Bab 127
"Pak Arza, Davin dan Dvan adalah dua remaja yang telah beranjak dewasa. Tentu saja aku tidak bisa mengembalikan mereka padamu begitu saja. Sebab mereka bukan barang. Mereka sudah dewasa, sudah bisa mengambil keputusan sendiri. Bahkan mereka berdua adalah anak-anak yang cukup cerdas. Mereka bisa mengendalikan diri sendiri." jelas Arza panjang lebar
Arza menelan ludah, ada rasa malu menyusup hatinya ketika mendengar ucapan dari George. Apalagi ketika mendengar nada George yang kurang bersahabat.
"Tapi, mereka telah bersikap durhaka, Pak. Mungkin bapak tidak akan percaya jika aku katakan mereka benar-benar berkata secara gamblang bahwa mereka berdua hanya ingin memanfaatkan harta Bapak saja, selaku ayah sambung mereka. Jujur, sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini. Tapi demi kebaikan Bapak, terpaksa aku bersikap jujur." lagi-lagi Arza mengucapkan sebuah kebohongan besar. &nbBab 128"Kamu tetaplah pada pekerjaanmu sebagai satpam. Tidak usah banyak ikut campur masalah kami. Dunia pengusaha seperti kami pastilah berbeda dengan duniamu." ucap Arza dengan sombongnya. Sejenak kesombongan itu membuatnya berbunga-bunga. Sebab seratus persen Arza percaya bahwa Pak Farid sungguh akan menganggap jika apa yang Arza ucapkan adalah benar. "Eh bentar, jangan dimatiin dulu." cegah Pak Farid buru-buru sebelum Arza mematikan telepon. "Apalagi? Jangan lama-lama! Aku ada bahasan yang amat penting sama George yang harus di selesaikan." sahut Arza judes. "Iya, iya aku tahu. Ini saya mau bilang, tepatnya mau kembali minta tolong.""Minta tolong apa lagi?" Arza mulai was-was."Hmm ... Pinjem uang dikit lagi dong, Pak. 5 juta aja. Gimana?" Lagi-lagi Arza dibuat emosi karena lagi pria itu kembali ingin mem
Bab 129Matahari pagi mulai bersinar, menghalau mbun di atas dedaunan, menciptakan suasana yang lebih hangat. Di sebuah cafe kecil, George menyeruput beberapa kali minuman kopi hangat di hadapannya. Ya George bersama Davin dan Divan memang biasa menghabiskan waktu lari pagi bersama di taman pusat kota.Cafe kecil namun terkesan rapi dan segar tersebut menjadi pilihan mereka untuk melabuhkan lelah.Tak heran jika ketiganya terlihat akrab dan jarang ada yang percaya jika hubungan mereka bukanlah anak dan ayah kandung. Sedari dulu, dua anak tersebut memang dekat terhadap sang papa. Dari kejauhan sepasang mata menatap iri sekaligus benci pada kebersamaan tersebut. "Cuaca pagi ini sangat mendukung ya, Pa." ucap Divan sembari mencomot gorengan yang terhidang di depan matanya. 
Bab 130"Pak George, bisakah Bapak meluangkan waktu untuk bicara denganku barang sejenak." Arza menghampiri George. "Mau bicara apa ?" jawab George tanpa menoleh. Arza menelan saliva melihat sikap dingin yang ditunjukkan oleh George. "Maaf Pak George, apa Bapak tidak berkenan dengan kedatanganku keruangan Bapak?" tanya Arza mulai merasa tidak enak terhadap sikap George yang baginya terlampau berubah. "Maaf, sebenarnya kau tahu sendiri, bahwa sekarang diriku sedang berada dalam jam kerja. Aku tidak menerima pembahasan lain di luar dari ranah pekerjaan." sahut George sembari masih sibuk dengan komputer di depannya. "Kalau begitu, baiklah saya akan menunggu Bapak ketika pulang nanti. Maafkan jika kehadiranku mengganggu kinerja Pak George!" suara Arza mendayu-dayu bak suara perempuan yang tengah merayu.
Bab 131 Arza kebingungan . Sejak awal ia tidak mengira jika George akan bertanya sedetail itu, sebagaimana selama ini sikap George yang tidak terlalu banyak bertanya. Jelas saja Arza tergagap. "Mmm ... Foto ini saya dapatkan dari teman. Saya hanya ingin memberitahu hal ini sama Pak George agar bapak tidak terkecoh dengan sikap licik Nadine." Arza mengucapkan sesuatu yang tidak bisa dipercaya oleh George. "Teman yang mana?" lagi-lagi pertanyaan yang semakin membuat arza kalaf. "Hmm! Kalau masalah itu saya tidak bisa memberi tahu Bapak sekarang. Dia meminta untuk menjaga privasinya. Katanya sih begitu." ucapkan Arza. "Jika benar demikian kenyataannya, apakah kau berani mempertanggungjawabkan keaslian foto ini?" pertanyaan Arza semakin membuat Arza terpojok.
Bab 132 "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Arza terus mencari cara. "Oh ya, coba aku menghubungi Zea saja sekarang. Siapa tahu dia bisa membantuku dalam masalah ini." Arza merogoh tas kecil yang sedari tadi ia sandang. Tangan kanannya mengeluarkan sebuah benda pipih. Tidak butuh waktu terlalu lama untuk menunggu jawaban dari Zea. "Ya halo selamat siang Arza!" Sapa Zea. "Zea, apa kau bisa membantuku sekali ini saja." "Oh ya? Membantu ngapain lagi emangnya? Sepertinya aku sudah malas bekerja sama denganmu. Kau tidak pernah bisa membuktikan yang telah kau ucap. Dari dulu kau bilang dan meyakinkan aku kalau George pasti akan menceraikan Nadine. Tapi nyatanya hingga saat ini belum ada titik terang. Udahlah! Aku malas bekerja sama dengan orang yang tidak jelas macam
Bab 133 "Dia ini kan...," "Ah enggak, Mas George. Davin tidak kenal sama aku! Aku kemari hanya untuk ingin bertemu sama Mas." sanggah Zea cepat. "Ada urusan apa lagi kamu ingin bertemu sama suamiku?" potong Nadine. "Ya tanya sendiri suamimu lah! Kenapa sampai aku kemari. Toh dia sendiri yang suruh aku datang!" jawab Zea. "Apa? Kapan aku menyuruhmu kemari?" George amat terkejut dengan jawaban wanita yang belum lama tiba tersebut. "Apa-apaan ini, Pa?" Nadine tak kalah sok melihat Zea yang sedemikian percaya diri dalam berbicara. "Nggak tau, Ma. Saya juga tidak mengerti sama ucapannya." jawab George merasa bingung. "Aduuh ... tolong Mama jangan percaya dulu sama dia, Ma?" cegat George cepat. "Laki-laki pembohong
Bab 134"Sok tahu semua kalian ini! Apa kalian semua tahu bagaimana kehidupan rumah tanggaku? Tidak kan? Makanya kalau kalian tidak tahu apa-apa, jangan banyak omong!" ujar Zea dengan menepis rasa malu yang mendera hatinya. "Sudahlah, keluarlah disini, Zea! Sudah nyata-nyata kamu adalah penipu ulung." cemoh George merasa jijik. "Tega kau mengatakan aku seperti itu, Mas!" Zea seperti hampir terisak. Tepatnya terisak menahan malu. Sebab, Arza berucap begitu kasar padanya. Apa lagi itu George lakukan di hadapan Nadine. "Zea, ku katakan baik-baik, lebih baik kau pulang saja sekarang! Aku sungguh tak suka jikalau rumahku disinggahi oleh penipu, pembohong. Ditambah lagi kau perempuan yang bahkan tidak bisa menyayangi dan menghargai keluarga sendiri. Tepatnya seorang ibu yang tidak peduli akan suami dan putranya. Mengenaskan sekaligus menyedihkan!" sambung George.
Bab 135Hampir saja Zea memutuskan untuk berlari dari depan laki-laki yang baru saja datang tersebut. Namun apa daya sepertinya itu mustahil untuk dilakukan. Sungguh Zea tidak pernah mengharapkan pertemuan dengan laki-laki itu apalagi dalam kondisi dan situasi seperti yang tengah ia hadapi sekarang ini. Mimpi buruk seakan tak kunjung berlalu bagi Zea. Ia panik. "Mengapa bersikap begitu, Zea? Apa kau takut melihatku tiba-tiba berada di sini?" laki-laki tersebut lanjut bicara. Zia diam dan tetap diam. "Kau telah membohongi kami, Zea!" laki-laki tersebut berucap kembali. "Siapa dia, Zea? Mengapa harus datang dengan membawa kemarahan?" tanya arza penasaran. "Tidak. Dia bukan siapa-siapa. Abaikan saja dia!" Zea menjawab.