Share

Part 2

Author: Rich Ghali
last update Last Updated: 2023-12-10 19:33:02

“Aku baru aja di-PHK.”

Jema kehilangan kata-kata untuk saat ini. Sementara itu, Ziyan tersenyum kecut sambil mengusap belakang kepalanya. 

“Aku belum bilang ini ke Ava. Kamu tahu sendiri, ‘kan, gimana dia? Yang di kafe aja dia ngamuk, apalagi  dengar kabar aku di-PHK.”

Ada keheningan sesaat di antara mereka, sampai Jema membuka mulut. “Jadi ini masalahnya, Mas? Alasan kamu telat jemput dan yang tadi kamu bilang di kafe?”

“Iya, Ma.”

Kasihan sekali lelaki itu. Pantas saja Ziyan tidak terlihat seperti biasanya. Jema tahu, dengan temperamen sang istri, Ziyan pasti berpikir seribu kali untuk membicarakan hal ini.  

“Boleh tahu nggak, alasan kamu di-PHK, Mas?” Jema melihat lawan bicaranya tampak lebih frustrasi saat ini. Entah sejak kapan kantong plastik itu sudah lepas dari tangan pemiliknya, hingga dua buntelan berisi makanan itu tak lagi terlihat menggiurkan. 

Ziyan baru akan membuka suara, tetapi mendadak terhenti saat istrinya menampakkan diri. “Ava?”

“Kamu bercanda, ‘kan, Mas?” Mata Ava terlihat terguncang. Dia menatap suaminya dan Jema secara bergantian. “Jawab, Mas! Nggak mungkin kamu dipecat!” Hilang kesabaran, suaranya meninggi dengan gurat emosi yang tidak bisa disembunyikan. 

Ziyan gelagapan. Dia tidak menyangka bahwa istrinya mendengar percakapan tadi. “Va, tenang dulu–”

“Kamu berharap aku tenang, Mas? Nggak bisa! Jawab dulu!” Ava mendesak gelisah. Melihat ekspresi dan diamnya sang suami, itu sudah memberi jawaban yang jelas. Wanita itu mengacak rambutnya frustrasi. “Astaga! Setelah tega bohongin aku, sekarang kamu–”

“Aku nggak berniat bohongin kamu, Va.” Ziyan buru-buru memotong, beranjak dari duduknya dan hendak menjelaskan. Namun, Ava terlihat tidak peduli.

Sang istri beralih menatap Jema yang sejak tadi hanya diam. “Untung kamu datang ke sini, Ma. Kalau nggak, mungkin aku nggak akan bahwa suamiku baru aja di-PHK. Meski aku agak kesal karena di lebih dulu cerita ke kamu daripada istrinya sendiri!”

Jema tahu maksud kalimat terakhir temannya itu. Saat ini posisinya menjadi serba salah. Berniat menjelaskan, tetapi dia sadar bahwa ini momen yang tidak tepat. Semakin lama dia berada di sini, akan semakin buruk keadaannya. Jadi, dia memutuskan untuk berpamitan. 

“Va, aku akan jelasin, tapi nanti nunggu kamu agak tenang, ya. Ini urusan kalian, aku nggak mau terlalu dalam untuk ikut campur. Mas, Va, aku pamit dulu.”  

Setelah kepergian Jema, Ziyan meminta istrinya untuk membahas hal ini di dalam rumah. 

“Aku nggak butuh penjelasan kamu, Mas! Aku kecewa banget sama kamu. Gimana bisa kamu dipecat? Emangnya kamu ngelakuin apa, hah?!” Ava berkacak pinggang, tatapannya menyorot penuh tuduhan dan penghakiman. Tidak peduli dengan Ziyan yang saat ini terlihat lelah dan frustrasi.

“Aku nggak ngelakuin apa-apa, Va.” Lelaki itu membalas dengan penuh penekanan. Berharap sang istri berhenti menatapnya seperti seorang penjahat. 

“Nggak mungkin! Bos mana yang bakal memecat bawahannya tanpa alasan!” Ava bersikeras dengan asumsinya.

“Aku berani bersumpah, Va.”

Wanita yang mengenakan gaun tidur selutut itu mengangkat dagu dan bersedekap. “Oh, ya?” cibirnya. “Kalau gitu kenapa kamu sampai dipecat?”

“Vino.” Ziyan memejamkan matanya sesaat. “Dia memfitnah aku di depan Pak Kemal, bilang kalau aku menggelapkan dana proyek terbaru.”

Tangan Ava kembali ke sisi tubuh. "Kamu yakin, Mas?" Melihat suaminya mengangguk, dia terlihat semakin geram. "Terus kamu diam aja gitu?! Harusnya kamu protes, dong. Jangan mentang-mentang Vino teman kamu, jadi nggak enakan?" Sarkasme itu terlontar dengan berapi-api.

"Aku nggak tahu sampai saat Pak Kemal nyuruh aku ke ruangannya dan ngasih bukti soal penggelapan dana itu! Demi Tuhan, Va, aku baru tahu setelah temanku bilang kalau Vino yang ngasih bukti itu!" Ziyan menjelaskan dengan penuh penekanan. Dia berusaha agar tidak berteriak, karena jika itu terjadi maka situasi akan semakin tidak terkendali. 

"Harusnya kamu jelasin, dong, kalau bukti itu palsu!" Tidak puas dengan penjelasan suaminya, Ava melanjutkan, "Mana bisa kamu terima gitu aja! Dipikir cari kerja itu gampang?! Susah, Mas! Aku nggak mau punya suami pengangguran!" Ava berteriak ketika mengucapkan kalimat terakhirnya.

Tidak peduli dengan Ziyan yang hendak bersuara lagi, Ava berlalu ke kamar dan membanting pintu dengan sangat keras. 

Pria itu hanya terdiam di tempatnya. Dia sudah mengira hal ini akan terjadi, tetapi tetap saja rasanya sakit dan melelahkan. Bukan hanya Ava yang kecewa, marah, dan sedih, melainkan dirinya pun demikian.

***

Pagi itu, suasana meja makan menjadi sangat hening. Sesuai prediksi, Ziyan tidur dia ruang tamu karena Ava bersikeras tidak mau membuka pintu kamar.

Ava memerhatikan pakaian suaminya pagi ini. Hanya celana dan kaos pendek, menandakan bahwa perdebatan  semalam benar-benar nyata, bukan mimpi. Sekarang suaminya pengangguran. 

Wanita itu memijat pangkal hidungnya. Sakit kepala menyerangnya saat ini. Benar-benar buruk. 

"Kamu nggak perlu khawatir, Va. Aku pasti akan mendapatkan pekerjaan lagi, kok." Ziyan berusaha membuka pembicaraan, tetapi tidak digubris sang istri. "Aku janji nggak bakal nganggur lama-lama--oh, iya. Aku antar kamu setelah sarapan, ya."

"Nggak usah. Aku bisa naik taksi," jawab Ava dingin. 

"Sayang--"

"Kamu fokus aja buat cari kerjaan lagi. Jangan berpikir kalau kamu akan malas-malasan aja di rumah sementara istrimu banting tulang di luar sana!"

Ziyan hanya diam. 

"Aku bakal ngelabrak Vino dan suruh dia minta maaf ke kamu! Ah, terutama bikin kamu balik lagi ke perusahaan!"

"Udah, deh, Va. Kamu nggak perlu buang tenaga buat ketemu sama Vino.  Lagian keputusan bosku, Pak Kemal, udah nggak bisa diganggu gugat."

Ava membuang napas kasar. "Ini dia masalah kamu, Mas. Terlalu pasrah dan lembek begitu! Kamu, tuh, harusnya tegas, dong! Jangan pasrah di depan ketidakadilan!"

"Bukan begitu--”

" Udahlah, Mas! Capek ngomong sama kamu." Tanpa menghabiskan sarapannya, Ava meninggalkan meja makan dan berangkat kerja dengan perasaan dongkol.

***

"Kamu gimana sama Ziyan, Va?" tanya Jema saat mereka di kantin.

Ava menghela napas panjang. "Aku nggak habis pikir sama dia, Ma. Bisa-bisanya diam aja waktu difitnah temannya."

"Difitnah? Maksudnya?" 

Ava menjelaskan alasan Ziyan dipecat dengan berapi-api. "Gila, 'kan, Ma?! Emang brengsek di Vino itu!"

"Vino yang satu divisi sama suamimu itu, 'kan, Va?” Jema tampak tidak percaya dengan cerita temannya.

"Ya siapa lagi?"

"Wah, padahal setahuku mereka kawan dekat, lho. Kok, bisa-bisanya--" Dia sampai kehabisan kata-kata. Jema jadi teringat sesuatu. "Va, maaf, ya soal semalam. Aku nggak ada niat buruk sama sekali. Ziya  sendiri yang bilang kalau dia belum sanggup ngomong langsung ke kamu. Terlebih kemarin kamu lagi emosi, 'kan?" Berharap temannya itu bisa menerima penjelasan tersebut. 

"Aku itu nggak marah sama kamu, Ma." Ava terlihat tulus mengatakannya. "Kemarin malam aku kesal dan marah sama Ziyan aja karena nggak mau terus terang sama aku." Dia menghirup napas dalam-dalam, kemudian membuangnya perlahan. "Kalau aja kamu nggak datang malam itu, mungkin Ziyan akan terus pura-pura masih bekerja."

Jema merasa lega dan bersyukur atas ucapan Ava barusan. Sejujurnya, dia cukup khawatir jika perempuan itu marah besar karena salah paham.

Tiba-tiba, ponsel Jema yang berada di atas meja bergetar--menandakan pesan masuk. 

[Aku beneran minta tolong sama kamu, Ma. Kalau ada info loker, jangan lupa bagi tahu, ya.]

[Jangan kasih tahu Ava dulu. Bantu aku kali ini secara diam-diam. Oke?]

"Dari siapa, Ma? Kok, serius banget?"

Jema mengerjap kaget. "Oh, bukan dari siapa-siapa, kok. Biasalah, teman."

Dia tidak berbohong, bukan? Ziyan memang temannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kurebut Suami Sahabat    Part 30

    Ziyan mengakhiri perjalanan tak menentunya, menepikan mobil di depan rumah orang tuanya. Dia merasa perlu memberitahu mereka terkait keputusan yang sudah dia ambil. Kedua orang tua Ziyan terlihat kaget, karena tidak biasanya putra mereka datang tanpa memberitahu terlebih dahulu. “Nak, kamu baik-baik aja, ‘kan?” tanya sang ibu yang saat itu langsung menyadari ada yang tidak beres dengan putranya. Seperti halnya seorang anak kecil yang mengadu karena terjatuh saat bermain, Ziyan menangis di depan orang tuanya. Dia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada pernikahannya dengan Ava dan sampai dia mengambil keputusan final untuk bercerai. Mereka tentu saja terkejut. Selama ini yang mereka tahu adalah Ziyan sangat mencintai istrinya. Namun, semua keluhan yang membuat Ziyan sampai merasa sangat frustrasi seperti ini jelas bukan masalah baru, melainkan masalah yang sudah lama diendap lelaki itu. Namun, tidak kunjung mendapatkan penyelesaiannya. “Semua keputusan ada di tangan kamu.

  • Kurebut Suami Sahabat    Part 29

    Jema tidak mendapatkan kabar tentang Pak Mahesa semenjak misi balas dendamnya sukses. Kabar miringnya adalah orang itu sudah tidak ada di perusahaan ini. Namun, posisi Yulia dan beberapa karyawati lain yang menjadi korban Pak Mahesa masih tetap aman di posisi masing-masing. Jema awalnya bingung, tetapi tidak mau terlibat dengan hal itu lagi. Bukti yang ada padanya pun telah diserahkan kepada istri Pak Mahesa. Bagaikan orang yang baru, Jema telah berlepas tangan dari masalah itu. Apa pun yang terjadi, yang terpenting sekarang situasinya sudah lebih baik. Gosip tentang Jema juga kian mereda, bahkan seperti tidak pernah terdengar lagi dan kini digantikan oleh role model Jema—siapa lagi kalau bukan wonder woman yang menyelamatkannya tempo hari lalu di ruangan Pak Mahesa. “Gue lihat istri Pak Mahesa yang mesum itu kemarin! Gila cantik banget, pakaiannya modis lagi!” “Gue juga dengar katanya dia melabrak suaminya itu yang lagi selingkuh! Hahaha! Rasakan kena batunya juga dia!” “Katany

  • Kurebut Suami Sahabat    Part 28

    “Ada apa ini, Pak Mahesa?” tanya Direktur itu. Dia menatap kedua orang itu secara bergantian. “Bu-bukan apa-apa, Pak. Dia cuma mau ngasih laporan soal tawaran proyek kemarin yang saya kasih ke dia.” Dari raut wajah dan cara bicaranya saja sudah menjelaskan betapa dia merasa gelisah. Tatapan pria itu mengarah pada Jema dan memberi kode agar Jema keluar dari ruangannya terlebih dahulu. Sayangnya, meski Jema paham, wanita tersebut tidak ingin beranjak dari posisi berdirinya itu. “Saya tidak akan lama, kok, Pak. Cuma mau bilang sama mau jadi sim—“ “Jema!” Diam-diam Jema menahan diri agar tidak tertawa lepas. Hiburan di depannya ini sangat menyenangkan. Pria itu dihadapkan dengan dua pilihan yang sulit. Jika membiarkan Jema berbicara sekarang, yang ada semua rahasianya terbongkar. Kemudian, jika menyanggupi permintaan Jema, berarti dia harus mengusir Direkturnya dan itu jelas tidak sopan. Lalu, jika memaksa Jema keluar ruangan dengan menarik wanita itu, maka Direktur akan lebih curig

  • Kurebut Suami Sahabat    Part 27

    Pagi harinya, Jema bangun dengan perasaan yang berat. Hari ini adalah hari di mana dirinya akan melancarkan aksi pembahasan kepada Pak Mahesa memberi pelajaran setimpal untuk pria itu. Hanya saja apa yang dikatakan oleh Ziyan kemarin malam kembali memenuhi isi kepalanya. “Ma,” panggil Jema kepada ibunya. “Kenapa, Nak?” tanya wanita paruh baya itu sambil menyiapkan sarapan untuk putrinya. “Kalau seandainya ada seorang laki-laki yang jatuh cinta pada mama padahal laki-laki itu masih memiliki hubungan yang terikat dengan wanita lain. Ada catatan bahwa sebenarnya laki-laki itu sudah merasa pernikahannya tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Dan secara kebetulan ada Mama yang hadir dalam hidup laki-laki itu. Dia bilang kalau mama bukan alasan di balik pernikahannya yang berantakan. Menurut mama bagaimana?” Wanita yang tidak lagi terlihat muda itu tersenyum lembut. “Cinta dan pernikahan itu bisa berjalan sendiri-sendiri, Nak. Tapi jika laki-laki itu memiliki alasan di balik patahnya p

  • Kurebut Suami Sahabat    Part 26

    Belakangan Jema sibuk dengan rencananya untuk menggulirkan Pak Mahesa sampai pulang kerja pun yang ada di pikirannya hanya tentang lelaki tua itu. Tidak semua rencana yang disusunnya, ia ceritakan kepada Ava, tetapi sebagian kecilnya perempuan itu tahu apa tujuan Jema. "Apa kamu yakin kalau aku nggak perlu bantu apa pun?" Ava sudah menawarkan hal itu berkali-kali. "Nggak, Va. Aku yakin kamu juga capek. Lagian aku nggak mungkin bawa-bawa kamu, takutnya nanti malah kamu ikutan keseret dalam masalah ini." Dia menjawab dengan jujur. Ava menghela napas. "Ya sudah kalau begitu. Pesanku, jangan terlalu memaksa kalau memang capek dan yang penting bkamu harus hati-hati. Yang kamu lawan itu atasan di perusahaan tempat kita bekerja, lho, Ma.""Iya, Va, iya. Nggak mungkin aku lupa sama fakta itu." Justru karena alasan itulah dia ingin cepat-cepat memberi lelaki itu pelajaran yang setimpal. Akhirnya mereka berpisah di depan pintu gerbang. Seperti biasa, Ava menunggu jemputan sang suami dengan

  • Kurebut Suami Sahabat    Part 25

    Belakangan Jema sibuk dengan rencananya untuk menggulirkan Pak Mahesa sampai pulang kerja pun yang ada di pikirannya hanya tentang lelaki tua itu. Tidak semua rencana yang disusunnya, ia ceritakan kepada Ava, tetapi sebagian kecilnya perempuan itu tahu apa tujuan Jema. "Apa kamu yakin kalau aku nggak perlu bantu apa pun?" Ava sudah menawarkan hal itu berkali-kali. "Nggak, Va. Aku yakin kamu juga capek. Lagian aku nggak mungkin bawa-bawa kamu, takutnya nanti malah kamu ikutan keseret dalam masalah ini." Dia menjawab dengan jujur. Ava menghela napas. "Ya sudah kalau begitu. Pesanku, jangan terlalu memaksa kalau memang capek dan yang penting bkamu harus hati-hati. Yang kamu lawan itu atasan di perusahaan tempat kita bekerja, lho, Ma.""Iya, Va, iya. Nggak mungkin aku lupa sama fakta itu." Justru karena alasan itulah dia ingin cepat-cepat memberi lelaki itu pelajaran yang setimpal. Akhirnya mereka berpisah di depan pintu gerbang. Seperti biasa, Ava menunggu jemputan sang suami dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status