Anak Siapa di Rahimku

Anak Siapa di Rahimku

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-10-29
Oleh:  Gresya SalsabilaBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
5 Peringkat. 5 Ulasan-ulasan
8Bab
25Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

"Aku nggak pernah tidur dengan lelaki lain, Mas. Hanya denganmu. Ini pasti anakmu!" "Aku mandul, kamu jangan membodohiku! Sekarang pergi dari hadapanku! Mulai detik ini kamu bukan istriku lagi, Senja. Kita cerai!" Kehamilan yang datang di tahun kelima pernikahan, menjadi petaka dalam rumah tangga Senja Pramudita dan Rivandi Alvaro. Senja tak pernah berkhianat, tetapi kondisi sang suami yang mandul membuatnya tak bisa mengelak dari tuduhan perselingkuhan. Apalagi tes DNA juga menunjukkan bahwa anak yang dikandungnya memang bukan anak Rivan. Lantas, siapa yang telah menghamilinya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Anak Siapa?

"Kamu hamil anak siapa, Dek? Katakan kamu hamil anak siapa!"

Rivan menatap sang istri dengan nyalang. Kilatan amarah terlihat jelas di wajahnya. Berikut dengan bentakan dan cengkeraman kuat, tak peduli meski istrinya meringis sakit.

"Mas ... kamu ini kenapa? Aku hamil anakmu, Mas."

"Bohong! Kamu pasti selingkuh!" sahut Rivan masih dengan intonasi tinggi. Lantas, ia langsung mendorong tubuhnya hingga membentur dinding.

"Mas!"

Tangis Senja berderai. Lima tahun menikah, punya anak adalah impian terbesarnya. Namun, entah mengapa sang suami malah murka ketika ia memberitahukan kehamilannya. Tes pack sampai terlempar entah ke mana karena reaksi yang kasar barusan.

"Jawab, Dek! Anak siapa yang kamu kandung?"

Sekali lagi Rivan mempertanyakan kejujuran Senja. Akan tetapi, wanita itu hanya bisa menangis. Karena sebenarnya, dia memang tidak pernah selingkuh. Lima tahun ini, ia tetap menjadi istri yang setia.

"Brengsek kamu, Dek! Mati-matian aku kerja keras untuk mencukupi kebutuhanmu. Tapi, ternyata kamu malah selingkuh di belakangku! Mura-han kamu, Dek!"

"Aku nggak pernah selingkuh, Mas. Ini—"

Senja gagal mengutarakan pembelaan, karena tamparan keras mendarat di pipi kanannya, menyisakan rasa panas dan perih. Untuk pertama kalinya Rivan main tangan padanya.

"Sini! Ikut aku! Akan kutunjukkan buktinya kalau itu bukan anakku!" Rivan berkata sambil menarik kasar tangan Senja.

Wanita itu kesulitan mengimbangi langkah Rivan. Namun, Rivan tak peduli. Tangan Senja terus ditarik dengan kuat, sampai berbekas merah di pergelangannya.

Seolah tak mendengar rintihan dan permohonan Senja, Rivan mengempas tubuh sintal itu ke atas ranjang dengan kasar. Perut Senja sampai mulas karenanya. Kehamilannya baru memasuki bulan kedua, masih rentan dengan segala tekanan.

Namun, seperti kerasukan setan, Rivan tak menatap Senja sedetik pun. Ia malah fokus mengacak-acak laci meja yang berisi dokumen-dokumen penting. Lantas, ia kembali berbalik setelah menemukan dokumen yang dicarinya. Sebuah surat hasil pemeriksaan dokter terkait kesuburannya.

"Lihat baik-baik, Dek! Kamu ngotot hamil anakku, padahal jelas-jelas aku ini mandul!" Rivan membentak, sembari melemparkan kertas hasil pemeriksaan itu ke wajah Senja.

Sontak, Senja kaget dan tak percaya. Bagaimana mungkin Rivan mandul, sedangkan saat ini dirinya hamil anak lelaki itu. Dengan perasaan dan pikiran yang kacau, Senja meraih kertas tersebut dan membacanya. Sepasang mata itu pun membelalak setelah mendapati kata demi kata yang terangkai menjadi kalimat di sana. Benar apa yang dikatakan Rivan barusan. Dari hasil pemeriksaan dokter, dinyatakan jelas bahwa Rivandi Alvaro mandul dan tidak akan bisa punya anak.

Tubuh Senja bergetar setelah membaca semuanya. Sekilas ia berharap keterangan itu palsu. Namun, melihat adanya stempel resmi dari rumah sakit terkait, mau tak mau Senja harus percaya kalau itu asli. Akan tetapi, bagaimana mungkin itu bisa terjadi?

"Sekarang jelaskan padaku, Dek! Kamu selingkuh dengan siapa? Apa kurangnya aku sampai kamu melakukan itu dengan lelaki lain? Hah!" teriak Rivan dengan frustrasi.

"Mas, aku berani bersumpah. Demi Allah aku nggak pernah mengkhianatimu, Mas! Hanya denganmu aku melakukan itu, Mas." Senja menangis histeris. Sesak dadanya mendapati sang suami meragukan kesetiaan yang ia jaga sekian lama.

Sekali lagi Rivan melayangkan tamparan. Pipi Senja yang barusan sudah memerah, kini biru lebam karena kuatnya tangan Rivan.

"Nggak usah bawa-bawa Allah! Kamu munafik! Mau menutupi perilaku be-jatmu dengan sok agamis. Iya!"

"Tapi, aku memang nggak selingkuh. Tolong percaya padaku, Mas."

"Percaya kamu bilang? Setelah ada bukti ini kamu masih memintaku percaya?"

"Aku ... aku ...."

"Setelah ini kita cerai saja! Aku nggak mau punya istri mura-han sepertimu!"

"Mas!"

Teriakan Senja tidak digubris. Rivan pergi begitu saja keluar kamar. Sedikit pun enggan menoleh dan melihat istrinya.

Sebenarnya Senja berniat mengejar. Namun, keinginan itu urung karena tiba-tiba perutnya melilit sakit. Senja sampai tak bisa bergerak, bahkan untuk berdiri tegak saja ia kesulitan.

"Ahhh!"

Lantas Senja merintih dengan tiba-tiba, sendirian, sembari memegangi perutnya yang kian menusuk. Sampai kemudian, mata sembab itu membelalak tatkala melihat darah mengalir di kakinya.

***

Senja terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Separuh tubuhnya ditutup selimut, sementara tangan kanannya dipasang infus. Ia nyaris saja keguguran. Beruntung Rivan dengan cepat membawanya ke rumah sakit.

Sekarang, lelaki itu sedang duduk di samping Senja. Tatapannya tetap dingin. Tak ada senyum dan sirat kasih seperti biasanya.

"Kamu lihat, Dek, meski itu bukan anakku, tapi aku masih mau membawamu ke sini. Kalau saja aku pendendam, sudah kubiarkan kamu berdarah-darah di kamar dan kehilangan anak itu," ucap Rivan, sangat pedas.

Namun, Senja tak membantah. Tubuhnya masih terlalu lemah untuk berdebat, sekalipun itu untuk membela diri. Jadi, ia memilih diam dan menarik napas dalam-dalam, menenangkan perasaan yang masih kacau tak karuan.

"Aku akan pulang dulu. Badan masih lengket, tadi belum sempat mandi."

Tanpa menunggu persetujuan Senja, Rivan langsung bangkit dan beranjak pergi. Pertengkaran mereka tadi memang terjadi sewaktu Rivan baru pulang dari pabrik—tempatnya bekerja sebagai staf keuangan. Senja pikir, kehamilannya akan menjadi kejutan yang membahagiakan. Tak disangka, justru menjadi petaka dalam rumah tangganya.

"Ya Allah, sebenarnya kenapa ini? Kenapa aku bisa hamil jika Mas Rivan mandul?" batin Senja sambil menitikkan air mata.

Tangan kirinya dengan pelan mera-ba perut yang masih rata. Ada kehidupan baru di sana. Namun, ayah dari anak itu tak mengakuinya. Entah akan bagaimana nanti.

"Ya Allah ... semoga hamba tetap kuat menerima ujian dari-Mu ini." Senja kembali membatin. Air matanya makin deras mengalir, membasahi pipi dan kerudung yang ia kenakan.

Sesakit itu rasanya dituduh selingkuh oleh suami sendiri. Padahal, sekali pun ia tak pernah melakukannya.Bahkan, tercetus niat saja belum pernah.

Rivan adalah lelaki pertama yang ia cintai. Tak ada hal lain yang lebih indah dibanding menikah dengan lelaki itu. Namun, siapa yang akan menduga kalau akhirnya akan seperti ini.

Beberapa menit berselang, lamunan Senja dibuyarkan oleh kedatangan seseorang yang mengantarkan makan malam untuknya. Jatah dari rumah sakit.

"Keluarganya di mana, Bu?"

Senja menjawab gugup. "Masih pulang, mau mengambil sesuatu."

"Oh, kalau begitu saya panggilkan suster saja ya, Bu. Soalnya infusnya di tangan kanan, Ibu nggak bisa makan sendiri. Kalau menunggu keluarga, takutnya lama, nanti keburu dingin."

"Iya."

***

Senja menghela napas berat, miris rasanya di rumah sakit sendirian. Setiap makan, minum obat, dan ke kamar mandi malah dibantu perawat. Rivan tidak muncul lagi setelah pulang kemarin malam.

Sebagai yatim piatu yang kebetulan juga tidak punya mertua dan ipar, Rivan adalah satu-satunya keluarga Senja. Namun, entah ke mana lelaki itu. Sudah dua hari tiga malam ia belum datang lagi.

"Bu, suaminya apa masih sibuk? Ini kondisi Bu Senja sudah baik loh, kemungkinan besar nanti siang sudah diizinkan pulang. Kalau suaminya belum bisa ke sini bagaimana nanti pulangnya, Bu?"

Ditanya demikian, Senja hanya mengerjap cepat. Kemarin, ia sempat meminjam ponsel milik perawat dan menghubungi Rivan. Namun, nomor lelaki itu tidak aktif. Entah sengaja atau karena ponselnya kehabisan baterai.

"Bu?"

"Mmm, Sus, saya boleh pinjam HP-nya sebentar. Saya mau telfon suami, tapi kemarin tidak sempat bawa HP," ujar Senja.

"Oh, silakan, Bu. Ini."

Dengan harap-harap cemas, Senja menerima ponsel itu dan mulai menghubungi nomor Rivan. Untungnya dihafal di luar kepala. Lebih beruntung lagi, nomor itu aktif dan langsung direspon oleh sang empunya.

"Mas, kamu di mana? Kata suster, kira-kira nanti siang aku boleh pulang."

"Aku kerja, Dek. Di pabrik sibuk banget. Kamu pulang aja sendiri. Atau kalau mau aku jemput sore nanti, pulang kerja."

Hati Senja kembali nyeri. Sejauh itu perubahan Rivan. Dulu, dia adalah lelaki berhati lembut dan penyayang. Namun sekarang, tampaknya sudah tak ada kepedulian dari lelaki itu.

"Gimana?"

"Pulang sore aja, Mas. Kamu jemput aku ya," sahut Senja. Tak ada pilihan. Bagaimana mungkin dia akan pulang sendiri, sementara uang seribu rupiah pun tidak membawa. Lantas, dengan apa ia membayar biaya administrasi dan transportasi nanti.

Alhasil, dengan perasaan yang luar biasa sedihnya, Senja menunggu Rivan seharian. Hampir petang lelaki itu baru datang. Ekspresinya masih dingin dan datar. Baik saat melunasi administrasi, maupun ketika keduanya sudah duduk dalam satu mobil. Tak ada percakapan. Bahkan, dengan santainya Rivan tidak menanyakan bagaimana kabar Senja sekarang.

Barulah ketika mereka tiba di rumah, Rivan bicara sambil melepas jasnya.

"Aku lapar, tadi belum sempat makan."

Senja langsung tanggap. Dengan ramah ia bertanya Rivan ingin makan apa, akan dia masakkan detik itu juga.

"Apa saja asal kenyang."

Senja sedikit bernapas lega karena Rivan tidak meminta masakan yang berat-berat. Kondisinya masih belum memungkinkan untuk berkutat lama-lama di dapur.

Ayam goreng dan sambal tomat, menu simpel yang Senja masak sore itu. Sudah ada ayam bumbu di kulkas, jadi tinggal goreng. Tidak sampai setengah jam, hidangan sudah tersaji rapi di meja makan.

"Ayam dan sambal ini aja? Nggak ada sayur atau kuah?"

Senja terkesiap. Gerakannya yang hendak mencentong nasi terhenti seketika.

"Buatkan sup sayur! Aku pusing, mau makan yang ada kuahnya." Rivan memberikan perintah sambil beranjak pergi, meninggalkan Senja yang mulai menitikkan air mata.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Zivana ve
Selalu suka dengan ceritmu kak Gres jangan digantung ya ......
2025-10-29 18:13:43
0
user avatar
Zivana ve
Aku meluncur kak Gresss
2025-10-29 17:30:18
1
default avatar
kiranamentari278
Aku suka tema perselingkuhan seperti ini, semoga nanti senja bisa bangkit dan rivan kena karma.
2025-10-29 16:30:52
0
user avatar
Gresya Salsabila
Bagus novel nya. lanjut thor
2025-10-29 16:13:59
0
default avatar
Bintang Anjani
Bagus novelnya thor, ayo up lagi
2025-10-29 16:06:12
0
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status