Siang itu matahari bersinar dengan teriknya, membuat Bintang dan Paman Randunya harus berjalan ditengah teriknya matahari, sesekali Bintang menyeka keringat yang membanjiri tubuhnya. Bintang tampak sudah kembali mengenakan pakaiannya seperti biasa, tidak lagi mengenakan blangkon dan pakaian seperti yang dikenakannya sewaktu di Istana Karang sewu.
Dengan pakaian khasnya, baju putih berjubah biru, ditambah rambutnya yang panjang dikuncir rapi seperti ekor kuda, sebilah bidang tampak tersampir dipunggungnya. Sementara itu sosok paman Randu juga tampak ikut menggebah kuda disebelah Bintang.
Tak lama kemudian perjalanan keduanya memasuki sebuah desa, dimana desa itu terlihat ramai penduduknya.
“Mari kita cari makan dulu paman.”
“Ayo”. kedua-duanya tampak memasuki desa dan saat tiba didepan sebuah warung yang tampak ramai oleh pengunjungnya Bintang dan paman Randupun mampir.
Setelah memesan makanan, Bintang dan paman Randupun menyantapnya d
PADEPOKAN CAKRA BUANA, terlihat sebuah papan nama disebuah bangunan yang berdiri kokoh dipinggiran sebuah hutan. Terlihat aktifitas murid-murid padepokan Cakra Buana yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sebagian ada yang berlatih jurus tangan kosong, sebagian yang lain berlatih senjata, sebagian yang lain juga terlihat tengah melatih ilmu meringankan tubuh dan sebagian yang lain juga terlhat sibuk dengan urusannya masing-masing. Di dunia persilatan nama Padepokan Cakra Buana memang sudah amat terkenal, muridnya dari berbagai daerah datang ke Padepokan Cakra Buana untuk berguru pada Begawan Cakra Buana. Kemasyuran dan kehebatan Begawan Cakra Buana ternyata sudah membuat nama perguruan ini begitu amat disegani baik kawan maupun lawan. Begawan Cakra Buana memiliki seorang putri, tapi saat istri Begawan Cakra Buana meninggal, putrinya dibawa oleh kakek dan neneknya meninggalkan padepokan Cakra Buana. Sejak saat itu Begawan Cakra Buana mempercayakan murid-murid se
“Tadi kami sudah menyiapkan makanan untuk kakang, tapi kami lihat kakang sedang tidur yah kami biarkan saja”. ucap Cakra lagi. “Tidak apa-apa Cakra, Buana”. ucap Bintang tersenyum. “Mari kang, kami perkenalkan pada murid-murid yang lain”. ucap Cakra lagi dan Bintangpun segera mengikuti langkah keduanya. “Kang Bintang perkenalkan ini kang samani, kang rajata, kang samingi”. Ucap Cakra memperkenalkan beberapa orang diantara murid-murid padepokan. Bintang segera menjura hormat dan segera dibalas oleh ketiganya. “Mereka bertiga adalah kakak seperguruan kami kang”. sambung Buana lagi. “Selamat datang ditempat kami raden”. ucap rajata lagi. “Saudara-saudara, hari ini kita telah kedatangan tamu yang sangat istimewa, orang yang selama ini hanya kita dengar namanya saja dijagat persilatan. Dan kita sangat beruntung hari ini dapat bertemu langsung dengannya.”. ucap Cakra tiba-tiba berteriak keseluruh murid padepokan yang langsung memperhat
“Bb...Bb...Bagaimana bisa?”. ucap beberapa orang murid padepokan Cakra Buana seakan tak percaya dengan apa yang terjadi, karena mereka tidak sedikitpun melihat kalau Ksatria Pengembara mengeluarkan tenaganya untuk menghancurkan batu tersebut. “Hebat!”. tapi bagi sebagian yang lain justru berdecak kagum tanpa mereka sadari melihat apa yang baru saja terjadi. Sementara itu Bintang tersenyum puas melihat wajah-wajah yang ada ditempat itu berubah kaget melihat apa yang terjadi. “Mari denmas”. Begawan Cakra Buana mempersilahkan Bintang untuk mengikuti. “Baik Begawan”. ucap Bintang lagi seraya meninggalkan wajah-wajah yang masih terpana dengan apa yang baru saja terjadi. Bintang mengikuti langkah Begawan Cakra Buana yang kini memasuki sebuah ruangan besar. “Silahkan duduk denmas”. ucap Begawan Cakra Buana mempersilahkan. “Maaf sudah membuat denmas repot dengan hal tadi” “Ah, tidak apa-apa Begawan”. “Maaf, kalau tidak salah bu
“Didunia ini tidak ada manusia yang bisa mengendalikan kekuatan Hawa Inti Surya dan Hawa Inti Salju secara bersamaan didalam tubuhnya Bintang, dulu saat kami masih menuntut ilmu, guru kami berpesan, pukulan Surya Rembulan hanya bisa digunakan sebanyak 1x. Lebih dari itu pemiliknya akan tewas, dan setahuku kakang Raja Penidur sudah menggunakannya dulu sewaktu menghadapi RAJA IBLIS GUNUNG MERAPI dan RAJA IBLIS REMBULAN.”. ucap Begawan Cakra Buana lagi. “Bahkan kalau sudah menggunakan 1x pukulan ini, maka pemiliknya tidak akan bertahan hidup lama apabila terus menerus menghirup udara segar. Makanya kakang Raja Penidur melatih ilmu Raja Penidurnya agar kakang Raja Penidur dapat hidup lama..”. jelas Begawan Cakra Buana lagi, hingga kini Bintang baru mengerti kenapa sewaktu dia berada di lembah sunyi tempat eyang Raja Penidur, Bintang jarang sekali bertemu dengan eyang Raja Penidur. Kini Bintang baru tahu kenapa eyang Raja Penidur lebih sering berada dit
Malam membuka awal cerita ini. Rembulan tampak bersinar terang, Bintang-Bintangpun ikut menemani sang bulan malam itu dengan penuh gemerlap. Suasana sepi senyap meringkupi sebagian besar belahan bumi, sesekali suara binatang malam terdengar membahana memecah kesunyian.Di sebuah tepian hutan, terlihat 3 sosok tubuh berjalan menelusuri malam, kegelapan malam dan rimbunnya pepohonan membuat kita tidak dapat melihat dengan jelas, siapa ke-3 sosok tersebut.Langkah ketiganya semakin dalam memasuki hutan belantara tersebut, hingga dipertengahan malam baru ketiganya tiba disebuah air terjun yang cukup tinggi. Disini baru sinar rembulan terlihat menerpa ketiga sosok tersebut yang ternyata adalah 3 orang pemuda yang tentu saja kita sangat mengenali mereka. Pemuda yang mengenakan pakaian putih dengan jubah biru tak lain adalah Bintang, sedangkan kedua pemuda kembar yang ada disebelahnya tak lain adalah Cakra dan buana, murid Begawan Cakra Buana. (baca kisah sebelumnya,
Begawan Cakra Buana terlihat tersenyum saat melihat Bintang menatap kagum dan penuh keheranan melihat isi kendi yang terbuat dari kaca tersebut.“Apakah kau tau kilatan cahaya biru itu apa Bintang ?”. ucap Begawan Cakra Buana lagi.“Saya tidak tahu Begawan”. ucap Bintang lagi bingung.Perlahan dengan sangat hati-hati Begawan Cakra Buana mengangkat kendi tersebut. “Di dalam kendi ini aku telah mengurung tuah petir.”. ucap Begawan Cakra Buana lagi.“Aaa...apa Begawan, pee....petirr.”. ucap Bintang dengan sangat terkejut.“Ya, didalam kendi ini memang terkurung petir yang pernah aku tangkap.”. ucap Begawan Cakra Buana.“Hh... Hebat sekali Begawan, tapi bagaimana bisa”. ucap Bintang seakan tak percaya.Bintang semakin terkejut saat tiba-tiba saja Begawan Cakra Buana menunjukkan salah satu tangannya yang hanya memil
Bukannya menjawab, Bintang justru mengangkat kedua tangannya dan mengepalkannya.“Apa yang terjadi Bintang ?”“Begawan! Aku merasakan tenagaku bertambah sangat kuat! sangat kuat sekali!”. ucap Bintang seakan tak percaya merasakan kekuatan aneh yang kini ada didalam tubuhnya.“Hebatt! Hebat! Akhirnya kau berhasil Bintang. Kau berhasil”. Begawan Cakra Buana terlihat begitu gembira, sampai-sampai suara tawanya mengaung keras ditempat itu.“Terima kasih Begawan.”. ucap Bintang lagi mengucapkan terima kasihnya setelah mereka kembali duduk berhadapan.“Tidak perlu berterima kasih Bintang, ini semua juga berkat dirimu. Aku hanya memberikan jalan”. ucap Begawan Cakra Buana lagi.“Kini didalam tubuhmu telah bersemanyam kekuatan inti petir yang sangat dahsyat Bintang. Tapi untuk mengendalikannya kau harus terus mengasahnya Bintang. Aku akan membantumu.”. ucap Beg
Rombongan itu tiba disebuah ruangan besar yang merupakan aula utama dari perguruan Cakra Buana.“Silahkan duduk mahapatih, saya akan segera mengutus murid untuk menjemput guru”. ucap murid tertua itu lagi.“Cakra, Buana. Segera jemput guru dan katakan gusti mahapatih Ranang ada disini”. ucap murid tertua lagi memerintahkan kepada Cakra & Buana. Tapi... Belum lagi Cakra & Buana menjawab. 2 sosok tubuh muncul.“Guru”“Begawan.”. seketika semua ditempat itu menjura hormat kepada sosok sang Begawan Cakra Buana yang baru saja tiba ditempat itu. Bahkan gusti mahapatih Ranang dan raden Santangpun ikut menjura hormat. Tapi Santang terlihat lebih terkejut saat melihat sosok Bintang yang ada disebelah Begawan Cakra Buana. Sementara mahapatih Ranang hanya sekilas melihat kearah Bintang.“Mari, silahkan duduk gusti”. ucap Begawan Cakra Buana lagi.&ld