Author POV
Setelah aku dan Luna menikah, aku tidak mengizinkan Pak Ahmad berkerja di pabrik lagi,melainkan untuk menikmati masa tuanya dan ikut tinggal bersama di rumahku. Meskipun awlanya Pak Ahmad menolak, tapi setelah di bujuk beberapa kali akhirnya mau.
Saat sarapan terjadi perbincangan antara aku,Luna, dan Pak Ahmad.
"Sekali lagi saya sangat berterima kasih kepada nak Dodi, karena sudah menikahi anak saya satu-satunya. Dan saya juga berterima kasih karena saya di izinkan untuk tinggal bersama kalian." Ucap pak Ahmad kepadaku.
"Justru saya yang berterima kasih Pak. Bapak telah mengizinkan putri cantiknya untuk saya nikahi. Saya senang sekali jika Bapak ada di sini. Karena saya juga sudah tidak punya orangtua lagi hanya tinggal Bapaklah satu-satunya orangtua kami." Balasku dengan berterima kasih kembali kepadanya,karena memang aku yang berhak berterima kasih kepada Pak Ahmad. Dia mati-matian membesarkan anaknya tapi kini anaknya sudah jadi milikku.
"Alhamdulillah! Terima kasih ya Allah engkau telah menyerahkan anakku di orang yang tepat." Syukur pak Ahmad dengan mengadahkan tangan dan menghadap ke langit.
"Luna! Kamu harus jadi istri yang baik ya nak. Sekarang Luna harus mengikuti apa kata suami Luna. Karena sekarang suami Luna yang akan bertanggung jawab atas Luna bukan bapak lagi." Pak Ahmad memberikan nasehat kepada Luna.
"Iya pak. Doakan Luna ya pak biar bisa jadi istri yang baik."
"Iya nak. Bapak selalu mendoakan yang terbaik buat kalian. Tadi malam Luna sudah melayani suami Luna?" Tanya pak Ahmad yang bikin Luna bingung jawabnya.
"Tadi malam kita sama-sama capek pak. Jadi kita memutuskan untuk tidur." Jawabku dengan tiba-tiba, karena aku kasihan melihat istriku bingung menjawabnya.
"Oh ya sudah. Tapi jangan lama-lama ya berikan cucu buat bapak sebelum bapak meninggal." Ucap pak Ahmad yang membuat aku senang, karena akupun tidak sabar ingin memiliki keturunan. Secara kini umurku sudah hampir kepala 3.
"Bapak tidak boleh bicara seperti itu!" Seru Luna dengan wajah tidak suka.
"Mudah-mudah bapak diberikan umur panjang biar bisa bertemu cucu bapak." Ucap bapak.
"Aamiin. Insyaallah secepatnya kita akan berikan cucu untuk bapak." Ucapku yang langsung mendapatkan tatapan dari Luna. Akupun membalas senyuman atas tatapannya.
Author POV
Setelah selesai sarapan, Luna membantu Mbok Tuti mencuci piring dan beres-beres rumah.
“Dek Luna, biar Mbok saja yang cuci piring. Dek Luna istirahat saja di kamar pasti capek.” Ucap Mbok Tuti yang ingin mengambil alih cucian piring di tangan Luna.
“Tidak apa-apa Mbok. Aku sudah biasa cuci piring sendiri.” Jawab Luna dengan ramah.
Tiba-tiba dodi ke dapur dan memanggil Luna.
“Luna!” panggil Dodi.
“Iya, ada apa?” tanya Luna
“Kamu sedang apa?” tanyanya lagi.
“Sedang cuci piring.” Jawab Luna.
“Sini biar Mbok saja yang cuci piringnya ,Dek.” Ucap Mbok Tuti. Dia khawatir kalau Dodi akan marah kalau istrinya mencuci piring.
“Tidak apa-apa Mbok, biar Luna saja yang cuci piringnya. Luna,kalau sudah selesai kamu ke kamar ya, aku tunggu.” Seru Dodi meninggalkan dapur dan menuju ke kamar.
Tok! Tok! Tok! Luna mengetuk pintu kamar.
“Siapa?” Tanya Dodi dari dalam kamar.
“Aku.” Jawab Luna.
“Iya,masuk!” Perintah Dodi.
Luna membuka pintu kamar pelan-pelan. Terlihat Dodi sedang tiduran di kasur. Sepertinya dia masih merasakan lelah. Luna melangkahkan kakinya dan berhenti di samping ranjang dekat Dodi.
“Sini duduk!” pinta Dodi agar Luna duduk di dekatnya. Luna pun langsung mengikuti perintahnya.
“Ada apa?” Tanya Luna dengan wajah menunduk.
“Kalau sedang bicara, tatap mata suaminya! Kamu tidak bahagia ya menikah denganku.” Tanya Dodi.
“Aku bahagia kok.” Jawab Luna singkat.
“Tapi, kenapa Luna tidak pernah senyum di depan aku? kalau ada yang ingin dibicarakan silakan bicara! aku siap mendengarkan.” Ucap Dodi sambil menggenggam kedua Tangan Luna.
“Sebenarnya..” Ucap Luna menggantung.
“Sebenarnya apa sayang?” Tanya Dodi penasaran.
“Sebenarnya aku ingin melanjutkan sekolah. Tapi, karena Bapak sudah tua dan tidak sanggup membiayai, aku setuju dengan pernikahan ini.” Jelas Luna dengan wajah sendu menatap mata suaminya.
“Kalau begitu nanti aku daftarkan sekolah ya. Biar Luna bisa melanjutkan sekolah lagi.” Jawab Dodi yang ingin membuat Luna bahagia.
“Tapi, aku sudah menikah. Kalau aku hamil, apa kata teman-teman sekolahku nanti.” Ucap Luna yang membuat Dodi gemas ingin mencubit pipinya.
“Kita tunda saja dulu punya anaknya.” Jawab Dodi.
“Memang tidak apa-apa?” tanya Luna.
“ Tidak apa-apa sayang, yang penting kamu bahagia. Apapun akan aku lakukan.” Ucap Dodi dengan senyuman yang membuat wajah Luna sedikit tertarik untuk tersenyum karena mendengar perkataan Dodi.
“Terima kasih ya, Kamu sudah baik sama aku dan bapakku.” Ucap Luna dengan wajah yang gembira.
“Eh tapi, Bapak sudah tua. Dia ingin segera melihat cucunya. Aku sedih kalau tidak bisa mengabulkan permintaan Bapak.” Wajah Luna yang tadinya gembira langsung sedih lagi.
“Hhmm jadi bagaimana?” Tanya Dodi yang ikut sedih juga.
“Aku ingin bapak bahagia. Lebih baik aku tidak melanjutkan sekolah saja biar aku bisa kasih cucu buat bapak.” Jawab Luna dengan sangat polos yang membuat Dodi semakin gemas dengan tingkah Luna.
“Memangnya Luna sudah siap punya anak?” Tanya Dodi sambil menahan senyum.
“Ya harus siap. Aku kan sudah punya suami.” Jawab Luna yang membuat dodi sedikit tertawa dan tak tahan mencubit pipinya.
“Ya sudah kalau begitu. Sekarang kita tidur yuk!” Ajak Dodi sambil menarik tangan Luna untuk merebahkan tubuhnya disampingnya.
“Hah? Sekarang?” Luna seperti terlihat sangat kaget mendengar ajakan Dodi.
“Iya, sekarang. Sini!” Jawab Dodi sambil menepuk-nepuk bantal yang ada di sampingnya.
“Tapikan sekarang masih siang, masa kita mau bikin anak?” Tanya Luna dengan sangat polos sehingga membuat Dodi tertawa lebih keras.
“Hahaha! Kamu sudah tidak sabar bikin anak ya? Aku itu ngajak kamu tidur bukan bikin anak. Bikin anaknya nanti malam saja ya.” Ucap Dodi sambil tertawa puas.
“Oh. Berarti aku salah dengar.” Kata Luna.
"Sini! Aku mau peluk kamu." Pinta Dodi.
"Kalau kamu peluk aku terus bisa-bisa aku kehabisan nafas." Ucap Luna.
"Loh! Kenapa?" Tanya Dodi heran.
"Karena kamu kenceng banget meluknya sampe aku susah nafas." Kata Luna kesal.
"Ya Ampun, maaf ya." Dodi meminta maaf.
Mereka tidur siang dengan nyenyak sampai terdengar suara adzan. Kali ini Luna bangun lebih dulu dan melihat wajah suaminya yang ternyata ganteng juga meskipun sedang tidur. Luna sangat bersyukur ternyata suaminya begitu baik dan lembut saat berbicara dengan Luna.
“Kamu! Kamu! Bangun! Sudah adzan ayo sholat!” ucap Luna membangunkan Dodi dengan memanggil kata ‘kamu’ karena dia bingung harus manggil apa. Masa panggil namanya saja, kan tidak sopan.
“Kok manggilnya ‘kamu’ aku kan punya nama.” Ucap Dodi yang langsung bangun dari tidurnya.
“Habis aku bingung mau panggil kamu apa. Kamu kan lebih tua masa aku panggil namanya saja.” Jawab Luna menunduk karena malu.
“Kamu bisa panggil aku, Mas Dodi.” Ucap Dodi yang dibalas muka malu Luna.
“Iya.” Jawab Luna singkat dan ingin segera ke kamar mandi.
“Iya apa?” tanya Dodi menggoda agar Luna menyebut namanya.
“Iya Mas Dodi.” Ucap Luna dengan malu-malu.
“Coba lagi! Aku pengen dengar lagi.” Pinta Dodi menggoda yang membuat Luna semakin malu.
“Iya Mas Dodi.” Ucap Luna dengan penekanan.
“Lagi-lagi aku enggak dengar.” Canda Dodi karena dia merasa senang melihat istrinya yang malu-malu saat memanggilnya.
“Sudah, aku mau wudhu.” Tolak Luna yang langgung kabur ke kamar mandi.
***
Author POV
Hampir setiap malam mereka berusaha untuk mendapatkan anak. Luna yang polos dan menggemaskan membuat Dodi selalu terbuai olehnya. Dodi semakin mencintai istrinya, begitupun Luna yang kini sudah tidak canggung lagi dengan Dodi. Luna pun sangat mencintai suaminya yang baik dan ganteng itu.
Sudah beberapa bulan menikah, belum ada tanda-tanda kalau Luna hamil. Semakin hari kesehatan pak Ahmad semakin buruk. Luna dan Dodi berharap bisa kasih cucu secepatnya.
Brian povAlhamdulillah Sindy mau menerima lamaranku. Aku bahagia sekali,penantianku selama ini tidak sia-sia. Aku memang sudah ikhlas kalo Sindy memilih laki-laki lain. Tapi, ternyata dia masih menerima aku.Beberapa hari lagi pernikahan akan di langsungkan di kediaman rumah Sindy. Pestanya hanya sederhana,tidak terlalu mewah. Di rumahku juga, sedang mempersiapkan membuat seserahan dan lain-lainnya.Semua persiapan di rumahku, ibu yang mengatur. Sesekali beliau bertanya kepadaku tapi, aku percayakan semua pada ibu.Satu-satunya keluargaku adalah ibu. Aku tidak mempunyai keluarga besar. Jadi,aku hanya mengundang teman-temanku dan karyawan yang ada di kantor. Oh iya, mungkin ibu akan mengundang keluarga besar suaminya.***Setiap hari aku selalu mencoba latihan ijab qobul. Agar pada saat hari H aku tidak salah ucap. Aku berlatih di dalam kamar agar tidak ada yang melihat dan mendengar. Tapi suatu hari tiba-tiba aku melihat ibu berdiri di
Author POVSetelah beberapa tahun, akhirnya mereka wisuda. Luna teringat dengan Brian yang ingin menikahi Sindy setelah lulus kuliah.Luna mengajak Rasya untuk ke rumah Brian karena memang sudah lama sekali mereka tidak ke sana."Rasya! Kita ke rumah Brian yuk! Aku kangen sama dia," kata Luna mengajak Brian."Sama aku kangen enggak?" Rasya bergelayut manja di lengan Luna."Setiap hari kita ketemu,masa kangen," ucap Luna yang bikin Rasya cemberut."Ya sudah. Ayo kita ke rumah Brian."Merekapun jalan ke rumah Brian. Di perjalanan Luna bicara sama Rasya tentang rencana Brian akan akan menikah dengan Sindy. Rasya kaget,karena dulu dia sempat tertarik sama Sindy juga. Tapi,Rasya tidak memberitahu Luna tentang Sindy.Setelah mereka sampai di depan pintu rumah Brian,mereka mengetuk pintu berkali-kali. Namun tidak ada jawaban sama sekali. Mereka berpikir Brian sedang tidak ada di rumah. Luna mencoba menelepon Brian, tapi tidak aktif.
Akhir-akhir ini papah selalu mengajak aku berbicara. Papah mencoba membuat aku menjadi pemimpin yang baik,entah itu di dalam keluarga ataupun di perusahaan. Papah juga menceritakan pengalam-pengalaman pahit yang sudah pernah beliau lewati,agar menjadi pelajaran buat aku.Setelah makan malam, Luna biasanya langsung masuk kamar. Tapi, malam ini dia menemani aku mengobrol sama papah."Sini Lun! Kita ngobrol bareng," ajak papah."Iya,Pah. Hehe." Luna mengangguk tersenyum dan duduk di sebelahku."Luna! Rasya! Kalau bisa kalian harus cepat-cepat punya anak ya. Papah ingin sekali melihat cucu dari kalian.""Iya,Pah. Doakan semoga Luna cepat hamil," ucapku sambil melihat ke arah Luna.Banyak sekali yang papah ceritakan kepada aku dan Luna. Di mulai dari masa kecil sampai tua sekarang. Dulu juga papah bukan orang yang sukses seperti sekarang. Papah memulai bisnisnya dari 0 dan bersungguh-sungguh hingga aku dan keluargaku bisa menikmati hasilnya.Luna
Saat kami sedang berjalan menuju kelas, ada Arif menghampiri kami."Luna! Kamu baik-baik saja kan? Akhir-akhir ini kamu jarang ke kampus." Tanya Arif."Alhamdulillah aku baik." Jawabku."Nanti siang kita makan bareng yuk. Kamu mau enggak?" Tanya Arif. Aku melihat ke arah wajah Rasya yang bingung dengan Arif."Maaf, aku enggak bisa. Aku duluan ke kelas ya!" Tolakku yanb langsung jalan dan melambaikan tangan ke Arif.Rasya tak bisa menutupi rasa penasarannya kepada Arif."Siapa tadi?" Tanyanya."Dia Arif namanya." Jawabku."Siapanya kamu?" Tanyanya lagi."Teman.""Tapi kok perhatian banget ya sama kamu." Tanya Rasya terus penasaran."Kayaknya sih Dia suka sama aku." Jawabku jujur agar Rasya penasaran lagi."Terus, kamu juga suka sama Dia?" Tanya Rasya terlihat tidak suka wajahnya."Ya enggak lah! Aku kan sudah punya suami." Jawabku agar Rasya tidak salah paham.Rasya lega mendengar jawaban
Papahku senang sekali melihat Luna kembali ke rumah."Luna, bagaimana kabarnya?" Tanya papah."Alhamdulillah, Luna baik-baik saja,Pah." Jawab Luna tersenyum."Luna, kalau Rasya berani macem-macem sama kamu, bilang sama Papah ya." Kata Papah membela Luna."Hhmm,iya Pah." Jawab Luna tertawa kecil.Kata-kata Papah kepada Luna sepertinya memberikan peringatan juga kepadaku, aku akan mencoba menjadi suami yang baik buat Luna.Di dalam kamar, Luna masih belum bicara dengan denganku. Akhirnya, aku memutuskan untuk berbicara lebih dulu."Lun, sekali lagi aku minta maaf ya. Bukan maksud aku ingin menyakiti hati kamu soal kata-kataku waktu itu. Hanya saja aku tidak mengerti bagaimana menjadi seorang suami.""Iya." Jawab Luna."Lun, kalau ada sesuatu kamu boleh bilang sama aku. Jangan ada yang di tutup-tutupi biar aku mengerti.""Iya." Jawab Luna lagi."Kamu kok dari tadi cuma bilang 'iya' terus?" Tanyaku heran."Kam
Author POVSudah beberapa hari Luna tidak pulang ke rumah Rasya. Rasyapun tidak mencoba untuk menjemput Luna. Mereka hidup masing-masing untuk sementara. Dan selama beberapa hari itu juga Luna tidak masuk kuliah.Brian senang bisa bersama lagi dengan Ibunya, tapi di sisi lain dia juga sedih. Karena, masalah ibunha belum di selesaikan.Di kampus, Brian berusaha bertemu dengan Rasya untuk berbicara serius dengannya."Aku mau bicara serius." Kata Brian."Ada apa,Brian?" Tanya Rasya."Aku mau kasih pilihan. Mau pertahankan Ibuku atau melepaskannya?" Tanya Brian to the point."Maksudnya?" Tanya Rasya bingung,tidak mengerti dengan pertanyaan Brian."Kamu tidak berusaha menjemput Ibuku dan menyelesaikan masalah?" Tanya Brian lagi."Kami tidak ada masalah kok." Ucap Rasya polos yang membuat Brian sedikit geram."Kalau tidak ada masalah, kenapa Ibuku tidak mau pulang ke rumahmu." Brian bertanya sedikit keras."Mungkin Dia kang
Aku tahu, sepertinya ibuku sedang ada masalah dengan suaminya. Tapi, aku enggak mau maksa beliau untuk cerita sekarang kalau beliau belum bersedia menceritakan semuanya sama aku. Ibuku butuh ketenangan di rumah ini, jadi aku tidak boleh mengganggunya.Mobil sudah siap berangkat, tapi ibuku belum siap-siap berangkat kuliah."Bu, ayo berangkat!" Seruku kepada ibu."Brian, hari ini Ibu ijin dulu. Jadi, kamu berangkat sendiri saja." Kata ibu." Ya sudah, kalau begitu aku berangkat dulu. Assalamu'alaikum." Ucapku sambil mencium tangan ibuku."Wa'alaikumussalam. Hati-hati ya!" Jawab salam ibu.***Rasya POVSaat aku bangun tidur, ternyata Luna tidak ada di kasur. Sepertinya Luna ada di kamar mandi. Eh, tapi kok dari tadi malam dia belum keluar-keluar dari kamar mandi ya? Aku coba buka pintunya, ternyata tidak ada orang. Mungkin dia sudah ada di meja makan duluan.Aku sudah rapi memakai pakaian, tinggal sarapan. Semuanya anggota keluarg
Luna tidak tahu kalau mereka menunggunya,dia pun merasa tidak enak dengan semuanya. Rasya tidak memberitahu Luna kalau keluarganya sedang menunggunya."Kita udah nunggu 1 jam. Perut sudah lapar. Kamu enggak datang-datang." Ucap Mamah Rasya dengan sinis."Maaf mah, Luna tidak tahu." Jawab Luna menunduk."Lain kali kalau mau terlambat datang. Kabarin Rasya ya biar kita tidak menunggu." Ucap Papah Rasya dengan lembut."Iya Pah."Saat makan malam Luna hanya makan sedikit. Selain dia sudah makan dengan Brian diapun tidak ada nafsu makan kalau di meja makan bersama keluarga Rasya.Setelah makan malam, Luna dan Rasya masuk kamar. Luna ingin bicara sama Rasya kenapa dia tidak memberitahu Luna kalau keluarganya menununggu untuk makan malam."Rasya, kenapa kamu enggak ngasih tahu aku kalau keluarga kamu nungguin aku. Tadikan aku bilang mau nemuin Brian dulu di rumah.""Aku tidak mau membebani kamu Luna. Kamu bebas mau melakukan apa saja."
Hari pernikahan pun telah tiba. Keluarga Brian sangat bahagia melihat Rasya menikah. Namun sejujurnya mamah Rasya tidak suka Brian menikah dengan janda tapi karena suaminya sudah mendesak akhirnya setuju juga."Selamat Brian! Akhirnya kamu menikah dan mendapatkan bagian dari bisnis Papah. Kamu beruntung mempunyai istri cantik seperti Luna." Ucap Papah Rasya yang terlihat sangat bahagia."Iya Pah. Terima kasih." Jawab Brian.Di sudut pelaminan Brian terlihat sedih dan bahagia melihat Ibunya menikah lagi. Sedih, karena Ibunya sudah jadi milik orang lain. Bahagia karena ada mau lagi mendampingi Ibu selama ini. Brianpun segera menghampiri dan memeluk Ibunya."Ibu! Selamat ya! Semoga Ibu selalu bahagia dengan suami Ibu." Bisik Brian di telinga Luna sambil menangis."Brian, kamu kok nangis?" Tanya Luna."Aku menangis bahagia,Bu" Ucap Brian yang semakin memeluk erat Ibunya.Rasya yang melihat pemandangan itu langsung menghampiri mereka berdua