Share

Promosi Suami Sendiri

Author: Sriayu23
last update Huling Na-update: 2022-09-22 07:35:05

Tanganku mengepal kuat. Menahan sesak di dada. Merasa dilecehkan oleh istri sendiri.  Tega-teganya Mira memposting fotoku bagaikan barang dagangan. Gila. 

"Prank kamu gak lucu, Sayang," ujarku menahan emosi. 

Mira mengambil posisi duduk. Wajahnya tampak tidak merasa bersalah. Dia malah memandangku dengan intens. Lalu, mengambil ponselnya. Mendadak hatiku berdegup kencang. Rasa marah sirna begitu saja. Digantikan kecemasan. Takut Mira mengetahui skandalku dengan Diana. 

Tak mungkin. Perempuan lugu seperti dia, akan mencari lebih jauh tentang kedekatanku dengan Diana. Aku juga berusaha menyembunyikan hubungan spesial kami dibalik kedok persahabatan.  Supaya, Mira tak mencurigai semua rahasia yang sudah aku sembunyikan cukup lama. Bahkan, banyak orang percaya, aku dan Diana hanya sebatas sahabat dekat. 

"Aku gak prank Mas. Satatusku rame gara-gara posting muka kamu. Terus, lihat nih ...."

Mira menunjukkan W******p. Banyak pesan yang masuk dari pelanggannya. Ada yang meledekku, dan ada yang serius membeli. Mira juga menunjukan catatan bukunya, yang menunjukkan daftar pesanan panci, wajan dan perkakas lain. Hampir 50 orang yang memesan dagangannya untuk hari ini.

"Maksudnya gimana, Mir. Mas bener-bener gak paham maksud kamu. Kenapa tega nyamain Mas kaya panci dan wajan yang kamu jual."

"Ya ampun, Mas. Baperan banget. Ini namanya teknik marketing. Biar banyak yang kepo sama dagangan aku. Lihat aja, berhasilkan teknik marketing aku. Hari ini, aku untung banyak banget," jawab Mira sangat antusias. 

Sebenarnya, aku tak percaya. Apa ada teknik marketing segila ini? apa Mira berusaha membodohiku? namun, aku tak mau memperdebatkannya. Yang paling penting, Mira tidak tahu hubungan gelap ku dengan Diana. Perasaanku cukup lega. Ternyata, semua ini bukan propoganda akibat perselingkuhanku terbongkar. Hanya teknik bodoh ciptaan istriku untuk berjualan. 

"Beneran ini hanya teknik marketing? Mas baru tahu."

"Beneran, Mas. Kamu kurang belajar nih, mangkanya gak paham. Tapi, aneh yah, kenapa dikomen pada bilang aku mau jual suami, karena suamiku selingkuh. Padahal, ini hanya teknik marketing paling jitu."

"Hmmm ... i-itu dampaknya kalau kamu posting muka Mas sembarangan. Ibu-ibu jadi suudzon."

"Ya, gak papa, Mas. Yang pentingkan realitanya kamu gak selingkuh. Toh, foto perempuan itu Diana. Mana mungkin kalian selingkuh di belakangku. Ya, meskipun gaya foto itu agak romantis sih."

Aduh, apa maksud pembicaraan Mira? perasaanku makin gelisah. Bingung harus menanggapi apa. Takut salah bicara, malah berantakan semuanya. Bisa-bisa aku didepak dari rumah ini. Semua fasilitas yang diberikan Mira pada ibuku, bisa dicabut juga. 

"I-itu foto lagi bercanda, Sayang. Ka-kamu dapet fotonya dari mana?"

"Status Dianalah, Mas. Ya, kayanya becanda sih. Kalau pun selingkuh, gak mungkinkan diekspos gitu, hahaha. Udahlah, aku ngantuk. Bahas lagi nanti."

Perkataan Mira bagaikan anak panah yang menancap di hati. Apa dia sudah tahu hubunganku dengan Diana yang sebenarnya? tidak. Kalau dia tahu, pasti Mira tak segan-segan mengusirku dari rumah. Dia paling benci dengan perselingkuhan. Tak mungkin bersikap tenang seperti ini. Raut wajahnya juga biasa saja. Tak ada yang mencurigakan. Meskipun, perasaanku tetap tak karuan. 

"Sayang, semuanya baik-baik saja 'kan? hanya untuk keperluan promosi kamu? bukan karena kamu benci atau ... kesal sama Mas?"

"Iya, Mas. Lagian aku kesel kenapa? ada-ada aja, kamu ini. Jangan ganggu. Aku mau tidur."

Perlahan aku bisa bernafas lega. Aku berusaha menghibur diri sendiri. Untuk tenang dan tidak berpikir negatif. Aku yakin Mira tidak tahu apa-apa. Dia tak mungkin berbohong. Aku bisa tidur dengan nyenyak. 

Meskipun, kecemasan di hati makin bertambah besar kadarnya. Aku mengkhawatirkan hal-hal yang tidak terduga terjadi. Semoga saja, hanya ilusi. Lebih baik, aku memejamkan mata. Agar Mira tidak curiga. 

*****

[Mas, aku pergi duluan. Mau order panci ke pusatnya. Paling, balik sore atau malam. Maaf gak masak. Beli aja.]

Saat membuka mata di pagi hari, Mira sudah mengirim pesan. Aku bangkit dari kasur. Berjalan gontai keluar dari kamar. Sesuai pesan yang disampaikan, Mira sudah tidak ada di rumah. Tumben sekali pagi-pagi sudah pergi. Biasanya, Mira akan mengambil pesanan barang dagangannya bersamaku. Entah dia pergi naik apa. Motor kesayangannya juga tak dibawa. 

"Hallo, Mas di mana? cepet jemput aku," rengek Manja Diana.

Berkali-kali dia mengirim pesan. Namun, tidak aku balas. Efek baru bangun tidur. Membuatku sedikit tidak fokus. Akibat kesal pesannya tidak si respon, Diana malah menelpon. Untung saja tidak ada Mira. Aku bebas mengangkat telepon dari Diana. Meskipun, selama ini Mira memang tak curiga jika aku sering berbalas pesan atau telepon dengannya. Jika tak sengaja ketahuan. 

"Iya, Sayang. Mas mandi dulu."

"Gak ada Mira yah? tumben Mas oanggil aku Sayang pas di rumah."

"Iya, dia pergi ngambil dagangan pancinya."

"Istrimu semakin aneh saja. Anak juragan kontrakan tapi mau-maunya jualan kaya gitu. Ya sudah, aku langsung ke rumah Mas. Toh, jarak kontrakanku gak jauh."

"Gila kamu, nanti ada Mira, dia malah mikir macem-macem."

"Gak papa.  Istrimu itu baik, dan pasti percaya sama aktingku yang lemah lembut. Bergaya polis menjadi sahabatmu. Kita udah sering akting, Mas. Gak bakal curiga."

"Tapi, Na, a-"

"Sudah, jangan berdebat, Mas. Keburu siang. Aku segera ke situ."

Diana langsung memutuskan telepon. Dasar nekat. Apa dia tidak sadar, kalau Mira mulai aneh. Aku takut istriku malah curiga. 

Entahlah, aku bingung harus bagaimana. Lebih baik segera mandi. Agar ketika Diana datang, bisa langsung pergi ke kantor. Aku tak mau, kami malah berduaan di rumah ini. Bisa bahaya.

"Mas ... buka pintunya!"

Beberapa menit kemudian, Diana datang. Waktunya pas sekali. Aku sudah rapih. Bergegas keluar.

"Mas udah rapih? ceper banget. Padahal, aku mau santai dulu di rumah ini. Biar merasa kaya nyonya, tinggal di rumah besar ini."

"Jaga sikap, Na. Jangan lupa aktingmu. Kita harus bersikap layaknya seorang sahabat. Bukan suami istri. Mira bisa curiga."

"Tapi, Mas ... a-"

"Sudah, cepat naik mobil. Sebelum ada yang liat kedatangan kamu ke sini."

Aku tarik Diana masuk mobil setelah mengunci pintu. Melajukan mobil menuju kantor. Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya kami sampai di kantor. 

"Apa-apan ini?" tanyaku emosi. Mata membelalak. Rasanya bila mata ini ingin jatuh. 

"Mas, siapa yang bikin banner promosi muka kamu sama panci gini?" Diana malah menanyakan hal yang tidak aku ketahui. 

Di bagian pintu masuk, banner wajahku yang diedit dengan panci bersebaran. Ada yang ditempel di tembok. Ada yang di pajang dekat pintu. Posisi panci diletakan di kepala, perut, dan lainnya dalam foto itu. Ditambah lagi, fotoku di banner itu dalam ekspresi paling jelek. 

"Mas, Mas .... liat status istrimu di Wa dan F*. Parah banget."

Aku rebut ponsel di tangan Diana. Melihat status W******p istriku. Kali ini, dia benar-benar mempromosikanku layaknya barang dagangan. Mira benar-benar keterlaluan. Caption statusnya sangat menohok.

[Di jual ... di jual ... beli sepuluh panci, bakal dapat bonus pria digambar ini. Bisa daftar jadi istri kedua atau ketiga, batas sampai keempat. Kalau mau jadi selingkuhannya juga boleh. Asal pancinya dibeli dulu kakak ... cus langsung japri.]

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kujual Suamiku di Status Facebook   TAMAT

    "Mas, ko, datang ke sini?" tanya Alina merangkul pria itu.Kami semua langsung bengong. Kecuali ibu mertua, sepertinya dia sudah tahu. Siapa pria itu? kelihatan sangat dekat dengan Alina."Kalian kenapa pada bengong?""Hehehe, enggak, Tante. Dia siapa Tante, kayanya Kahfi pernah ketemu.""Itu Wendi, Kahfi.""Om Wendi siapa, Mbah?""Kenalkan saya calon suaminya Alina." Pria itu menyalami kami semua. Aku cukup kaget saat dia mengenalkan diri sebagai calon suami Alina. Tapi, kabar ini cukup baik."Biasa aja dong, Mbak Mira. Jangan bengong. Katanya aku gak boleh jadi perebut suami orang terus. Ya udah, nih, aku buktiin cari pria lajang. Ya, walaupun duda anak satu. Setidaknya aku gak merebut punya orang.""Bagus dong. Mas mendukung kamu, Alina. Segeralah menikah, tak usah acara yang mewah, asal segera sah.""Iya Mas Hafidz tenang saja.""Mira, maafkan ibu kalau selana ini sering menyakiti hati kamu. Ternyata kamu ini memang perempuan yang sangat dicintai Hafidz. Ibu gak bakal tega memisa

  • Kujual Suamiku di Status Facebook   Pusara Ibu dan Ayah

    "Ma-maksudnya Diana sudah meninggal?""Sesuai yang kalian lihat. Dia meninggal karena terkena penyakit paru-paru. Perempuan itu emang aneh, dia sendiri yang menyerahkan Salma pada kalian, tapi dia yang terus menerus meratapi anaknya.""Semua ini terjadi karena kesalahanmu juga, Max. Diana pernah datang padaku dengan kondisi banyak luka. Jangan-jangan dia meninggal karena kamu juga bersikap kasar sama dia.""Hahahaha, iya betul. Aku memang tidak suka dengan perempuan itu. Sudah aku bilang jangan mengurus bayi sialan. Dia malah berani membawanya. Bayi itu sama mengesalkan dengan Diana, berkali-kali aku coba membunuhnya tetap saja tidak berhasil. Ini semua karena kalian, orang asing yang malah ikut campur.""Ja-jadi semua ini ulah Om Max? kemarin Om bilang ibu meninggal hanya karena sakit. Ternyata ... Om jahat. Om mau membunuhku, dan juga sudah berhasil membunuh ibuku.""Kamu salah, anak cantik. Bukan hanya ibumu yang aku bunuh, bapakmu juga. Dia aku beri racun saat di penjara.""Astaga

  • Kujual Suamiku di Status Facebook   Pulanglah, Zea

    "Kamu anak laki-laki yang bisa ayah andalkan, jaga Mamah di sini, biar Ayah yang datangi diskotik itu.""Ya elah, Yah, emang kenapa kalau Kahfi ikut. Kalau ada Kahfi bisa makin kuat ngelawan musuhnya, Kahfi ini pinter bela diri, ayah 'kan tahu Kahfi juga pernah juara di bidang pencak silat.""Bukan waktunya berdebat, Kahfi."Mas Hafidz masuk ke kamar Heri. Mereka berdua mengobrol di sana untuk membahas rencana penggerebekan. Zea harus secepatnya diselamatkan. Aku temui Kahfi di kamar tamu. Dia tampak jengkel, mukanya ditekuk, sambil murung."Ikuti kata Ayah, Kahfi Sayang. Bukan waktunya buat ngambek. Kita ada dikondisi genting.""Iya, Mah," jawab Kahfi malas. Aku tinggalkan saja dia di kamar agar bisa istirahat. ***Keesokan malamnya, Mas Hafidz dan Heri sudah mendapat informasi terkait Max. Meliputi latar belakangnya, sekilas tentang bisnis ilegalnya, dan tempat persembunyian. Menyewa detektif memang lebih cepat mendapat banyak informasi.Kami juga bersekongkol dengan pihak polisi.

  • Kujual Suamiku di Status Facebook   Zea Diculik

    Pov Mira"Mas, mana Zea katanya di hotel ini?" tanyaku mengedarkan pandangan ke seluruh area hotel. Mas Hafidz mengajakku bertanya pada resepsionis. "Maaf Mbak, lihat anak perempuan sekitar kelas dua SMA, pakai hijab, kulit sawo matang, namanya Zea.""Oh, Adek bernama Zea. Tadi ada di sini, Pak, katanya dia menunggu keluarganya datang. Tapi, terkahir saya lihat dia keluar dan gak balik lagi. Saya pikir sudah dijemput orang tuanya.""Astagfirulloh, jangan-jangan ada yang berbuat jahat sama Zea, Mas.""Tenang, Sayang. Kita telpon Kahfi lagi.""Hallo, Kahfi?""Iya, Yah, udah ketemu Kak Zea?""Dia gak ada di sini. Apa kamu tahu ke mana kira-kira dia pergi?""Gak ada di situ? Kahfi udah nyuruh Kakak nunggu di situ aja. Pasti ada yang culik Kakak Zea. Soalnya pas telpon dia bilang udah berhasil ngelawan orang jahat. Pasti ada yang yang gak beres, Yah.""Astagfirulloh."Persendianku semakin lemas. Baru dapat kabar bahagia, sudah dihujam kenyataan pahit. Mungkin bahaya sedang mengincar anakk

  • Kujual Suamiku di Status Facebook   Pov Zea

    "Ini uang buat bekal kamu di Jakarta. Kamu pergi ke alamat yang sudah Tante tulis, yah.""Beneran gak Tante ini alamat ibu kandung aku?""Iya, cari aja pria bernama Max, itu suami Ibu kamu saat ini."Sebenarnya aku ragu dengan informasi yang diberikan Tante Alina. Secara selama ini perempuan itu judes dan malah suka menjelek-jelekkanku di depan Mbah. Namun, aku juga penasaran. Mamah juga pernah bilang kalau dia dulunya tinggal di Jakarta. Jadi, bisa saja ucapan Tante Alina benar. "Ya udah, Zea pamit dulu, Tante. Nanti bilang aja sama Mamah kalah Zea ke alamat ini.""Iya, gampang. Kamu matiin aja hapenya, jangan dulu di aktifin."Aku mengangguk. Kebetulan ponselku memang sedang lowbet. Aku nekat ke Jakarta naik bis tanpa sepengetahuan Mamah dan Ayah. Kalau mereka tahu, tentu tak akan setuju. Aku memang bahagia diasuh mereka. Sama sekali tidak kekurangan kasih sayang. Tetapi, aku juga ingin bertemu orang tua kandungku. ***"Ini alamatnya?" tanyaku heran. "Ponsel? arrgh, ke mana ponse

  • Kujual Suamiku di Status Facebook   Zea Kabur

    "Zea buka pintunya, Sayang.""Kak Zea buka pintunya. Kita semua sayang sama Kak Zea. Jangan dengerin nenek."Berkali-kali mengetuk pintu tak ada jawaban. Aku paham, perasaan Zea pasti sangat hancur. Meski aku bukan ibu kandungnya, tetapi perasaanku juga ikut terluka. Zea sudah seperti anakku sendiri. Kenapa semuanya terbongkar dengan cara seperti ini?"Zea ... maafin Mamah, yah, Sayang," ujarku menangis. "Mah, kita biarkan Kak Zea menenangkan diri dulu, Mah. Dia pasti butuh waktu menerima semua ini."Aku hanya mengangguk lemas. Biar zea tenang dulu. Aku melangkah menjauh dari kamarnya. Ibu mertua ternyata masih menunggu untuk berdebat lagi denganku."Duduk, aku mau bicara.""Bu, pergi saja dari sini.""Kamu ngusir mertuamu sendiri?""Mira, kamu ini emang sudah gila. Terlalu membela anak pungut dibandingkan mertuamu sendiri. Akui saja kesalahanmu, dan kembalikan anak itu ke asalnya. Jangan mempersulit hidup."Aku melangkah mendekati Alina. Menjambak rambutnya. Mata melotot menatap per

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status