“Aku benar-benar ingin kembali, Jean. Kamu pun tahu bagaimana sikapku yang penuh perhitungan tapi di lain sisi aku juga tipe orang yang memikirkan orang yang aku sayangi.”“Kamu juga sudah tahu bagaimana sifat asli Julvri. Kenapa kamu tidak mau mengerti? Salah langkah maka nyawamu yang akan melayang. Tahu tidak?” tukas Jean menegaskan.Ia berharap Arum takkan pernah kembali mengingat suaminya yang tidak waras akan tetapi Arum bersikukuh menginginkan keputusannya ini demi diri sendiri ataupun demi Julvri juga.Sekilas wajahnya terlihat polos namun di dalam pikirannya terdapat banyak hal rumit yang bahkan seharusnya tidak perlu dipikir panjang. Entah indera yang tumpul atau mungkin memang Arum yang sudah bersiap diri, Jean tetap tidak ingin Arum kembali.“Tolong hargai nyawamu,” pinta Jean dengan tatapan sedih.Sorot mata yang h
Sebuah tujuan hidup terucap dari bibir, terukir dalam hati dan terpatri dalam ingatan. Arum Kusuma Pramesti, wanita yang memiliki dua peran seumur hidup. Berdiri sebagai wanita biasa namun juga tidak biasa. Jahat atau baik, kedua sifat yang berbanding terbalik itu dimilikinya. Seolah ada dua orang yang bersemayam dalam tubuh Arum.Kadang-kadang perasaan takut muncul karena perasaan bersalah ataupun perasaan takut yang murni karena sesuatu. Julvri, adalah pria yang membuatnya mengalami pengalaman pertama dalam ketakutan murni itu. Arum memendam rasa takut itu beserta dengan rasa cemas tak biasa.Awalnya Arum mengabaikan hal itu tapi semakin lama ia berpisah dengan Julvri, bukannya merasa tenang ia justru gelisah. Seolah terkena sihir hitam tapi Arum yakin bukan karena itu.“Arum,” ucap Jean memanggil.“Ada apa?”“Tidak.”Percakapan singkat dilalui, set
Beberapa menit sebelum Arum melenggang keluar dari toilet, Arum mendapatkan sebuah pesan singkat dari suami tersayang.[Aku menemukanmu.] Pesan singkat ini tentu saja membuat jantung Arum berdegup kencang, rasa gugup entah ia menerka ini adalah sebuah perhatian khusus dari Julvri atau mungkin sedang ketakutan karena lokasinya sudah ketahuan begitu cepat.Jujur saja Arum pun tidak tahu mengapa. Tetapi tidak ada jawaban untuk Julvri dan Arum hanya gemetar memegang ponsel tanpa berpikir yang macam-macam lagi."Tunggu aku, Julvri." Arum membatin.Ponselnya didekap dalam dada, seolah memeluk karena kerinduannya pada sang suami tercinta. Di sisi lain rasa takut tidak sepenuhnya hilang namun Arum sudah lama bertekad untuk kembali padanya.Tidak lama ponselnya bergetar, layar ponsel berubah ke laman panggilan, Julvri menghubungi. Dengan cepat Arum mengangkat
“Apa?”Jean menoleh dan terus menatap serius padanya. Kemudian berkata, “Kamu pasti berniat membongkar watak aslinya dengan bukti konkret dengan mengorbankan diri sendiri.”Arum diam dengan dahi berkerut. Wanita itu berpaling dari tatapan Jean. Sebenarnya tidak salah namun ada alasan lain mengapa Arum melakukan ini semua."Aku melakukan ini semua demi dirimu. Aku tidak ingin Julvri membunuhmu juga, Jean." Arum membatin.Langit senja telah membuka tabir di antara mereka berdua. Apa pun yang terbesit telah terucap di bibir. Jean dan Arum sama-sama keras kepala dan meyakini keputusan mereka adalah keputusan terbaik, meski begitu ada sedikit hal yang masih disembunyikan.Kendaraan beroda empat itu berhenti di suatu tempat lagi setelah sempat berhenti sejenak di pinggir jalan. Berada di dekat perbukitan yang sepi akan pemukiman. Berbeda dengan kota-kota pada umumnya, kota kecil ini menampilkan kesan pedesaan yang ramah lingkungan.“Keluarlah.” Jean menyuruh Arum untuk keluar dari mobil ma
Rasanya sedikit perih bahkan setelah ditutup luka itu dengan plester luka, Arum kemudian memandang perekam suara itu sejenak lantas menekan tombol kecil yang berada di sampingnya untuk dinyalakan.["Coba kau jawab jujur, tidak. Aku ingin kau menjawab dengan jujur. Di mana saja kau pada tanggal xx?"]["Tentu saja aku di kantor. Kantorku terbilang baru jadi ada banyak hal yang harus aku lakukan."]["Aku sudah bertanya ke beberapa pegawai di sana. Katanya kau sempat pergi selama beberapa jam pada tanggal itu."]["Itu pasti karena aku terlalu lama menemui istriku."]Percakapan itu tidak menimbulkan kesan negatif apa pun terhadap Julvri sendiri, ia mengatakannya secara lugas namun tanpa bukti. Sedikitnya ia mendengar Julvri tertawa pelan, Arum dibuat bingung karena Julvri sendiri. “Percakapan antara Julvri dan Jean. Ini memang berbeda dari interogasi polisi sewaktu itu. Aku ingat dengan jelas Julvri hampir mengatakan hal yang sama tapi dengan membawa saksi sebagai bukti tentang alibi kami
Arum merasa kecewa sekaligus marah terhadap Jean yang memperlakukan Julvri, suaminya sebagai seorang kriminal. Ia tidak menyangka bahwa Jean akan berpikir seburuk itu meski kenyataannya bahkan lebih jauh dari hanya sekadar seorang penculik.“Jangan sebut dia penculik! Seenaknya saja kamu bicara, Jean!” pekik Arum. “Memangnya salah aku berpikir begitu? Dia telah memperlakukanmu sangat buruk. Mengurungmu bahkan menyakitimu secara mental maupun fisik.”“Ya, aku tahu. Tapi meskipun begitu dia tidaklah sejahat yang kamu kira!”“Kenapa kamu masih saja membela dia setelah semua perlakuan buruknya padamu?!” bentak Jean, meninggikan suara. Arum berdecak kesal, sorot mata tajam hanya tertuju pada Jean seorang. Dahinya pun berkerut. Mereka saling bertukar tatap satu sama lain dan tak pernah berhenti saling adu argumen dengan emosi tinggi.“Jean, tarik kata-katamu!”“Itu fakta.”“Bukan, dia tidak akan melakukan itu. Lagi pula sebutan "penculik", itu tidak pas.”“Oh iya benar.” Jean mengulas sen
Sudah cukup lama Jean menyukainya bahkan mengungkapkan perasaan itu secara langsung tanpa berbasa-basi lagi. Jean Caspiro adalah orang kedua yang menyukai Arum, tapi kenyataannya hubungan lebih dari sekadar teman tidak akan pernah terwujud. Mungkin amat disayangkan namun Jean tak kenal menyerah.“Aku memang curang, membawanya tanpa seijin suaminya tapi itu aku lakukan demi keselamatan Arum. Terlebih tinggal satu atap dengan seorang pembunuh, mana mungkin aku biarkan begitu saja.”Mereka bertiga sudah pulang ke rumah, Jean saat itu sedang menyendiri di taman yang berada di belakang rumah. Duduk termenung sembari berpikir baik-baik tentang apa yang seharusnya ia lakukan untuk menjauhkan Arum dari Julvri.Amarah, kebencian, dendam dan rasa iri. Emosi negatif yang terus menggulung di dalam dada. Sesak rasanya jika memikirkannya bahwa Arum akan kembali pada Julvri, suaminya.“Ck!&r
Sepekan telah berlalu. Bulan Desember pada minggu terakhir, menjelang pergantian tahun malam nanti akan diadakan sebuah festival. Kota yang berdekatan dengan pantai dan laut sebelumnya sepi, kini telah ramai dari berbagai macam orang berdatangan. Entah dari kota lain, pedesaan atau bahkan dari luar negeri. Para turis asing bersemangat.Daya tarik kota ini tentu saja adalah sebuah pantai dengan keindahan laut tak tertandingi. Deburan ombak menerpa lembut ke bibir pantai, membasahi pasir hingga berubah warna menjadi gelap. Fajar telah menyingsing, setiap orang dari rumah mereka mulai beraktivitas tuk menyiapkan festival malam nanti.Begitu pula dengan Benedetta, Jean dan Arum yang berada satu rumah. Agar tidak menimbulkan kecurigaan, Arum dianggap sebagai kerabat dari kejauhan sehingga takkan memancing sebuah kesalahpahaman begitu para tetangga mendapati keberadaannya.“Kakak, sepertinya sudah terla