia mengembuskan napasnya pelan, berusaha untuk menguasai dirinya. Jemarinya ia gerakkan, agar ketegangan sedikit mengendur dalam dirinya. "Ya, nona Laura!" jawabnya pelan dan suara sedikit bergetar. "Maaf, pertemuan pertama kita harus mengetahui kalau saya sudah jadi istrinya." Mendengar hal itu, darah Laura semakin mendidih. Kepalan tangannya yang erat, reflek menampar Naira, namun dengan kecepatan tangan Ken yang menahannya, tangan itu tak sampai mengenai pipinya begitu Naira reflek menghindar sambil memejamkan matanya. Sontak mata Jasmine melebar, di tambah tangan Cath yang menc

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXXIV OPERA MAKAN MALAM

    "Ken?" gumam Laura, terkejut dengan mulut terbuka. Kilatan matanya menangkap dua sosok di hadapannya. Semua mata tertuju pada kehadiran Ken dan Naira yang baru saja tiba dan menyapa semuanya. Dalam satu meja itu, hanya ekspresi Wilson yang terlihat biasa saja. Sementara Jasmine dan Cath, ikut terkejut dengan keberanian Ken menunjukkan istrinya di depan keluarga Laura. Ketakutan dan kegelisahan semakin menerpa keduanya. Di mana selama ini, Cath selalu menghubungi Laura dan mengatakan hal-hal tentang kakaknya yang masih mencintainya. Dan Jasmine, di hari sebelumnya yang menjanjikan pertemuan setelah mendapatkan hadiah dari Laura, kali itu membuatnya tak bisa berkutik dan tak berani menjelaskan keadaan sebenarnya. Sementara orangtua Laura sangat syok karena pertemuan itu memunculkan orang baru yang membuat benak mereka bertanya-tanya, "Siapa gadis itu?" "Apa-apaan ini, tuan Wilson?! Kenapa? Kenapa Ken membawa seorang perempuan lain, sementara kita akan membicarakan pertunangan anak ki

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXXIII PERTEMUAN KELUARGA

    Orangtua dari pihak Laura baru saja tiba di depan rumah utama keluarga Wilson. Mereka disambut baik para pelayan yang sudah menunggunya di pelataran depan rumah. Jasmine dan Cath sudah berdiri di dalam, siap menyambut kedatangan keluarga Laura. Sementara Wilson masih di ruang kerjanya, ia masih menelepon seseorang dan terdengar pembicaraan serius. "Ya, ya, ya. Malam ini saya akan menemui putraku. Surat itu memang belum sempat kutanyakan padanya. Kau jangan terburu-buru. Karena ini bisa saja beresiko ke depannya," ucap Wilson dengan nada suara yang terdengar menenangkan, namun sedikit menyimpan kekhawatiran di dalamnya. "Kau percaya saja padaku, ini tak akan lama. Kalau begitu, saya tutup ya, panggilan ini. See You, Sir." Wilson mengakhiri sambungan telepon itu. Ia menghela napas berat. Garis kerut di dahinya menonjol, ia mengusap wajahnya kasar. "Ck. Ken ...Ken ...bagaimana ini?" gumamnya, sedikit mengurut keningnya, tampak khawatir. Matanya menyiratkan seolah tengah berpikir sesua

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXXII HARI PERTAMA BERKENCAN

    Ken menghampiri Naira yang bersembunyi di balik pilar, lalu dengan cepat menarik tangannya dan bergegas meninggalkan tempat itu. Sedikit terkejut, Naira hanya pasrah mengikuti langkah Ken menuju mobilnya. Ken membukakan dan mendudukannya di kursi penumpang, dan memakaikan sabuk pengamannya. Dengan langkah lebar, Ken segera memutar ke arah sisi pengemudi, dan duduk di kursinya. Ia melirik Naira yang masih terdiam dengan tatapan kosong ke depan. Perlahan, tangan Ken meraih tangannya dengan lembut, dan menggenggamnya sambil menundukkan wajah. "Maafkan aku, Sayang ..." gumam Ken lirih, suaranya terdengar berat. "Maaf, aku tak tahu jika dia berada di sana tadi. Dan menemukanku, sedikit jauh darimu." Mendengar permintaan maaf Ken, perasaan Naira yang campur aduk sedikit mereda. Ia pun meletakkan tangan satunya lagi di atas genggaman Ken. "Tak apa. aku ...hanya sedikit terkejut, mungkin aku sendiri yang terlalu kaku, mengingat hubunganmu dengannya terjalin cukup lama, jadi hal seperti itu b

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB LXXI TELEPON DARI WILLIAM

    "Kau di mana, Nak?" tanya William, dalam sambungan telepon dengan suara yang terdengar khawatir. "Um, maaf Pa, aku baru mengabarimu, aku ...sedang di rumah Irene. Aku sedang memiliki urusan pekerjaan dengannya, jadi maaf untuk beberapa hari aku tidak pulang dulu ya, Pa," "Kau sedang tidak bersama pria itu, kan?" tanyanya lagi membuat Naira sejenak termangu. Mata Naira melirik sekilas ke arah Ken yang sedang tersenyum di sebuah butik pakaian pria. "Ah, ti-tidak Pa, aku sudah lama tak menghubunginya," jawab Naira cepat, dengan jantung yang sedikit deg-degan. Sejenak hening, William tidak meresponnya. Suasana ruangan toko cukup tenang, membuat William di ujung sana tak begitu mencurigai keberadaannya. Saat itu Naira menelepon di samping ruang ganti pakaian. Sementara Ken berada di antara area rak pakaian dan sepatu. Ia masih fokus memilah-milah model sepatu sambil sesekali melirik Naira dengan tatapan lembut, tersenyum sambil melambaikan tangannya.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status