Maaf banget author baru bisa update lagi sekarang. Beberapa minggu ini author sakit, makanya gak bisa update. Tapi sekarang alhamdulillah sudah baikan, makanya sudah bisa nulis dan ngehalu tentang Akira sama Giselle lagi. Tolong vote dan kirim dukungan untuk author yaa, Salam sayang, JJ
“Iya, aku tahu. Tapi kenapa kita nggak coba berkolaborasi walaupun kita sedang bersaing?” ujar Akira sambil tertawa pelan. Jika sebelumnya Akira merasa dia harus defensif setiap Giselle menyerangnya, kini Akira mencoba menyiasatinya dengan memakai taktik baru. Menjawab dan merespon Giselle dengan kepala dingin, bahkan jika perlu balas saja dengan berkelakar ringan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menghindari konflik lebih dalam lagi. Setelah Akira perhatikan, Giselle akan lebih berguna jika mereka berdua dapat bekerja sama dengan baik, dibandingkan jika mereka gontok-gontokan dan saling bertentangan setiap mereka membuka mulutnya. Akira sadar dia telah mengubah taktiknya. Tapi sepertinya Giselle masih tidak menyadari perubahan sikap oleh Akira. Perempuan itu masih menatap curiga dengan jawaban Akira yang cenderung santai tersebut. “Bagaimana bisa kalau bersaing tapi masih bisa kolaborasi? Ini akal-akalan kamu aja kan biar saya nggak fokus sama taruhan kita!” ujar Gisel
Ternyata benar, Giselle mengajaknya makan di warung pecel lele Lamongan di pinggir jalan. Nama warungnya Pecel Ayam dan Lele Cak Malik. Tak banyak pengunjung jika Akira perhatikan. Namun ada beberapa pekerja ibu kota yang mampir untuk makan di tempat atau meminta untuk dibungkus dan dibawa pulang ke rumah mereka masing-masing. Di satu sisi Akira senang karena Giselle ternyata perempuan yang tidak gengsi dan cukup membumi jika dibandingkan dengan style-nya yang berkelas dan elegan. Giselle bahkan tidak malu-malu dan segan untuk menaruh tas branded Chanel miliknya di atas kursi plastik hijau. Jika dipikir-pikir, mantan-mantan Akira sebelumnya tidak ada yang mau jika diajak makan di warung makan pinggir jalan seperti ini. Bahkan ke rumah makan Padang saja mereka mengernyitkan dahinya, katanya kalori dari masakan Padang membuat mereka harus bekerja ekstra keras di gym kelak. Maka dari itu Akira akhirnya terbiasa mengajak date-nya untuk makan di restoran. Akira sebenarnya tidak kebera
Giselle keluar dari mobil Akira dan melihat keadaan sekeliling. Kompleks perumahan yang terbilang asri dan tenang meskipun masih berada di bilangan Jakarta yang terkenal hiruk pikuk tak mengenal waktu. “Ini di mana?” tanya Giselle saat Akira tiba di sampingnya dan membawa Giselle memasuki sebuah kedai kopi yang terlihat estetik namun asri. Morning Mist. Begitu yang Giselle baca di plang nama depan kedai kopi ini. “Ini tempat ngopi favoritku. Kopi Sumbawa di Morning Mist benar-benar luar biasa,” jawab Akira seraya ‘mendorong’ tubuh Giselle dan menempatkan tangannya di punggung Giselle. Membuat Giselle mau tak mau merangsek maju sambil memperhatikan suasana di dalam kedai kopi yang ternyata masih ramai meskipun kini sudah jam sembilan malam. “Kok aku baru tahu ada tempat seasyik ini di Jakarta?” tanya Giselle tanpa bisa menutupi rasa takjubnya. Giselle melihat di belakang ruangan indoor, ada outdoor area yang terlihat begitu rimbun, teduh, dan cantik karena dipenuhi pohon-pohon
“Well, not yet…” jawab Akira pelan ketika Giselle membantah ucapan Akira barusan mengenai statusnya.Tentu saja Akira mengucapkan hal spontan demikian untuk menjauhkan Tristan dari Giselle dan memaksa mantan pacarnya Giselle itu untuk berhenti mengganggu Giselle. Tapi Akira tak menyesal mengucapkan hal demikian. Giselle memang bukan pacarnya… atau lebih tepatnya BELUM menjadi pacarnya. Beberapa hal yang dia lakukan di luar kontrol dan kendalinya kebanyakan berkaitan dengan Giselle. Bagaimana Akira dengan mudahnya mengancam Teddy jika dia macam-macam dengan Giselle tempo hari. Belum lagi saat dia mudah tertawa dan tersenyum karena melihat tingkah Giselle yang lucu di matanya. Dan jangan lupa… ketika mereka berciuman di club waktu itu. Akira tak bisa melupakannya bahkan hingga saat ini. Bagaimana lembut bibir Giselle, layaknya kotak pandora yang akhirnya terbuka. Sentuhannya kala itu di club membuatnya kembali mengingat bagaimana pertemuan pertama mereka, bagaimana panasnya malam
Giselle membeku seketika saat mendengar ada dua orang asing yang menyapa Akira. Dan dia semakin salah tingkah ketika mengetahui orang yang mengenal Akira adalah kedua adiknya. “Hey Akito… Akina…” Sentuhan tangan Akira yang bertengger di punggung Giselle seketika menghilang seiring dengan kepergian Akira dari sisinya. Pria itu berjalan menghampiri kedua adiknya yang ternyata tak kalah menawan dengan kakaknya. Tapi baru beberapa langkah, Akira membalikkan badannya dan menyeret Giselle untuk mengikuti langkahnya mendekati kedua adiknya yang bernama Akito dan Akina. Nama yang familiar dan mirip dengan Akira. “Giselle, kenalin ini kedua adikku. Akito dan Akina… ” ujar Akira sambil nyengir lebar. Giselle menjabat tangan Akito dan Akira. Akito lebih tinggi dan tubuhnya atletis, terlihat dijaga dengan baik, entah lewat gym atau olahraga lainnya. Meskipun keduanya sama-sama tampan, wajah Akito lebih memancarkan keramahan karena senyumnya yang lebar, apalagi jika dibandingkan Akira yang t
Pagi ini Giselle datang ke kantor dengan perasaan berbunga-bunga.Dia telah mendapatkan tanda tangan NDA oleh salah satu partner the Converge, yaitu Akira, dan sudah berkorespondensi dengan cukup intens bersama Cecillia, personal assistant Kelana Sastrowilogo.Giselle bersenandung di dalam ruangannya. Dia juga telah mendapatkan jadwal untuk bertemu Kelana kembali minggu depan di kantor Sastrowilogo Group. Sepertinya pertemuan kali ini akan berlangsung lebih serius.Giselle duduk sambil membuka macbooknya dan mengecek agenda hari ini. Seharusnya dia bertemu dengan tim Sudibyo untuk memulai rapat mingguan mereka terhadap proyek yang akan kick off dan dilaksanakan.
Akira melenggang dengan senyum lebar karena Giselle bersedia untuk turun ke bawah bersama dirinya. Perasaan senang yang bersemayam beberapa hari ini ketika berinteraksi dengan Giselle rasanya semakin tak bisa Akira kontrol. Seperti tadi pagi, ketika Akira selesai meeting di daerah Ashta Senopati, dia menyempatkan diri mampir di kedai kopi dan memberikannya kepada Giselle yang Akira tahu sedang sibuk seharian ini. Akira juga sibuk meeting back to back dengan tim Danudihardjo dari siang hingga sore tadi. Setelah itu, ketika dia ingin pulang Akira melihat ruangan Giselle masih terang benderang dan Giselle masih berkutat dengan pekerjaannya.
Kesabaran Giselle rasanya sudah limit dan sampai di ubun-ubun. Akira dengan sigap menyeret Tristan turun, menghindar dari orang-orang yang sudah mulai penasaran dengan suara tinggi Tristan barusan. Giselle naik lift selanjutnya dan menyaksikan beberapa orang sudah kasak kusuk menanti cuplikan drama antara dirinya dan Tristan. Satu menit dia merasa baik-baik saja, mengobrol bersama Akira dengan santai. Pekerjaannya sudah selesai hari ini dan dia bisa pulang ke apartemennya tanpa membawa pekerjaan. Dia berencana untuk masak comfort food kesukaannya, sup ayam kimlo. Tapi kini semua rencananya buyar karena Tristan kembali mengganggunya. Giselle bergegas mengekor Akira dan Tristan yang dia lihat sudah berdebat di lobi tempat naik turun penumpang kendaraan roda empat di depan. Perdebatan mereka berdua pun membuat beberapa pejalan kaki melongok ke arah dua pria tersebut. “Tristan! Lo bikin keributan ini cuma buat nagih hadiah lo yang nggak seberapa itu?” Giselle langsung mengkonfrontasi