"Citra! Jangan kurang ajar kamu! Ambil uang itu dan atur semua kebutuhan rumah! Cukup gak cukup harus cukup!" hardik Aldo sembari menatap tajam pada Citra karena ia sudah dengan beraninya menghamburkan uang yang Aldo berikan tadi ke lantai. "Kamu pikir kamu siapa bisa memaksaku? Aku tak butuh uangmu, Mas! Kamu pikir sehebat apa dirimu sampai-sampai aku seperti pengemis terhadapmu.""Benar-benar kamu ya, Cit! Sudah berani membangkang rupanya.""Kalau iya kenapa memangnya? Kamu saja berani nyakitin aku. Jelas saja aku berani membangkang. Jangan kamu pikir aku akan takut sama kamu ya!""Heh Citra, mau jadi istri durhaka kamu? Ingat Cit, surga kamu itu ada di bawah kaki Aldo. Jadi jangan pernah kamu membangkang sama Aldo!""Kalian pikir, kalian nggak dzalim sama aku? Kalian rampas hakku. Kalian pikir uang satu juta akan cukup untuk kebutuhan satu bulan? Kalau kalian merasa uang satu juta akan cukup untuk satu bulan, silahkan kalian saja yang mengaturnya. Aku mah ogah!"Citra pun meningga
Citra pun tak memperdulikan Bu Miranti dan juga Raya. Ia mengangkat bahunya pertanda ia masa bodoh dengan semua itu sembari menyunggingkan senyuman sinisnya. Bu Miranti mengambil kembali belanjaan yang ia letakkan di atas meja. Lalu membawanya ke dapur dan bergegas untuk masak. Dengan cepat Bu Miranti menyelesaikan memasaknya. Ia menaruh makanan yang sudah jadi ke maja makan dan tidak lupa menutupnya dengan tudung saji. "Ibu sudah masak?" tanya Aldo mendaratkan bokongnya di kursi makan yang berada di dapur. "Sudah, nih baru mateng." Bu Miranti menaruh piring yang berisi telur dan terong balado. Aldo dan Raya mengerutkan dahinya melihat masakan sang Ibu. "Kok Ibu cuma masak telur sama terong sih?" protes Raya kepada sang Ibu. "Iya, Bu, kok Ibu cuma masak ini saja?" Aldo pun ikut memprotes sang Ibu. "Iya, kita harus ngirit, gaji kamu kan cuma sedikit." Bu Miranti mengambil nasi dan juga lauknya ke dalam piring. "Kalo sama Citra paling nggak menunya itu ayam atau nggak ya ikan.
"Emang gue pikirin, hus hus sana pergi. Ganggu orang makan saja!" Citra mengusir Raya yang sedari tadi mengamatinya yang sedang makan. DrrrtDrrtAldo merogoh sakunya saat terasa hpnya yang bergetar dari dalam celananya. "Ya, Sayang? Tumben telpon? Biasanya kan aku yang telpon.""Emm Mas, kamu lagi ngapain?" tanya Kinanti dengan nada lembut dan sedikit manja. "Aku lagi kesel nih sama Citra. Masa dia makan makan sendiri, beli ayam bakar sama sate dimakan sendiri. Aku kasian sama Ibu yang ngeliatnya.""Ya ampun, Mas, ya sudah aku transfer ya buat beli makan. Kasian Ibu dong belum makan.""Iya, nih Ibu agak lesu karena kepingin liat Citra makan Ayam bakar tadi.""Ya sudah aku matikan telponnya ya Mas. Habis ini aku transfer terus kamu beliin apa yang Ibu mau ya.""Oke, Sayang, terima kasih ya kamu sudah baik sama Ibu.""Iya Mas nggak masalah."TutKinanti mematikan teleponnya. Lima detik kemudian Kinanti mengirim pesan ke Aldo yang berisi ia telah mentransfer ke rekening Aldo. [Mas,
Kinanti mendesah, ia khawatir ayahnya tak memberi izin untuk menikah secara siri. semakin lama kandungannya pasti akan semakin membesar. Tidak mungkin ia membiarkan anaknya tumbuh tanpa ayah. Sedangkan untuk menikah resmi Citra masih kekeh untuk meminta uang yang tidak sedikit. "Gimana ini? Kalau Papa gak kasih izin makin la makin besar perutku ini." Kinan mendesah, kepalanya mendadak terasa sakit. Ia resah dan takut kalau-kalau sang ayah tidak juga memberikannhya restu perihal rencana pernikahannya dengan sang kekasih yang masih berstatus sebagai suami orang itu. “Duh, gimana ini, Papa juga kenapa sih gak restuin aku aja? memang apa susahnya sih tinggal nikahin aku sma Mas Aldo aja. Timbang tinggal ijab kabul aja pake segala nunggu resmi segala. Kalau sekarang sudah hamil begini kan dia juga yang repot dan malu kan?” gumam Kinanti membenarkan pendapatnya sendiri saja. Sementara itu, Pak Guntur tengah memikirkan terus apa yang diakui Kinanti tadi padanya. Meskipun ia tampak diam dan
“Ya, saya percaya itu.”"Jadi kapan kamu akan melamar anak saya?" imbuh Pak Guntur. "Saya bicarakan dulu ya, Pa, sama Ibu. Nanti biar saya kabarin Kinantinya.""Baiklah kalau gitu, kamu bisa lanjutin kerjaan kamu.""Baik, Pa, permisi. Saya kembali ke ruangan dulu." Aldo pamit membungkukkan badan. Aldo begitu senang mendengar permintaan Pak Guntur yang meminta secepatnya untuk melamar Kinanti. Pada akhirnya dia bisa menikahi Kinanti tanpa harus mengeluarkan uang banyak untuk Citra. Hah, bikin kesal saja! Sesampainya Aldo di meja kerjanya. Aldo pun segera menghubungi sang kekasih. Memberitahu kabar gembira ini kepada Kinanti. Aldo merogoh ponsel di saku celananya. TuutTuut"Halo, Sayang?""Iya halo, Mas? Tumben jam segini telpon? Mas nggak kerja?""Kerja dong Sayang, aku mau ngasih tau kamu kabar gembira. Coba tebak.""Apa sih Mas, kasih tau aja kenapa. Jangan bikin orang penasaran.""Mau tau aja apa mau tau banget?""Ish, Mas nih malah bercanda. Buruan ah kasih tau." Kinanti mence
DdrrtttDdrrrtt"Halo, Sayang?""Halo, Mas. Aku ada kabar gembira buat kamu.""Oh ya? Apa itu?" "Papa setuju kalau acara lamarannya dibarengin sekalian sama akad nikah kita." "Wah serius kamu, Sayang?""Dua rius, Mas.""Oke kalau begitu dua hari lagi kita laksanakan semuanya. Gimana?""Iya, Mas, lebih cepat lebih baik. Aku udah gak sabar pengen satu rumah sama kamu tau.""Aku juga udah gak sabar, Sayang. Ya Udah aku tutup dulu ya, mau kasih tau Ibu sama Raya soal kabar bahagia ini. Oh iya soal mahar dan lain-lainnya gimana?""Soal itu kamu gak perlu khawatir. Aku akan transfer uang ke kamu sepuluh juta buat beli mahar untuk aku. Dan untuk acaranya di sini nanti itu jadi urusan aku jadi kamu terima beli maharnya aja biar Papa juga tau kalau itu dari kamu dan kamu serius sama aku.""Terima kasih ya, Sayang. Kamu memang sangat pengertian sama aku.""Sama-sama, Mas. Ini aku lakukan karena aku begitu mencintaimu."***Hari yang dinanti pun tiba. Aldo dan Kinanti akan mengadakan akad nika
Citra menyeringai, terlihat mengerikan saat menatap dirinya di cermin. Tidak ada lagi air mata yang membasahi kedua pipinya. Hatinya sudah begitu mati rasa untuk sang suami semenjak ia tahu penghianatannya dengan Kinanti. Ia berjanji akan membuat perhitungan dengan Aldo. Ia akan membongkar kedok Aldo yang telah mempunyai istri. "Bersiap-siaplah Mas dengan kehancuranmu nanti. Akan kupastikan kalian akan menyesalinya. "***"Akhirnya kita sah juga ya, Mas. Setelah drama istri pertama kamu yang minta uang dua milyar itu. Kita resmi juga jadi suami istri meskipun secara siri. Lagian gila aja dia minta uang segitu banyak dikira aku bodoh apa." Kinanti tidur di lengan Aldo. Sedangkan Bu Miranti dan juga Raya ikut menginap di rumah Pak Guntur. "Iya, Sayang, akhirnya kita sudah sah jadi suami istri, aku bahagia banget. Soal Citra kamu gak usah pikirkan itu. Nyatanya kita sudah sah suami istri dan dia gak bisa apa-apa kan?" ucap Aldo mencium kening Kinanti. "Terus nanti kita tinggalnya gim
Betapa bahagianya Aldo saat itu. Sudah dikasih uang seratus juta. Ditambah pula dengan hadiah mobil dari Pak Guntur. Ia merasa beruntung dengan menikahi Kinanti. Tiba lah ia dan yang lainnya di rumah Aldo, Citra yang sudah mengetahui pernikahan siri Aldo dan Kinanti merasa biasa saja. Akan tetapi, di dalam hati Citra ia menyimpan dendam yang luar biasa. "Hemm gimana malam pertamanya hasil merebut suami orang? Nikmat apa lezat?"Kinanti tak menjawab pertanyaan Citra. "Jelas saja enak, kan pengantin baru. Iya kan? Iya dong? Masa enggak?" imbuh Citra. Ia terkesan meledek pasangan yang baru sah itu. "Tapi, kamu tau darimana? Perasaan Mas belum ada cerita sama kamu deh.""Darimana-mana hatiku senang.""Citra! Aku lagi gak bercanda ya.""Kamu pikir aku bercanda gitu? Dih gak lah yau.""Katakan darimana kamu tau? Kamu pubya mata-mata?""Gak ada, Mas. Adanya mata kaki sama mata ikan alias kutil tuh di telapak kakiku. Mau liat?" Aldo mengepalkan erat tangannya. Dia merasa emosi dengan jawa