“Hidup Raden Bintang.....hidup.....!!”. tiba-tiba saja riuh suara penonton mendukung Bintang untuk menerima tantangan Raden Santang, Bintang mengedarkan pandangannya kearah para penonton yang terus memberikan dukungan padanya.
Sesaat Bintang kembali mengalihkan pandangannya kearah Raden Santang yang masih berdiri angkuh diatas panggung arena, dukungan para penonton kepada Bintang tentu saja semakin membuat panas hati Raden Santang. Memang selama ini Raden Santang sangat dikenal keangkuhan dan kesombongannya terhadap para penduduk kota raja, berbeda sekali dengan Raden Bintang putra Gusti Patih Setyo Pinangan yang selalu tidak pandang derajat dalam berteman.
Keriuhan para penonton kian terdengar saat melihat Bintang akhirnya menaiki panggung arena tersebut, ditempatnya Raden Santang terlihat tersenyum sinis.
“Akan kupermalukan kau dihadapan Gusti Prabu hari ini Bintang.......”. batin Raden Santang lagi.
Akhirnya keriuhan tersebut berubah hening, saat kedua pemuda ini telah saling membuka jurus mereka masing-masing, dan ;
“Hyyatttt......”. Raden Santang telah terlebih dahulu mendahului serangannya kearah Bintang, dan ; “Huppp.........”. dengan gerakan yang tak kalah cepat, Bintang bergerak menghindari serangan maut yang dilancarkan oleh Raden Santang. Melihat serangan pertamanya dapat dipatahkan dengan mudah oleh Bintang, Raden Santang kembali melancarkan serangannya terus memburu Bintang dengan gencarnya.
Tapi rupanya Bintang bukanlah merupakan lawan yang dengan mudah untuk dikalahkan, seberapa cepat serangan yang dilancarkan oleh Raden Santang, Bintang selalu berhasil mengunggulinya, bahkan memasuki jurus ke-26, tak satupun serangan Raden Santang berhasil mengenai sasaran. Hal ini tentu saja semakin membuat Raden Santang semakin menggeram penuh kemarahan.
Dengan menggeram penuh kemarahan, Raden Santang melompat mundur untuk menghela nafasnya yang tersengal-sengal.
“Apa bisamu hanya menghindar saja Bintang...mana seranganmu.” Ucap Raden Santang lagi. Ditantang seperti itu, Bintang terlihat malah tersenyum.
“Kau yang memaksaku Santang, jangan salahkan aku......”. ucap Bintang lagi seraya terlihat mulai memutar kedua tangannya didepan dadanya, dan tiba-tiba saja putaran tangan Bintang berubah menjadi puluhan banyaknya, itulah jurus Telapak Bayangan yang telah Bintang pelajari dari ayahnya, Gusti Patih Setyo Pinangan. Ditempatnya, justru Raden Santang tampak tersenyum melihat hal itu.
“Ini kesempatanku ini menggunakan jurus Tapak Bajaku, ingin kulihat apakah Telapak Bayangan lebih unggul dari jurus Tapak Bajaku....”. ucap Raden Santang lagi seraya mempersiapkan pula jurusnya.
“Hup.......wuusss.....”
“Hyaaaa......werrrrr......”. kedua-duanya saling melompat kedepan dengan jurus andalannya masing-masing, dan kini dapat dipastikan kalau kedua-duanya akan mengadu pukulan diudara, dan ;
“Deggg.......duggggg.......”. kedua pukulan itu bertemu diudara, dan terlihat seperti sebelumnya, sosok Bintang terlihat terlempar deras kebelakang, rupanya dalam hal kekuatan, jurus Tapak Baja milik Raden Santang masih unggul. Tapi untunglah Bintang berhasil mengendalikan gerak jatuh tubuhnya hingga tidak sampai keluar arena.
“Ha.....ha.....ha.....ternyata jurus Tapak Bajaku masih lebih hebat dari jurus Telapak Bayanganmu Bintang......”. ucap Raden Santang tertawa melihat Bintang terlihat menahan nyeri didadanya karena adu tenaga dalam tadi.
Tawa Raden Santang berhenti saat melihat tatapan Bintang yang menatap dengan tajam kearahnya, ada sesuatu yang terlihat begitu mengerikan dalam pandangan itu sampai-sampai Raden Santang bergetar hatinya melihat hal itu dan kali ini kembali terlihat Bintang akan kembali menggunakan jurus Telapak Bayangannya. Melihat hal itu Raden Santangpun tak mau ketinggalan, jurus Tapak Bajanya kembali dipersiapkannya, dan hampir saling bersamaan, kedua-duanya kembali saling melompat kedepan ;
“Wuuussshhhh.......”. tapi mengejutkan sekali apa yang terjadi, diudara, Bintang malah terlihat menarik serangannya saat serangan Tapak Baja milik Raden Santang hampir beradu pukulan dengannya, Bintang sadar mungkin dia tidak akan menang bila mengadu pukulan, maka dengan cerdiknya Bintang menghindari serangan Raden Santang diudara, dan ;
“Telapak Bayangan heaaaa.......desss....desss...desss....”. kali ini Raden Santang yang dibuat amat terkejut, bagaimana tidak, dalam jarak sedekat itu, Bintang berhasil melepaskan pukulan Telapak Bayangannya hingga kini tubuh Raden Santangpun menjadi bulanan-bulanan serangan-serangan pukulan Bintang hingga terlempar keluar panggung arena.
Suasana ditempat itu menjadi hening melihat pertarungan yang begitu menakjubkan itu, bagaimana tidak, Raden Bintang yang selama ini tidak pernah terlihat kalau memiliki ilmu kanuragan dapat mengalahkan Raden Santang dalam satu gebrakan saja, sementara itu Raden Santang sendiri dengan susah payah ini kembali berusaha berdiri. Dari bibirnya terlihat merembes darah keluar yang menandakan kalau saat ini dia tengah terluka dalam.
“Hore.....hidup Raden Bintang....hidup......!!”. kemenangan Bintang langsung disambut dengan tepukan tangan meriah oleh para penonton, Bintang tampak menjura hormat kepada para penonton yang mendukung kemenangannya, setelah itu Bintang tampak menjura hormat pada rombongan Gusti Prabu yang berada diatas pendopo.
Sementara itu terlihat Gusti Patih Ranang berusaha membantu putranya untuk bangkit dari tempatnya. Wajah keduanya terlihat memerah menahan amarah dan malu.
Sementara Gusti Patih Setyo Pinangan dan istrinya terlihat segera menghampiri putra mereka.
“Kau tidak apa-apa anakmas.....?” ucap bundanya terlihat begitu khawatir melihat keadaan Bintang.
“Saya tidak apa-apa bunda.....”
“Kau memang hebat putraku, kau memang hebat......!!”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat sangat bangga dengan kemenangan putranya. Dan pada hari itu akhirnya Bintang ditetapkan sebagai pemenang dalam pertandingan adu ilmu kanuragan tahun ini. Dan Gusti Prabu Karang Sewu sendiri yang langsung menyerahkan hadiahnya. Masyarakat kota raja menyambutnya dengan penuh gembira, berita tentang kemenangan Raden Bintang dalam mengalahkan Raden Santang dengan cepat menyebar dan menjadi bahan pembicaraan dimana-mana. Pujian terdengar membicarakan kemenangan Bintang dalam adu ilmu kanuragan tersebut.
***
Matahari sudah terlihat mulai condong ke ufuk barat, sinarnya terlihat mulai redup, mega-mega merah mulai menghiasi cakrawala, bahkan dari arah selatan, terlihat serombongan burung yang tengah terbang bergerombol pulang kembali kesarangnya. Sementara itu dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan. “Kau memang hebat putraku, kau memang hebat.....”. ucap seorang laki-laki berparas penuh wibawa yang tak lain adalah Gusti Patih Setyo Pinangan kepada seorang pemuda yang masih berusia belia sekitar 15 tahunan yang tak lain adalah Bintang adanya. “Benar, tapi kau juga harus berhati-hati anakku, Patih Ranang pasti tidak akan senang atas kekalahan putranya tadi siang......”. ucap seorang wanita anggun yang tak lain adalah istri Gusti Patih Setyo Pinangan. “Ah, tidak apa-apa dinda, kalau Patih Ranang berani macam-macam, dia akan berhadapan denganku......”. “Ah, kanda.......jangan bicara begitu.....”. “Bunda hanya mengingatkan, berhati-hatilah......”
Tanpa disadari oleh Bintang, dibagian depan rumah, tampak beberapa sosok bayangan hitam berkelebat diantara kegelapan malam, sosok-sosok yang berjumlah lima orang itu terlihat dengan sangat hati-hati melompat satu demi satu naik keatas atap rumah keputren kediaman Gusti Patih Setyo Pinangan, gerakan mereka yang begitu ringan, membuat belasan orang prajurit yang tengah berjaga tidak menyadari hal itu. “Settt......”. sebuah anak panah terlihat melesat dengan cepat kearah Bintang yang saat itu tengah berlatih, dan ; “Tap......”. untunglah pendengaran Bintang sudah begitu terlatih, hingga walau dikegelapan malam Bintang Masih dapat mendengar desiran halus yang mengarah dari arah kanannya dan dengan gerakan yang tak kalah cepat, tangan kanan Bintang bergerak, dalam sekejap saja sebuah anak panah sudah tertangkap ditangannya, seketika saja pandangan Bintang menatap kearah lesatan anak panah tadi berasal, tapi hanya kegelapan malam yang terbantang dihadapannya tanpa mampu menangkap
Keesokan harinya ada satu pristiwa yang sangat mengejutkan dan menggegerkan istana Karang Sewu, dimana pusaka kerajaan, Tombak Batara Geni hilang dicuri. Maka pada hari itu juga Gusti Prabu Karang Sewu mengadakan rapat mendadak dengan mengumpulkan semua para petinggi istana, termasuk para Patih dan Senopati kerajaan Karang Sewu. “Bagaimana menurut paman Mahapatih......?” “Ampun Gusti, menurut hamba kalau orang luar yang melakukan hal ini rasanya tidak mungkin, karena pusaka Tombak Batara Geni selain dijaga dengan amat ketat oleh para prajurit, hanya ada beberapa orang saja diantara kita yang mengetahui kode sandi tempat penyimpanan tombak pusaka Batara Geni itu........” “Jadi maksud paman Mahapatih, yang melakukan semua ini adalah orang dalam.......?” “Itu hanya perkiraan hamba saja Gusti, bisa saja salah......”. ucap Mahapatih Karang Sewu ini lagi terlihat menjura hormat. “Hamba sependapat dengan pendapat Gusti Mahapatih Gusti, rasanya tidak
Lima hari kemudian, Gusti Patih Setyo Pinanganpun dihadapkan pada Gusti Prabu Karang Sewu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan para pejabat dan petinggi kerajaan, Bintang dan istrinyapun ikut hadir ditempat itu. Beberapa hari sebelumnya Gusti Prabu Karang Sewu telah mengadakan pertemuan dengan para pejabat dan petinggi istana untuk memutuskan nasib Gusti Patih Setyo Pinangan dan banyak dari pejabat dan petinggi kerajaan yang masih tidak percaya kalau Gusti Patih Setyo Pinangan yang melakukan semua itu, tapi beberapa orang diantaranya terlihat terus mendesak Gusti Prabu Karang Sewu untuk menjatuhkan hukuman, karena walau bagaimanapun bukti sudah nyata kalau pusaka kerajaan tersebut ditemukan dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan, jika hukuman tidak dijatuhkan maka harkat dan martabat kerajaan Karang Sewu akan direndahkan oleh raja-raja tanah jawa lainnya dan hal inilah yang semakin membuat Gusti Prabu Karang Sewu serba salah, disalah satu sisi, hati nuraninya sangat tida
Matahari terlihat bersinar dengan teriknya menerpa bumi, sementara itu serombongan prajurit terlihat mengawal sebuah kereta kuda keluar dari perbatasan kerajaan Karang Sewu, dibarisan paling depan terlihat dua sosok laki-laki berparas penuh wibawa dengan pakaian kebesaran mereka sebagai seorang Tumenggung kerajaan Karang Sewu, matanya keduanya begitu terlihat tajam mengawasi keadaan disekitar mereka. Entah sudah seberapa jauh mereka meninggalkan perbatasan kerajaan Karang Sewu. Takkala salah seorang dari kedua Tumenggung itu mengangkat tangannya, dengan serta merta barisan prajurit yang ada dibelakangnya menghentikan langkah mereka. Lalu keduanya terlihat memacu kuda mereka mendekati kereta kuda tersebut, dari dalam kereta kuda, keluar beberapa sosok tubuh yang ternyata adalah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan beserta keluarganya. Kedua Tumenggung ini terlihat turun dari punggung kuda mereka. “Kami hanya bisa mengantar sampai disini Gusti.....”. ucap Tumenggun
Hari-hari berikutnya, perjalanan terus dilanjutkan. Pada hari kelima, kereta kuda mereka tiba dipinggiran sebuah desa, tapi mereka dikejutkan dengan satu pemandangan yang menggidikkan bulu roma, dimana disepanjang jalan memasuki desa tersebut, terlihat belasan bahkan puluhan mayat bergelimpangan ditengah-tengah jalan, baik itu mayat wanita, laki-laki maupun anak-anak. Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat turun dari kereta kudanya, Bintang ikut turun. Keduanya terlihat memperhatikan keadaan yang menggenaskan itu. “Ini sudah desa ketiga yang kita temui seperti ini romo......”. ucap Bintang lagi saat berada disisi romonya. “Benar Bintang, dan semua ini pasti perbuatan gerombolan begal bayangan setan.......”. “Kenapa mereka begitu tega membantai seperti ini romo...... sungguh biadab sekali......” “Begitulah yang namanya begal anakku, kelak jika suatu hari nanti kau bertemu dengan mereka, jangan pernah kau beri ampun, tumpas mereka sampai ke akar-ak
“Kita lihat saja......” “Hyatt......hyyaaatt.....wuussshhh.....serrrr......”. hampir bersamaan keempat pendekar tersebut saling melesat kedepan dan melancarkan serangan masing-masing kearah Gusti Patih Setyo Pinangan yang sudah siap menyambutnya, dan ; “Hiyattt.....serrrr.......”. sosok Gusti Patih Setyo Pinanganpun ikut berkelebat kedepan menyambut serangan keempat lawannya dan kini terjadilah pertarungan yang dasyat dan seru ditempat itu. Ternyata Gusti Patih Setyo Pinangan benar-benar membuktikan kalau dirinya pantas untuk menjadi seorang Gusti Patih dikerajaan Karang Sewu, terbukti serangan-serangan gencar yang dilancarkan oleh keempat lawannya, bukan saja berhasil diimbanginya, bahkan sesekali Gusti Patih Setyo Pinangan berhasil membalas serangan tersebut. Didalam kereta kuda terlihat Bintang sudah tidak sabar lagi untuk membantu kanjeng romonya, tapi bundanya terus menahannya. Sementara itu pertarungan yang terjadi telah memasuki jurus ke 43, dimana saa
“Racun apa yang kalian tebarkan tadi.....?”. ucap Patih Setyo Pinangan. “Ha.....ha.....ha......itu bukan racun mematikan Gusti Patih, tapi itu adalah racun pelemas tenaga milikku.....”. ucap lelaki yang memegang senjata tombak bermata ganda itu lagi. “Dan kini kau harus segera mati........”. ucap yang wanita lagi seraya mengangkat tangannya, dan ; “Settt....settt..........”. dengan sekali kibas saja, dua belati sudah melesat dengan cepat bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya kearah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan yang tidak berdaya ditempatnya, tapi disaat yang kritis itulah ; “Telapak Bayangan heaaa......wusshhh......”. sebuah suara disusul dengan satu bayangan bergerak dimenghalangi serangan kedua belati tersebut dan kejap berikutnya segelombang angin yang cukup dasyat mementalkan kedua belati yang tengah melesat diudara tersebut. “Bintangg.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan mengenali sosok yang kini berdiri membela