Raisha merebahkan tubuh di kasur setelah lelah membuat Rianti terpojok. Ia sudah tenang karena wanita itu sudah mau di pulangkan ke kampung. Setelah berdebat panjang lebar dan Rianti tidak bisa menolak lagi.
Akhirnya satu masalah terselesaikan.
Bambang masuk ke kamar setelah pulang dari rumah Harlan. Wajahnya masih sangat tegang saat emosi memuncak membuat dirinya harus meminum obat untuk menenangkan diri."Mas, sini aku pijitin," ujar Raisa pada suaminya."Nggak usah, Sa. Kamu juga lelah sepertinya." Bambang menolak karena melihat Raisah pun sudah lelah."Sa, waktu penyelidikan audit, kamu memeriksa Harlan juga?" "Iya, kenapa?""Apa yang kamu temukan tentang dia?""Tidak ada hal aneh. Dia bersih."Bambang menggeleng. Tidak mungkin Harlan bisa bersih, sedangkang Wiji saja bisa tertangkap auditor. Ia kembali mengambil ponsel, lalu mencoba menghubungi beberapa auditoIbunya Rianti memeluk Raisha dengan berlinang air mata. Wanita tua itu tidak menyangka jika putrinya sudah meninggal. Setelah penguburan yang tidak memakan waktu banyak, Raisha kembali ke rumah Budenya."Bagaimana bisa terjadi seperti ini?" tanya wanita tua itu.Suasana masih sangat berkabung. Raisha kembali berpikir ulang untuk menceritakan kejadian semula. Mereka masih sangat berduka dan tidak mungkin bisa mendengar cerita Raisha."Sa, ceritakan pada Bude." Wanita tua itu memulai memaksa."Bude, nanti saja. Kalian masih berduka, aku tidak mungkin bercerita tentang hal itu." Sebisa mungkin Raisha menolak."Tolong." Wanita itu terus memohon.Setelah memohon berulang kali pada Raisha, akhirnya wanita tua itu menjerit mendengar kelakuan Rianti sebelum meninggal. Ia berulang kali memukul dada yang sesak. Tak tahan, Raisha memeluk Bude dengan pedih. Itu sudah masa lalu dan ia pun sudah memaafkan Rianti.Ibunya Rianti tidak menyangka
Semua orang menatap tidak berkedip padaku. Pasalnya, hari ini, hari pernikahanku dengan Mas Bambang. Pria yang usianya lebih tua tiga puluh dua tahun dariku.Mereka bilang aku menikah karena harta kekayaan. Siapa sangka, pekerjaan yang kudapat kini membantu aku hidup dalam kekayaan besar.Saat mereka membuang ayah mereka, kini aku mendapatkan dengan berjuta milyar kekayaan yang dimiliki Mas Bambang.Mereka bilang aku wanita culas. Oh, tidak. Aku dengan tulus merawat pria tua itu yang ternyata belum memindahkan aset kekayaannya pada anak-anaknya.Teringat dua bulan lalu, ia berkata mau menikah denganku. Aku janda anak satu, yang terusir dari rumah karena wanita kedua mantan suamiku."Sa, menikah sama saya saja. Pasti hidup kamu terjamin, dan kamu bisa membalas dendam pada semua orang yang menghinaku dulu." Kala itu Mas Bambang merasa iba dengan nasib hidupku."Sa, kamu bengong?" tanya Mas Bambang.
"Raisa, keluar!"Geduran dan teriakan itu semakin kencang. Mas Bambang memintaku tetap tenang, dan menghadapi mereka. Aku sudah tahu kalau akan terjadi hal seperti ini. Sepertinya kelima anaknya tidak suka dengan kehadiran diri ini.Mereka, anak-anak Mas Bambang. Pasti akan melakukan berbagai cara untuk membuat aku pergi dari rumah ini. Aku menarik napas perlahan sebelum melangkah untuk membukakan pintu. Menarik napas, untuk memastikan pasokan oksigen masih banyak.Perang akan dimulai. Mereka mengaku sebagai anak, tetapi dulu membuang sang ayah. Kasihan, Mas Bambang harus memiliki anak seperti mereka.Pasti mereka ketakutan harta ayahnya akan jatuh ke tangan aku dan Arman. Perlahan aku membuka kenop pintu untuk melihat mereka semua."Ada apa?" tanyaku."Ada apa kamu bilang? Kami tidak akan membiarkan kamu menguasai harta Papa. Ingat Raisa, kamu itu hanya pengasuh. Dikasih hati malah minta jantung." Har
Semua dewan direksi ikut dalam rapat dadakan yang diadakan Mas Bambang. Ia memperkenalkan aku sebagai CEO perusahaan ini. Semua mata memandang seperti mengejek.Tak sedikit juga memandang sinis. Aku tidak peduli. Terutama, Harlan yang kini turun jabatan menjadi bawahanku. Entah ini keputusan benar atau tidak.Aku menegakkan tubuh, saat netra ini bersirobok dengan Mas Wiji. Aku tahu kamu pasti kaget saat ternyata aku menjadi seorang yang tinggi derajatnya di atas kamu.Akan kubuat menyesal kamu, Mas."Perkenalkan, ini istri saya, Raisa. Semua yang berhubungan dengan perusahaan langsung ditangani oleh Raisa." Mas Bambang memperkenalkan aku pada karyawannya."Senang, berjumpa dengan kalian. Semoga saya bisa bekerja sama dengan kalian," ucapku."Pa, tidak bisa seperti itu!" teriak Harlan."Semua keputusan tidak bisa diganggu gugat. Ingat, saya yang memiliki kuasa di sini." Walaupun s
Aku senang dengan perkembangan Mas Bambang. Dokter bilang banyak perubahan, Mas Bambang terlihat segar dan sudah bisa berkomunikasi dengan baik. Tidak seperti saat belum ada aku.Dokter Ramzi bertanya apa yang aku lakukan untuk membuat Mas Bambang menjadi lebih bugar. Aku tidak melakukan apa pun. Karena, Mas Bambang memiliki semangat hidup yang tinggi."Pak Bambang, perkembangannya baik sekali. Makanannya di kontrol, ya. Raisa sangat hebat membantu kesembuhan Anda," puji Dokter Ramzi.Aku hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan dokter. Sebelumnya, Dokter Ramzi bilang, Mas Bambang tertekan dengan semua keadaan. Tidak adasupportdari keluarga. Ia menjadi murung dan membuatnya tidak sehat."Kamu bisa saja Ramzi. Istriku ini yang membuat aku lebih muda dari kamu," ucap Mas Bambang."Wah, hebat. Saya selalu doakan, kalian selalu bahagia. Raisa, jangan lupa obat-obatan Pak Bambang harus selalu dikonsumsi deng
Suasana masih memanas kala Raya masih menatapku tajam sambil memegangi pipinya. Aku tidak tahan saat mereka menyebutku hanya mengeruk harta kekayaan Mas Bambang.Anak seperti Raya wajar mendapat pengajaran dariku. Ucapannya sangat tidak pantas di dengar.Aku menikah dengan Mas Bambang dengan ikhlas. Walaupun cinta itu belum ada, tetapi aku bersungguh-sungguh merawat Mas Bambang. Aku berharap, cinta itu akan tumbuh di hati ini.Raya cukup berani datang ke rumah ini untuk melabrakku. Aku mengusap wajah dengan kasar. Maafkan aku, Mas, telah berbuat kasar pada anakmu. Akan tetapi, ia harus mendapatkan pengajaran agar tidak kurang ajar."Lebih baik kamu pulang, papa mau istirahat," ujar Mas Bambang."Pa, Raya nggak banyak meminta, tapi buka mata Papa. Wanita itu tidak pantas untuk menjadi istri Papa. Usianya hampir seumuran dengan anak Papa." Raya bersikeras membuat Mas Bambang menceraikan aku."Lalu, siapa yang pantas u
Sengaja aku datang pagi untuk memeriksa data tentang anggaran yang dananya begitu besar itu. Kutelusuri semua berkas yang berhubungan dengan anggaran besar yang begitu saja ada di laporan keuangan.Kuteliti lagi, tapi aku membutuhkan beberapastaff auditor.Kutelepon Arfian untuk datang ke ruangan. Tidak lama pria muda itu datang."Jangan panggil saya Nyonya. Ibu saja," pintaku karena dia kemarin memanggilku Nyonya.""Iya, Bu.""Tolong telepon auditor yang biasa mengurusi laporan keuangan. Tolong datang hari ini, bisa?" tanyaku memastikan."Sebentar saya telepon."Aku menunggu beberapa saat Arfian menelepon. Aku menggeleng saja, kenapa Mas Wiji seberani itu dalam bertindak. Berengsek sekali dia membuat aku menahan uang belanja dengan irit. Sementara, uang gaji sebesar itu dia gunakan sendiri."Bu, mereka akan datang siang ini. Adabyang bisa saya bantu lagi?" tanyanya."Ti
Di rumah sakit, Mas Bambang sangat semangat untuk bisa berjalan. Terapi pertamanya, membuat dia sedikit kelelahan. Akan tetapi, tidak mengendurkan semangatnya.Dibantu dokter dan suster, hari ini cukup baik. Setelah itu, kami kembali pulang ke rumah. Aku sengaja tidak ingin pergi ke mana-mana. Beristirahat karena memang sedang lelah melakukan banyak aktivitas.Otakku pun lelah menghadapi beberapa orang hari ini. Ah, tapi aku butuh refleksi. Sepertinya aku tahu kemana harus pergi merilekskan pikiran."Mas, kalau Mas pulang dengan Pak Ardi, nggak apa-apa?" tanyaku."Nggak masalah, memang kamu mau ke mana?""Ke salon sebentar, kepala agak sedikit pusing, enak kalau di pijat. Nanti, turunkan saja aku di salon, kalau mau pulang, aku minta Pak Ardi menjemputku, Mas.""Iya, sudah terserah kamu saja. Mas cuma bisa bilang hati-hati." Mas Bambang berpesan padaku.Pasti aku selalu hati-hati karena musuh akan semakin b