"Hallo.."Suara lelaki terdengar, kupegang earphone agar lebih jelas."Uangnya tak ada!" Suara Mala terdengar panik"Tak ada bagaimana. Uang itu sudah mereka kirim!" Lelaki itu kembali bertanya"Kau fikir aku berbohong? "" Mereka juga tak mungkin berbohong!" Lelaki itu berteriak. Aku sampai menjauhkan earphone dari telinga.Aku melihat ke arah yang lain, mereka tampak juga sama terkejut. Kami sama-Sama saling pandanglalu tertawa, entah apa yang lucu dengan situasi ini.Bahkan suasana setegang ini saja, kami masih bisa bercanda. Namun sebentar kemudian kami fokus kembali." Lalu bagaimana?""Apa rekeningmu di blokir?""Bukan bang. Uang itu sengaja di tarik dari bank lain. Mungkin! " Jawab Mala ragu."Bodoh! Kamu disitu, itu rekeningmu, lalu siapa yang melakukan penarikan? ""Aku tak tau, Mereka memintaku melapor jika kehilangan, Apa aku buat laporan saja?" Mala berucap. Tolol !"Ya lapor saja. Setelah itu kau dan kita semua masuk penjara! Perempuan bodoh...tut...tut.."Sambungan terpu
Memutuskan kemari sudah kupertimbangkan saat enam kondom kutemukan dalam koper suamiku. Memutuskan kemari, adalah sesuatu yang telah kupikirkan setiap malam, bahkan meminta pada sang pemilik hidup di setiap sujudku.Memutuskan kemari,sebenarnya melukai rasaku, namun apa yang kuhadapi bukan lagi perkara antara cerai dan hidup bersama. Ini soal kepastian pernikahanku, tentang Mala yang walau dada ini begitu bergemuruh memakinya, secuil iba masih terselip."Nduk.."Suara Emak meluruhkan rasaku, aku bersimpuh di kakinya, menangis hingga dada ini sesak. Jika kau pikir aku masih mencintai Haris, salah! Tangis ini bukan karena cinta, aku menangisi luka yang kugores di hati Bapak dan Emak, aku menangisi rasa malu yang mungkin mereka tanggung karenaku.Bapak mengusap punggung dan kepalaku perlahan, rasa hangat menjalar ketubuh. Rapuh yang tercipta beberapa saat lalu, seolah justeru memberiku kekuatan untuk mengangkat kepala."Tak Apa nduk, menangislah sesukamu, menangislah di sini, di rumahmu,
Assalamualaikum teman pembaca. semoga selalu dalam keridhoan Allah. terimakasih banyak yang masih setia dengan cerbung ini. Insyaallah akan dibuat semakin menarik disetiap part barunya. sebelum baca part ini, Yuk bantu Author subscibe,share dan setelah baca, berikan Juga komentar kalian. Agar author bisa membenarkan bila ada kesalahan dalam penulisan . Salam santu selalu.***Kami mencoba menyusul Bapak, namun tak juga menemukan di mana mobil Bapak atau Pakde Har. Hingga hampir sampai di rumah Bulek Ningrum, degup jantungku beradu dengan ban yang menggerus kerikil.Bapak sudah di sana, namun hanya mobil Bapak ku lihat, tanpa kulihat mobil Pakde Har di pelataran. Emak turun dengan cepat, sementara ku menyusul di belakang. Saat Emak masuk, Bulik Ningrum sudah menangis tergugu, membawa selembar foto yang tadinya bersama foto lain di dalam amplop yang ku bawa.Entah kapan Bapak menyimpan satu untuk di bawa kemari. Ramdan terpaku di pintu, Bapak berdiri saat Emak masuk."Pak, yang sabar
Sampai di kota tempat mas Haris tinggal, kami sempatkan untuk salat magrib di masjid dekat jalan besar. Saat bertemu setiap kali berhenti, kami hanya saling diam, bicara seperlunya,. Bahkan Bapak lebih banyak menyendiri. Bulik Ningrum lebih lagi, hanya mampu menunduk dengan wajah sembabnya.Kini Mobil kami masuk pelataran rumah besar, ini rumah mas Haris. Bapak turun lebih dulu, disambut perempuan yang sedang menyiram tanaman. Kebiasaan rumah ini memang menyiram tanaman setelah salat magrib. Perempuan itu lalu tergopoh masuk, sebentar kemudian wanita berjilbab besar keluar dari dalam rumah. Aku mengenalnya, dia ibu mertuaku, beliau Baik dan ramah.Lalu Bapak mertuaku pun keluar, menyalami Bapak, Emak, bulik dan mas Pandu. Tiba giliranku mendekat, aku cium takzim tangan mereka, ibu mertuaku mencari sosok lain dalam rombongan, sama seperti Emak mencarinya juga saat aku datang tadi siang. "Mas Haris ngak ikut bu" Ucapku pelan.Bapak mertua mulai menangkap ketidak benaran dalam kedatang
Assalamualaikum teman pembaca, Terimakasih masih begitu setia dicerbung ini. sebelum membaca, minta tolong untuk subscribe cerita cerita ini juga yaa, supaya Author lebih semangat lagi menulis ceritanya.Semoga Teman Pembaca semua selalu dalam keridhoan Allah. Amin.Terimakasih yang sudah subscribe..Selamat membaca teman semua. Salam santun selalu.****Bapak mertua langsung mengambil ponsel, begitu juga Bulik Ningrum. Beberapa kali, mencoba menghubungi, namun tak ada yang memgangkat panggilan dari dua orang tua ini. Jelas tak ada, mereka kan sedang bercinta dirumahku!"Tidak di angkat mas." Bulik Nuning bicara."Haris juga tidak diangkat Buk" Bapak mertua meletakkan ponsel kembali ke atas meja.Kukirim video itu ke ponselku sendiri, lalu menyalakannya dan menaruhnya di atas meja. Menunjukan pada mereka apa yang membuat panggilan yang di buat terabaikan."Tidak akan di jawab ya, jelas saja, mereka sedang bersama di rumahku." Ucapku pelan.Kuletalkan ponsel di atas meja, memperlihatk
Menempuh perjalanan dari subuh. Aku tiba di kotaku tinggal, saat matahari sudah tinggi. Aku segera menuju rumah. Tak Sabar rasanya bertemu merek berdua.Aku memilih lebih dulu berangkat. Sementara Bapak masih menunggu rombongan keluarga mas Haris yang masih meributkan keputusanku semalam untuk berpisah.Dari Madiun aku langsung menuju purwakarta, Tanpa mampir kesolo untuk mengambil mobilku. Aku masih bersama mas Pandu, diantar sampai Purwakarta. Bahkan karena memgantarku, Mas Pandu menambah cuti dua hari. Maaf ya mas, adikmu ini banyak merepotkan.Sampai dihalaman rumahku. Aku masuk dengan perasaan tak menentu. Aku tau mereka pasto sudah tak dirumah. GPS mereka menunjukkan sedang ditempat berbeda. Yang membuatku tak menentu adalah keadaan rumahku yang sudah seperti rumah tanpa penghuni. Berantakan!Apa saja yang sudab mereka lakukan disini?Setelah membersihkan diri, aku turun kembali ke bawah. Aku memasak beberapa bahan yang ada didalam kulkas. Dan sepanci besar Rawon daging dan mend
"Artinya anak ibu hanya menumpang disini!. Jadi jangan merasa berhak atas apapun. Terlebih dengan mudahnya anak ibu, membawa selingkuhannya tidur dirumah ini. Memalukan!"Semua terkejut mendengar ucapanku. Aku yang pendiam, penurut kini menjadi berani bicara."Jangan begitu Dina, Hartamu juga Harta Haris. Kalian kan sudan menikah""Iya, lalu selingkuhan Mas Haris juga jadi harta bersama begitu? Maaf ibu, Dina tidak terima barang murah!"Aku berdiri dan memandang Mala dengan tatapan jijik."Berdiri kamu!" Ucapku menunjuknyaMala membuang muka. Nampak engan beranjak."Berdiri!" Kulempar Kotak tisu tepat kewajahnya. Mala berdiri dan menatapku tak suka."Jangan membuatku Marah!"Ucapnya memgancamku. Dia fikir aku takut?"Aku mau bicara sendiri denganmu!""Permisi Bapak, Emak. Dina masuk"Bapak memberiku isyarat tangan, tanda mempersilahkan kami masuk.Aku berjalan masuk kekamar tempat Mala bermalam. Kutunggu dia berjalan masuk. nampak enggan tapi tetap berjalan.ibu dan Bapak mertua na
Aku duduk di kursi makan, saat kemarin hari begitu panjang dan semalam tidurku begitu nyenyak. Bulek Ningrum masih mendiamkanku sejak semalam, aku tau hatinya sakit melihatku mengusir Mala. Semalam bulik sempat bertanya, apakah memang Mala tak ada artinya untukku, hingga teganya aku mengusirnya dari rumah ini. Saat itu aku bilang, Bulik bisa hubungi Mala, tanyakan juga padanya apakah memang aku ini tidak ada arti untuknya, sehingga dengan teganya dia merusak kepercayaan kami semua dan bulik bergeming menatap ke arah lain.Emak memasak gulai ayam dan empal gentong sejak subuh tadi, aku bahkan berebut dengan mas Pandu untuk menghabiskannya, saat ini yang tersisa hanya kuah dan sambal kecap di meja. "Mas, Mbak, Ningrum mau pulang saja." Bulik sudah berdiri di dekat tangga dengan tas bajunya yang tak terlalu besar."Disini dulu lah, kita pulang bersama besok. Setelah Dina membereskan semua pakaian Haris dek!"Emak mendekati bulik yang sudah berdiri dengan rapinya. Bulik bahkan tak ikut