Matahari sudah terlihat mulai condong ke ufuk barat, sinarnya terlihat mulai redup, mega-mega merah mulai menghiasi cakrawala, bahkan dari arah selatan, terlihat serombongan burung yang tengah terbang bergerombol pulang kembali kesarangnya. Sementara itu dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan.
“Kau memang hebat putraku, kau memang hebat.....”. ucap seorang laki-laki berparas penuh wibawa yang tak lain adalah Gusti Patih Setyo Pinangan kepada seorang pemuda yang masih berusia belia sekitar 15 tahunan yang tak lain adalah Bintang adanya.
“Benar, tapi kau juga harus berhati-hati anakku, Patih Ranang pasti tidak akan senang atas kekalahan putranya tadi siang......”. ucap seorang wanita anggun yang tak lain adalah istri Gusti Patih Setyo Pinangan.
“Ah, tidak apa-apa dinda, kalau Patih Ranang berani macam-macam, dia akan berhadapan denganku......”.
“Ah, kanda.......jangan bicara begitu.....”.
“Bunda hanya mengingatkan, berhati-hatilah......”
“Baik bunda, pesan bunda pasti akan selalu Bintang ingat......”. ucap Bintang lagi seraya menjura hormat.
Berita tentang kemenangan Raden Bintang dalam pertarungan dalam ilmu kanuragan menghadapi Raden Santang putra Gusti Patih Ranang kian hari kian ramai diperbincangkan oleh masyarakat kota raja, dan hal inilah yang semakin membuat panas hati Gusti Patih Ranang mendengarnya.
“Cepat panggil Santang kemari......!!”. perintah Patih Ranang lagi kepada prajurit yang ada didekatnya.
“Baik Gusti.....”. prajurit itu segera keluar dan tak lama kemudian dia sudah kembali bersama seorang pemuda berwajah angkuh yang adalah Raden Santang.
“Sembah hormat saya kanjeng romo.....”. ucap pemuda itu lagi menjura hormat seraya mengambil tempat tak jauh dari hadapan romonya.
“Santang, tentu kau sudah mendengar kabar yang saat ini tengah santer dibicarakan oleh masyarakat kota raja.......”. ucap Patih Ranang lagi..
“Tentu romo, tentu saja sudah mendengarnya, kalau saja saya punya kesempatan, akan saya tantang Bintang itu sekali lagi......”.
“Sudah jangan kau pikirkan lagi hal itu, yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita bisa membuat Patih Setyo Pinangan bisa kita permalukan dihadapan Gusti Prabu Karang Sewu.......”
“Apa maksud romo......?”
“Kau tahu sendiri, mungkin dalam beberapa hari ini Gusti permaisuri akan melahirkan putra mahkota kerajaan Karang Sewu, dan kalau kita terus seperti ini, bukan mustahil putra Patih Setyo Pinanganlah yang dipilih oleh Gusti Prabu untuk menjadi Patih kepercayaan putra mahkota kerajaan Karang Sewu.......”. ucap Patih Ranang lagi hingga membuat wajah Raden Santang berubah.
“Kalau begitu kita memang harus berbuat sesuatu romo......”. ucap Santang lagi cepat.
“Ya, itulah yang romo pikirkan saat ini.....bagaimana kita bisa menjatuhkan nama dan martabat Patih Setyo Pinangan dihadapan Gusti Prabu Karang Sewu......”. ucap Patih Ranang lagi seraya terdiam, keningnya terlihat berkerut seperti tengah memikirkan sesuatu.
“Saya punya rencana Gusti......”. ucap pembantu kepercayaan Patih Ranang lagi tiba-tiba hingga membuat pandangan Gusti Patih Ranang dan Raden Santang beralih kearahnya. Dan terlihat pembantu kepercayaan Patih Ranang ini tengah membisikkan sesuatu kepada Patih Ranang, dan terlihat bibir Patih Ranang tersenyum.
“Boleh juga saranmu ki Bayut......tapi apa mungkin Gusti Prabu akan percaya.....?”
“Mudah-mudahan Gusti, namanya juga usaha......dengan perencanaan yang matang, hamba yakin Gusti Prabu akan mempercayai hal ini........”. ucap lelaki tua yang disebut ki Bayut itu lagi.
“Kalau begitu baiklah, jalankan rencanamu ki Bayut.....”. ucap Patih Ranang lagi, dan ki Bayut hanya menganggukkan kepalanya dengan pasti.
***
Malam menyambut sang rembulan yang terlihat bersinar redup malam itu, Bintang-Bintang tak banyak bertaburan diangkasa.
Sementara itu dirumah kediaman Gusti Patih Setyo Pinangan, terlihat seorang pemuda yang tengah asyik dibawah terpaan sinar sang rembulan tengah melatih ilmu kanuragannya ditaman belakang keputren tersebut, tidak ada seorangpun ditempat itu terkecuali dirinya hingga pemuda yang tak lain adalah Bintang itu dapat berlatih dengan leluasa ditempat itu, Bintang terlihat bertelanjang dada hingga memperlihatkan bentuk tubuhnya yang bidang dan berotot.
Memang sudah kebiasaan bagi Bintang untuk berlatih ilmu kanuragannya dimalam hari, karena kalau siang hari banyak sekali halangan dan gangguannya, sedang dimalam hari seperti saat ini Bintang dapat berkonsentrasi untuk melatih jurus-jurus Telapak Bayangannya yang sudah mencapai taraf sempurna.
Tanpa disadari oleh Bintang, dibagian depan rumah, tampak beberapa sosok bayangan hitam berkelebat diantara kegelapan malam, sosok-sosok yang berjumlah lima orang itu terlihat dengan sangat hati-hati melompat satu demi satu naik keatas atap rumah keputren kediaman Gusti Patih Setyo Pinangan, gerakan mereka yang begitu ringan, membuat belasan orang prajurit yang tengah berjaga tidak menyadari hal itu. “Settt......”. sebuah anak panah terlihat melesat dengan cepat kearah Bintang yang saat itu tengah berlatih, dan ; “Tap......”. untunglah pendengaran Bintang sudah begitu terlatih, hingga walau dikegelapan malam Bintang Masih dapat mendengar desiran halus yang mengarah dari arah kanannya dan dengan gerakan yang tak kalah cepat, tangan kanan Bintang bergerak, dalam sekejap saja sebuah anak panah sudah tertangkap ditangannya, seketika saja pandangan Bintang menatap kearah lesatan anak panah tadi berasal, tapi hanya kegelapan malam yang terbantang dihadapannya tanpa mampu menangkap
Keesokan harinya ada satu pristiwa yang sangat mengejutkan dan menggegerkan istana Karang Sewu, dimana pusaka kerajaan, Tombak Batara Geni hilang dicuri. Maka pada hari itu juga Gusti Prabu Karang Sewu mengadakan rapat mendadak dengan mengumpulkan semua para petinggi istana, termasuk para Patih dan Senopati kerajaan Karang Sewu. “Bagaimana menurut paman Mahapatih......?” “Ampun Gusti, menurut hamba kalau orang luar yang melakukan hal ini rasanya tidak mungkin, karena pusaka Tombak Batara Geni selain dijaga dengan amat ketat oleh para prajurit, hanya ada beberapa orang saja diantara kita yang mengetahui kode sandi tempat penyimpanan tombak pusaka Batara Geni itu........” “Jadi maksud paman Mahapatih, yang melakukan semua ini adalah orang dalam.......?” “Itu hanya perkiraan hamba saja Gusti, bisa saja salah......”. ucap Mahapatih Karang Sewu ini lagi terlihat menjura hormat. “Hamba sependapat dengan pendapat Gusti Mahapatih Gusti, rasanya tidak
Lima hari kemudian, Gusti Patih Setyo Pinanganpun dihadapkan pada Gusti Prabu Karang Sewu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan para pejabat dan petinggi kerajaan, Bintang dan istrinyapun ikut hadir ditempat itu. Beberapa hari sebelumnya Gusti Prabu Karang Sewu telah mengadakan pertemuan dengan para pejabat dan petinggi istana untuk memutuskan nasib Gusti Patih Setyo Pinangan dan banyak dari pejabat dan petinggi kerajaan yang masih tidak percaya kalau Gusti Patih Setyo Pinangan yang melakukan semua itu, tapi beberapa orang diantaranya terlihat terus mendesak Gusti Prabu Karang Sewu untuk menjatuhkan hukuman, karena walau bagaimanapun bukti sudah nyata kalau pusaka kerajaan tersebut ditemukan dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan, jika hukuman tidak dijatuhkan maka harkat dan martabat kerajaan Karang Sewu akan direndahkan oleh raja-raja tanah jawa lainnya dan hal inilah yang semakin membuat Gusti Prabu Karang Sewu serba salah, disalah satu sisi, hati nuraninya sangat tida
Matahari terlihat bersinar dengan teriknya menerpa bumi, sementara itu serombongan prajurit terlihat mengawal sebuah kereta kuda keluar dari perbatasan kerajaan Karang Sewu, dibarisan paling depan terlihat dua sosok laki-laki berparas penuh wibawa dengan pakaian kebesaran mereka sebagai seorang Tumenggung kerajaan Karang Sewu, matanya keduanya begitu terlihat tajam mengawasi keadaan disekitar mereka. Entah sudah seberapa jauh mereka meninggalkan perbatasan kerajaan Karang Sewu. Takkala salah seorang dari kedua Tumenggung itu mengangkat tangannya, dengan serta merta barisan prajurit yang ada dibelakangnya menghentikan langkah mereka. Lalu keduanya terlihat memacu kuda mereka mendekati kereta kuda tersebut, dari dalam kereta kuda, keluar beberapa sosok tubuh yang ternyata adalah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan beserta keluarganya. Kedua Tumenggung ini terlihat turun dari punggung kuda mereka. “Kami hanya bisa mengantar sampai disini Gusti.....”. ucap Tumenggun
Hari-hari berikutnya, perjalanan terus dilanjutkan. Pada hari kelima, kereta kuda mereka tiba dipinggiran sebuah desa, tapi mereka dikejutkan dengan satu pemandangan yang menggidikkan bulu roma, dimana disepanjang jalan memasuki desa tersebut, terlihat belasan bahkan puluhan mayat bergelimpangan ditengah-tengah jalan, baik itu mayat wanita, laki-laki maupun anak-anak. Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat turun dari kereta kudanya, Bintang ikut turun. Keduanya terlihat memperhatikan keadaan yang menggenaskan itu. “Ini sudah desa ketiga yang kita temui seperti ini romo......”. ucap Bintang lagi saat berada disisi romonya. “Benar Bintang, dan semua ini pasti perbuatan gerombolan begal bayangan setan.......”. “Kenapa mereka begitu tega membantai seperti ini romo...... sungguh biadab sekali......” “Begitulah yang namanya begal anakku, kelak jika suatu hari nanti kau bertemu dengan mereka, jangan pernah kau beri ampun, tumpas mereka sampai ke akar-ak
“Kita lihat saja......” “Hyatt......hyyaaatt.....wuussshhh.....serrrr......”. hampir bersamaan keempat pendekar tersebut saling melesat kedepan dan melancarkan serangan masing-masing kearah Gusti Patih Setyo Pinangan yang sudah siap menyambutnya, dan ; “Hiyattt.....serrrr.......”. sosok Gusti Patih Setyo Pinanganpun ikut berkelebat kedepan menyambut serangan keempat lawannya dan kini terjadilah pertarungan yang dasyat dan seru ditempat itu. Ternyata Gusti Patih Setyo Pinangan benar-benar membuktikan kalau dirinya pantas untuk menjadi seorang Gusti Patih dikerajaan Karang Sewu, terbukti serangan-serangan gencar yang dilancarkan oleh keempat lawannya, bukan saja berhasil diimbanginya, bahkan sesekali Gusti Patih Setyo Pinangan berhasil membalas serangan tersebut. Didalam kereta kuda terlihat Bintang sudah tidak sabar lagi untuk membantu kanjeng romonya, tapi bundanya terus menahannya. Sementara itu pertarungan yang terjadi telah memasuki jurus ke 43, dimana saa
“Racun apa yang kalian tebarkan tadi.....?”. ucap Patih Setyo Pinangan. “Ha.....ha.....ha......itu bukan racun mematikan Gusti Patih, tapi itu adalah racun pelemas tenaga milikku.....”. ucap lelaki yang memegang senjata tombak bermata ganda itu lagi. “Dan kini kau harus segera mati........”. ucap yang wanita lagi seraya mengangkat tangannya, dan ; “Settt....settt..........”. dengan sekali kibas saja, dua belati sudah melesat dengan cepat bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya kearah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan yang tidak berdaya ditempatnya, tapi disaat yang kritis itulah ; “Telapak Bayangan heaaa......wusshhh......”. sebuah suara disusul dengan satu bayangan bergerak dimenghalangi serangan kedua belati tersebut dan kejap berikutnya segelombang angin yang cukup dasyat mementalkan kedua belati yang tengah melesat diudara tersebut. “Bintangg.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan mengenali sosok yang kini berdiri membela
“Hiyyaatt.....huppp........”. dengan cepat Bintang bergerak menghindar, tapi keempat lawannya terus memburunya seakan tak memberikan kesempatan sedikit saja kepada Bintang untuk bernafas lega. Serangan-serangan keempat lawannya itu kian gencar dan saling berlomba-lomba, kalau saja gerakan Bintang tidak cepat dan lincah, tentu sudah sejak tadi Bintang terkena pukulan dari salah seorang penyerangnya. “Hyattt.......Telapak Bayangan heaa.....wusshh......” “Kora....awasss...!!!!” “Dessss......akkkhhh.......”. terlambat bagi Kora untuk mendengar peringatan dari temannya, saat serangan maut Bintang datang menghampirinya dan terpentallah sosok Kora dengan derasnya kebelakang hingga menghantam sebatang pohon yang berada tak jauh dari tempat pertarungan itu, dan sesaat terlihat sosok Kora tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya tersungkur. “Desss.....dess......”.tapi malang bagi Bintang, walau berhasil menyarangkan serangannya, dua serangan de