"Kamu luar biasa!"
Setelah cukup berbincang-bincang, Audy pun menyadari kepergian mobil Yusuf dengan wanita yang bernama Syifa tadi.
Lekas, dia izin dari Shireen dan mengikutinya. Ia tahu ini salah, tapi ia juga ingin tahu sejauh mana hubungan keduanya.
Apakah wanita itu punya keluarga? Apakah wanita itu tahu kalau Yusuf sudah beristri? Apakah orang tuanya tahu jika wanita itu memiliki hubungan dengan laki-laki yang sudah beristri? Semua pertanyaan seolah membuat kepala Audy ingin meledak.
CIT!Mobil Audy berhenti ketika melihat mobil Yusuf berhenti di sebuah gang. Wanita cantik itu turun dan mencium punggung tangan Yusuf.
"Apakah hubungan kalian sudah sejauh itu, Mas? Apa karena aku belum hamil? Apa karena aku sakit seperti ini? Sejak kapan mas? Kenapa kau tega lakuin ini padaku?" gumam Audy seraya terus menatap kedua manusia itu. Terlihat mobil Yusuf melaju, Audy-pun mengikutinya.Namun Audy berhenti di gang tempat Yusuf berhenti. Ia menoleh kearah gang tersebut, terlihat wanita itu masih berjalan jauh.
"Baiklah, besok aku akan kembali lagi, Bismillahirrahmanirrahim, " ucap Audy seraya melakukan mobilnya, ia takut jika Yusuf sampai duluan, beruntungnya Audy memiliki skil menyetut mobil dengan cepat, namun ia melihat mobil Yusuf berhenti di toko kue tempat favoritnya. Namun Audy mengabaikan itu dan langsung melajukan mobilnya, ia merasa lega karena ia bisa sampai duluan, dengan segera Audy masuk kedalam rumahnya. Ia ingat disaat Yusuf datang terlambat ia pasti akan membawakan oleh-oleh untuknya.'Jadi selama ini, kau membawakan aku oleh-oleh karena kau melakukan kesalahan, Mas. Bukan karena ketulusanmu' bathin Audy. Audy pun mengganti pakaiannya dan memilih berdiri di dekat jendela seraya menyaksikan mobil suaminya yang sudah mulai masuk gerbang. Dari kamarnya, Audy bisa melihat jika sang suami menelfon seseorang sebelum akhirnya ia turun dari mobilnya, namun kenyataan lain, membuat Audy tahu jika sang suami memiliki ponsel lain. Warna ponsel suaminya hitam namun yang saat ia menghubungi seseorang warnanya silver.Tangan Audy mengepal, namun ia ingat akan kajiannya selama ini. Disaat kita marah, kita harus banyak-banyak beristighfar.'Ya, Allah. Aku bukan ahli surga tapi juga takut akan neraka, Tapi Ya Allah, aku tidak bisa menahan amarah ini, hatiku sakit Ya Allah, ' bathin Audy seraya mengusap air matanya. Melihat suaminya yang sudah melangkah, Audy pun memilih masuk kedalam selimut tebalnya. Ia membungkus tubuhnya selimut itu hampir menutup seluruh badannya.Terdengar bunyi pintu kamar terbuka, Audy semakin memejamkan matanya. Langkah itu semakin dekat dan Audy bisa merasakan jika Yusuf saat ini duduk tepat di sampingnya. Mengelus kepala Audy dan mencium pucuk kepalanya.Jika dulu, Audy akan merasa sangat bahagia, bahkan ia akan membuka matanya. Namun kali ini... Ia seolah enggan membuka matanya. Bayangan Yusuf mencium kening wanita lain masih terlihat nyata di matanya."Assalamu'alaikum, sayang. Kau benar-benar kelelahan ya? Biasanya kau akan bangun ketika mas sudah datang, "ucap Yusuf." Padahal aku sudah bawa kue kesukaanmu, " Imbuhnya seolah tanpa dosaSetelah itu, menyaksikan istrinya masih terlelap tidur, Yusuf pun menuju ke kamar mandi. Setelah memastikan Yusuf ke kamar mandi, Audy membuka matanya, ia duduk dan melihat tas sang suami yang berada di atas nakas. Audy ingin melihat isi tas itu, namun ia merasa percuma. Begitu juga dengan memetika ponsel Yusuf, sepertinya Yusuf sudah mempersiapkan semua yang ada. Ia sudah menggunakan dua ponsel, itu berarti meskipun dalam tas tidak akan ada bukti apapun. Beberapa saat kemudian, setelah Audy memikirkan semua rencananya, Audy pun memilih untuk duduk dan bersandar ke sandaran ranjang, bersamaan dengan itu Yusuf keluar dengan rambut basahnya. Ia mandi di tengah malam seperti ini."Kau sudah bangun sayang? " Tanya Yusuf searay mendekati tubuh istrinya. Audy membiarkan Yusuf mencium keningnya."Lembur lagi, Mas?" Tanya Audy"Begitulah, Sayang, " Jawabnya seperti biasa."Apakah tidak bisa di kerjakan besok? " Tanya Audy."Kalau di kerjakan besoknya maka akan semakin banyak sayang, " jawabnya."Ah iya, aku bawakan kue kesukaanmu kebetulan masih buka, " ucap Yusuf seraya mengambil kotak kue itu."Aku makan besok saja, Mas. Aku pusing... Jadi aku ingin istirahat, " ucap Audy."Kau sakit? Kenapa tidak menghubungiku? " Tanya Yusuf dengan cemas."Sudah minum obat? " imbuhnya."Sudah kok, Mas. Cuma sakit kepala saja, Mas. Kecuali sakit dikhianati barulah tidak ada obatnya, " ucap Audy membuat Yusuf terdiam sejenak."Baiklah, Mas kan juga capek, udah lembur pula, istirahat gih... Besok biar fres lagi, " ucap Audy seraya tersenyum pada Yusuf yang masih terlihat termenung.Malam ini berlalu dengan perasaan yang berkecamuk, tidak ada wanita yang rela berbagi, Audy bisa menerima semua kekurangan Yusuf tapi tidak dengan masalah hati dan perasaan. Audy akan melawan semua halangan dan melewati semua cobaan asal jangan adanya orang ketiga.*******"Tidak usah bawakan aku bekal sayang, nanti akan ada makan siang bersama dengan para klien, " ucap Yusuf ketika sedang sarapan." Baiklah, Mas, " hanya kata itu yang Audy ucapkan. Entah kenapa perasaan Audy tidak nyaman. Hari ini ia akan mencari tahu tentang Syifa dan keluarganya, serta sejauh mana hubungan mereka."Kau semakin cantik, Audy, " Puji Yusuf"Kecantikan tak menjamin orang setia, Mas. Bukankah begitu? " Tanya Audy seraya tersenyum pada Yusuf."Kau benar sayang, karena rupa hanyalah ilusi untuk mengelabuhi hati dan iman seseorang, " ucap Yusuf.'Kau benar-benar bermuka dua, Mas. Baiklah mas... Aku akan buat kalian menyesal karena sudah mengkhianatiku, Syifa ... Aku akan berikan jalan itu untukmu, kita lihat nanti, siapa yang akan berdiri kokoh dan siapa yang tumbang' bathin Audy.Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Setelah perjalanan panjang dan penuh lika-liku, Audy berdiri di balik tirai kamar pengantin, mengenakan gaun putih yang sederhana namun begitu elegan. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar, memantulkan kilau lembut dari gaun yang ia kenakan. Rambutnya yang tertutup hijab dengan sanggul rapi, dengan hiasan bunga melati yang memberikan aroma manis. Ia memandang cermin di depannya, menatap sosoknya yang hari ini akan menjadi seorang istri—istri dari Reyhan, pria yang telah berhasil menyembuhkan hatinya dan memberikan makna baru dalam hidupnya.Di ruangan yang berbeda, Reyhan berdiri tegap mengenakan jas hitam yang dipadukan dengan sarung sutra. Di sekelilingnya, beberapa kerabat dan teman dekat menemaninya, menunggu momen sakral yang sebentar lagi akan tiba. Wajahnya tampak tenang, namun matanya menyiratkan kebahagiaan yang luar biasa. Hari ini, ia akan mengucapkan ijab qobul, dan dengan itu, ia akan memulai babak baru bersama wanita yang ia cint
Audy melangkah mundur, menahan keinginannya untuk segera pergi dari ruangan itu. Kata-kata Yusuf membuatnya terhenti."Apakah kau melakukan semua ini untuk menghindariku?" tanya Yusuf, tatapannya penuh tanya dan rasa penasaran yang tampak jelas.Audy menarik napas dalam, berusaha menenangkan dirinya sebelum menjawab. Kata-kata Yusuf membuatnya kembali menengok ke masa lalu yang berusaha ia tinggalkan. Ia mengarahkan pandangannya ke arah Yusuf yang masih terbaring lemah di ranjang."Tidak, Mas," jawab Audy, suaranya terdengar mantap. "Ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu. Kita sudah berakhir hampir setahun yang lalu. Dan selama itu, aku sudah tidak lagi memiliki perasaan apa pun. Aku tidak mengatakan kalau aku sudah sepenuhnya melupakanmu, tapi..." Audy berhenti sejenak, mencari kata-kata yang tepat. "Jujur, rasa cinta yang dulu aku miliki telah terkikis oleh pengkhianatanmu."Yusuf tampak menelan ludah, seolah kata-kata Audy barusan menohok hatinya."Jadi, jika kau berpikir
Ibunya Yusuf Mendatangi Rumah Audy"Assalamu'alaikum," terdengar suara lembut namun tegas dari luar pintu. Itu suara ibunya Yusuf, yang datang ke kediaman Audy. Pelayan rumah Audy yang membuka pintu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Wanita yang berdiri di depan pintu adalah mantan ibu mertua majikannya, sosok yang sudah lama tak pernah datang ke rumah ini setelah perceraian Audy dengan Yusuf."Wa'alaikumsalam, Nyonya. Silakan masuk," ujar sang pelayan sambil menunduk hormat dan mempersilakan tamunya masuk ke ruang tamu.Ibunya Yusuf melangkah masuk dengan langkah pelan namun anggun. Duduk di ruang tamu yang dulu sering ia kunjungi saat Audy dan Yusuf masih bersama, wajahnya terlihat sendu, seolah menyimpan beban di hatinya.Pelayan rumah segera pergi memanggil Audy. "Nyonya, ibu dari Tuan Yusuf datang berkunjung," lapornya dengan hati-hati.Audy, yang sedang bersantai di kamar, segera bangkit. Ia meraih hijab instan yang tergantung di sisi ranjangnya, mengenakannya dengan cepat
Belum Audy memberikan jawaban, papanya Audy mendekat "Kau tahu, Dy," suara Papa memecah lamunannya, "Papa dan Mama sudah mengenal Rey cukup lama. Dia bukan hanya sahabat kakakmu, tapi juga bagian dari keluarga kita. Kalau kami boleh jujur, Rey adalah laki-laki yang tepat untukmu."Audy mengalihkan pandangannya, sedikit menunduk dengan arah pembicaraan ini. "Papa, Mama... aku tahu Kak Rey baik. Tapi, ini bukan masalah sederhana. Aku... aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya.""Sayang," Mama Audy menimpali dengan lembut, "kami tidak ingin memaksa. Kami hanya ingin kau tahu, setelah apa yang terjadi dengan Yusuf, kami khawatir kau tidak akan menemukan seseorang yang bisa mencintaimu seperti Rey. Dia sudah membuktikan keseriusannya, dan Mama yakin dia tidak akan mengecewakanmu."Audy terdiam. Perasaan hangat dan aman yang selalu Rey berikan memang tidak bisa disangkal, tapi luka dari pernikahan sebelumnya masih membekas dalam hatinya. Mencintai seseorang bukan hanya soal keseriusan, t
"Kenapa kau merahasiakan ini dariku, Rey?" tanya Andre dengan nada datar. Sorot matanya tajam, menyelidik.Rey terlihat gugup, menarik napas panjang. "Aku... kurang percaya diri, Ndre," jawabnya pelan. "Apalagi dengan perasaan yang kumiliki untuk Audy. Semakin lama kupendam, semakin aku merasa tertekan. Semakin aku ingin gila."Andre terdiam, mendengarkan dengan saksama. Tak pernah terlintas bahwa Rey, sahabatnya sejak mereka kuliah, bisa memiliki perasaan semacam itu pada adiknya, Audy."Aku mencoba menepisnya," lanjut Rey, suaranya bergetar. "Tapi perasaan ini justru semakin kuat. Aku akhirnya berdamai dengan diriku sendiri. Dan, Ndre, aku ingin menghalalkan adikmu. Aku ingin dia menjadi istriku."Andre diam sejenak, mencerna perkataan Rey. Sahabat terbaiknya, orang yang ia percayai selama ini, ingin menikahi Audy. Tapi masih ada sesuatu yang lebih penting untuk ditanyakan."Perasaanmu pada Audy... sebenarnya aku sudah mencurigainya," ucap Andre, memecah keheningan. "Tapi yang jadi
“Apa yang harus aku lakukan, Bu?” keluh Yusuf seraya menundukkan wajahnya di meja makan. Suaranya lirih, namun terbungkus kemarahan yang tak dapat disembunyikan. “Setiap hari hanya pertengkaran yang aku hadapi bersama Syifa. Rasanya kesabaranku sudah di ambang batas.”Ibunya Yusuf memandang Yusuf dengan tatapan iba, sementara Diana, adik perempuannya, yang duduk di ujung meja, malah menyeringai seolah menunggu saat ini tiba.“Kakak sendiri yang memilih dia,” sindir Diana tanpa belas kasihan. “Dan sekarang menyesal? Malah menghina Kak Audi dulu, padahal lihat sekarang, MasyaAllah... makin cantik dan anggun. Selama ini, apa pernah kita dengar Kak Audi marah atau ribut-ribut seperti ini?”Yusuf mendesah, berat, kepalanya terasa makin pusing. Dia tahu ke mana arah pembicaraan ini. Namanya akan selalu dibandingkan dengan Audi—mantan istrinya yang sempurna di mata keluarganya.“Diana, sudah. Jangan memperkeruh keadaan,” tegur sang ibu dengan suara tegas. “Kakakmu lagi pusing menghadapi masa