Share

Anugerah Tiga

"Tidak semua wanita yang patah hati mengerti bagaimana cara merawat lukanya sendiri, karena itulah ia membutuhkan seseorang untuk sekedar membagi apa yang ia rasa."

 

°°°

 

Weekend adalah me time yang paling ku tunggu-tunggu tapi kenapa Allah maha baik malah mengirimkan pengganggu ke tempat kostku?

 

"Dek, temen Mas mau mampir kesini dulu, numpang istirahat katanya."

 

"Hmm.."

 

"Beliin Mas sarapan gih Dek, laper nih."

 

"Hmm.."

 

"Sienna Az-Zahra."

 

Aku yang sayup-sayup mendengar nama lengkapku disebut oleh Mas Alif reflesk terbangun dari tempat tidurku, karena bisa dipastikan saat aku tidak menurut pasti akan ada ceramah sampai magrib.

 

"Ya Mas, nasi pecel aja ya?" tawarku dengan muka bantal dan nyawa yang masih belum terkumpul sepenuhnya.

 

"Apa aja deh, beli tiga porsi Dek, temen Mas udah mau sampai ini," jawab Masku yang tampan tanpa menoleh karena sibuk mengetik di ponselnya.

 

"Yoi," jawabku sekenanya sambil masuk kembali ke dalam kamar untuk mencuci muka dan mengambil cardigan hitam yang ku gantung di belakang pintu.

 

Setengah jam aku mengantri nasi pecel Bu Siti. Pecel sudah ditangan kanan, camilan di tangan kiri dan sekarang aku malah disini. Memilih memutar arah melewati kostan Shaka hanya untuk melihat senyumnya. Aish, sungguh cinta itu gila!

 

Sengaja memelankan langkah dan pura-pura sibuk dengan ponsel aku melirik ke tempat kostnya. Ya Allah gusti, niat hati ingin memanjakan mata alhasil malah sakit mata. Di teras tempat kostnya, Shaka sedang bercanda ria mencuci sepeda motornya sambil sesekali bermain air dengan Ester.

 

Yakin seratus persen itu si Ester barbie berjalan melihatku dan malah sengaja memanasiku, terbukti dia mendekat ke arah Shaka untuk mengelap air di wajah tampan lelaki itu sambil melirikku. 

 

Dering ponsel menyadarkanku, "Ya, Mas. Ini sudah dijalan, iya iya.." 

 

Ku tutup panggilan dari Mas Alif dan sepertinya Shaka menyadari keberadaanku karena suaraku yang keras saat menerima telepon.

 

"Hai Na, dari mana?" tanya Shaka sambil melambaikan tangannya.

 

"Nih." Aku mengangkat bungkusan ditanganku untuk menjawabnya.

 

"Banyak banget, ada tamu?" tanyanya lagi.

 

"Iya, Mas Alif mampir," jawabku sambil tersenyum pada Ester. Basa basi menyapa. "Duluan Ka," lanjutku berpamitan sambil mengangguk kecil pada Ester yang kini bergelayut manja di lengan Shaka. Tabahkan hati Sienna ya Allah.

 

"Beli pecel di Mbok Ayem, Dek?" sarkas Mas Alif.

 

"Yakali Mas, Sienna harus naik kereta dulu ke Semarang," jawabku tak kalah ketus sambil nyelonong menuju dapur miniku.

 

"Walaikumsalam," sindir Mas Alif lagi karena aku lupa langsung nyelonong masuk.

 

Aku kembali membawa bungkusan dan camilanku keluar. "Assalamualaikum," salamku kembali masuk tanpa menoleh ke arah dimana Mas Alif berada. Hati adek terlanjur badmood Mas.

 

"Astaga ini anak, walaikumsalam. Jangan kaget ya Zam."

 

Dugh! dugh! dugh! 

 

Ingatkan untuk check out alat penghancur es batu di shopaa, batinku mengingatkan sambil menggerutu. Kenapa saat jengkel begini ngehancurin es batu berasa kaya mau ngehancurin benteng Vredeburg sih?

 

"Istirahat dulu disini deh Zam, berangkat agak mepet aja."

 

"Gimana enaknya aja, capek juga gue."

 

Itu Mas Alif lagi nelpon? Tapi kok? Eh lah dari kapan temannya Mas Alif datang? Aku bergegas mengantarkan sarapan dan minuman ke ruang tamu miniku.

 

"Nih Mas sarapannya," ucapku sambil menaruh bungkusan nasi yang sudah kuletakkan di atas piring ke atas meja kecil.

 

"Sarapan dulu Zam, pasti laper," ajak Mas Alif pada temannya. Aku kembali melipir ke dapur untuk makan disana sambil sesekali mencomot serpihan es batu yang sudah ku hancurkan tadi.

 

***

POV TIGA

 

"Adik lo manis ya Lif, lucu juga." Ucapan Azzam yang tiba-tiba out of topic membuat Alif menoleh dari fokusnya mengikuti acara seminar yang sedang berlangsung. 

 

"Lo suka? Langsung lamar aja. Dilarang pacaran dia sama bokap," jawab Alif kembali fokus ke layar proyektor di depan yang sedang menjelaskan mengenai penyakit langka pada anak.

 

"Boleh?" tanya Azzam lagi.

 

"Boleh aja asal jangan nyesel nantinya, terus lo tinggalin. Yang ada gue kirim ke lubang buaya lo nanti," jawab Alif yang tak acuh tapi dalam hatinya juga merasa tertarik mengetahui temannya menyukai adiknya sendiri.

 

"Kenapa harus nyesel?"

 

"Adek gue tuh aneh, nih ya gue kasih tau jeleknya dulu. Walaupun umur udah gede gitu dia masih manja, masih belum dewasa. Jangankan ngurus suami, ngurusin diri sendiri aja belum bener, nggak bisa ngebayangin gue kalau dia harus ngurus bayi juga nantinya. Terus ya, dia suka banget nyemilin es batu. Anehnya lagi, suka banget dia ngoleksi minyak kayu putih." Sengaja Alif ceritakan keanehan Sienna pada Azzam untuk melihat keseriusan sahabatnya itu.

 

Mendengar itu, Azzam malah terkekeh pelan. "Lucu, tadi itu juga lagi makan es batu sambil makan," komentarnya dengan menahan senyum.

 

"Apanya yang lucu Zam? Jangan bilang lo jatuh cinta sama adek gue gara-gara keanehannya itu," todong Alif yang dijawab dengan kekehan oleh Azzam.

 

Tepat pukul empat sore seminar selesai. Setelah sedikit berbasa basi dengan rekan-rekan dokternya, Alif dan Azzam berjalan ke mobil untuk kembali ke tempat kost Sienna.

 

"Jadi adek lo kerja di situ? Kebetulan banget Lif, jodoh memang nggak kemana ya."

 

"Gue nggak bisa bayangin lo jadi adek ipar gue." Azzam hanya tersenyum kecil menimpali ucapan Alif. Dengan masih tersenyum, Azzam mengetikkan pesan di ponselnya.

 

Azzam: Denger-denger lo pindah ke Aksara Jogja ya? Nitip sesuatu buat karyawan atas nama Sienna ya, sharelock tempat lo, gue kesana sejam lagi.

 

===

Cerita ini dilindungi oleh Allah.

Bacaan yang paling utama adalah Al Qur'an. Sudahkan kamu membacanya hari ini?

 

Bumi Allah, 2022

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status