Amirah dan Bagaskara akhirnya terbang ke Yogyakarta mengasingkan diri dari kepenatan dari pernikahannya yang gagal. Suaminya jelas mengkhianati berbuat curang atas hubungan dibangun selama empat tahun ini tanpa pernah ingin memperbaiki diri.
Pergi dari kediaman Alagar Hakim jalan terbaik baginya agar tak melihat keburukan pria itu lagi, menjauhkan Bagaskara dari kerusakan moral yang dilakukan papanya.
Kedatangannya tanpa pemberitahuan dan mendadak begitu mengejutkan Pakde dan Bude Bambang. Datang malam hari dengan penerbangan terakhir dan tanpa didampingi suami.
Sesuatu pasti sedang terjadi! Pikir mereka di dalam hati.
Kedua orang paruh baya itu saling melirik saat melihat Amirah hanya membawa sebuah koper besar sekaligus menggendong anak berumur tiga tahun terlelap tidur dalam buaian.
Amirah mencium tangan mereka yang dianggap pengganti orang tua yang telah wafat. Kehadirannya kali ini tak ingin membebani hanya rehat sejenak sebelum melanjutkan kehidupan baru tanpa suaminya.
Bagaskara dibaringkan dan diselimuti pelan-pelan di kamar tamu kemudian menuju ke ruang keluarga untuk berbincang melepas rindu.
"Lashira, kok kamu datangnya sendirian toh, mana Alagar ga ikut?" celetuk Pakde Bambang tanpa menunggu ponakannya duduk terlebih dulu.
"Maaf Pakde, Bude ... suamiku sedang sibuk banyak kerjaan, jadi aku ke sini sendirian saja."
Amirah tersenyum tipis berada di samping Bude Tantri menggenggam erat tangan tua mulai keriput di makan usia membayangkan ibunya berada di sini bersamanya.
"Hmm .. Ra, kok Bude melihat wajahmu makin suram begitu, memangnya ada apa toh kamu dan suamimu?" desaknya ingin tahu. "Aku ini kakak ibumu dititipkan wasiat menjagamu, mbokya cerita kalau punya masalah!"
"Ga ada apa-apa, Bude," kelit Amirah berdusta. "Kami baik-baik saja kok, cuma pengen liburan berdua Bagas saja menemui Eyang Uti dan Kakung di Yogya."
Terasa tak nyaman di hati berbohong berkali-kali.
Semua jadi serba salah. Tinggal di rumah sahabatnya malah menambah bencana. Alagar tak akan segan baku hantam dengan Alex dan Melani yang disangka menyembunyikan istrinya.
Pandangan tegas dan wibawa Pakde Bambang menyapu wajah suram ponakan. "Lashira, kami tahu kamu tiba di rumah ini juga membawa kekesalan hati dan itu pasti berhubungan dengan suamimu!"
Deg!
Orang tua memang berpengalaman sudah banyak makan asam garam kehidupan. Menilai dari wajah tanpa bicara pun sudah tahu dia memiliki sejuta masalah.
"Jujurlah Lashira, kami tak akan marah padamu," bujuk Bude Tantri agar ponakannya terbuka pada mereka.
Entah harus mulai darimana akhirnya Amirah mengutarakan garis besar soal perselingkuhan suaminya hingga terjadi pertengkaran siang tadi bersama pelakor itu.
"Aku dan Mas Alagar sudah tidak cocok lagi, kami segera bercerai karena selingkuhan suamiku kini sedang mengandung bayi darinya."
Hah!
"Kurang ajar benar suamimu itu!" maki Pakde Bambang berapi-api.
Namun segera ditenangkan Bude Tantri yang mengambil minuman hangat di atas meja agar suaminya tidak mengambil kesimpulan tergesa-gesa sendiri.
"Sabar toh Pak, Lashira belum menceritakan semuanya, minum dulu teh hangat ini keburu dingin nanti!"
Satu dua teguk disesap Pakde Bambang, dan suasana normal kembali. Lalu Amirah melanjutkan kisahnya juga keinginan berpisah dengan suaminya.
"Pernikahan kami berjalan empat tahun namun kelakuan buruk Mas Alagar belum berubah. Amirah minta ijin Pakde dan Bude merestui perceraian yang kian lama menyakiti hati. Apalagi Bagas tumbuh besar tidak pernah mendapat figur ayah yang baik selama ini."
"Kau yakin itu pilihan terbaik bagimu, Ra?" tandas Pakde Bambang. "JIka iya, maka aku akan segera ke Jakarta menemui Alagar dan orang tuanya demi melindungi kehidupan pribadimu dan Bagaskara."
"Ya Pakde, inilah yang terbaik bagi kami berdua."
Sesak hati Amirah telah mengecewakan mereka. Tiada dapat dibanggakan dari dirinya segera berstatus janda padahal pernah menikahi pria tampan dan kaya raya namunhanya sia belaka.
Alagar Hakim sengaja mengulur waktu untuk melukai hati Amirah Lashira kian dalam. Pria itu berpikir istrinya lemah selalu menerima perintah dan kehendaknya.
Kali ini sekuat tenaga melawan penganiayaan secara fisik maupun verbal yang dilakukan suaminya.
Amirah tak mau diperlakukan semaunya lagi. Memilih menceraikan daripada menunggu diceraikan oleh pria angkuh dan brengsek yang selalu menguji kesabaran dan keimanannya.
***
Tuan Andi Hakim menyambut gembira kehadiran besan di kediamannya yang mewah. Pria paruh baya datang jauh dari Yogyakarta cuma untuk menemui dirinya.
Mereka duduk tenang saling bertukar cerita di ruang keluarga dengan sajian makanan dan minuman penuh di atas meja. Nyonya Nirmala Hakim sedang bersosialita dengan kolega tidak tahu kunjungan besannya yang berkesan tiba-tiba.
"Wah, senang sekali kita bertemu di sini, ada kegiatan apa Pak Bambang sampai ke Jakarta kali ini?" tanyanya sedikit heran. "Eh, di mana Ibu Tantri, apa tidak diajak ikut bersama?"
Pandangan Tuan Andi Hakim menyapu ruangan ternyata tamunya memang datang sendirian.
Pakde Bambang tersenyum getir terlihat dari gesture tuan rumah tak tahu menahu masalah pernikahan dan prilaku buruk putra sulung terhadap istrinya Amirah Lashira.
"Maaf Pak Andi, istriku sedang menemani keponakan dan cucunya di rumah dan sebenarnya kedatangan hari ini juga ingin bertanya sesuatu ..."
"Tentang apa, Pak Bambang? Tolong ceritakan saja jika ada masalah mungkin aku dapat membantu, ayolah jangan malu-malu biar bagaimana pun kita berbesan karena pernikahan anak-anak kita."
Wibawa dan kekuasaan besar Tuan Andi Hakim terpancar kuat. Namun sayang tak menuruni ke Alagar malah membawa banyak petaka dalam keluarga besarnya.
"Itulah pangkal utama masalahnya," simpul Pakde Bambang. "Ini mengenai pernikahan Alagar dan Amirah tak berjalan baik selama ini."
Aa-paa! Terperangah pengusaha kaya raya itu mendengarnya.
"Putraku tak pernah bicara sebelumnya mengenai pernikahan mereka kelihatan baik-baik saja, memangnya ada apa, biar kita selesaikan semua secara kekeluargaan."
"Amirah Lashira mengajukan perceraian resmi ke Alagar Hakim," papar Pakde Bambang. "Dan kami sebagai wali dari orang tuanya yang sudah tiada ikut merestui demi kebaikan ponakan dan cucuku Bagaskara."
Duarr!
Tuan Andi Hakim tersentak kuat.
"Oh, mereka ingin bercerai, apa yang sesungguhnya terjadi? Tunggu sebentar, sebaiknya kita kaji masalahnya dan biar aku panggil dulu putraku ke sini."
Satu jarinya menekan langsung nomor panggilan di gawai. Menanti beberapa saat kemudian terdengar suara putra sulungnya di ujung sana.
"Hai, Papa, ada apa menghubungiku?"
"Di mana istrimu Amirah Lashira berada sekarang?" pancing Tuan Andi Hakim ingin tahu.
Nada Alagar berubah mencoba berbohong padanya. "Ada di rumah sedang menjaga Bagas, memang kenapa Papa menanyakan istriku?"
Teriakan kencang menggelegar mengagetkan Alagar dan besannya Pak Bambang Hadiningrat.
"Dasar pendusta kau, Alagar! Besan Papa ada di sini sekarang ternyata berani sekali menipu kami selama ini, memang kau apakan istrimu sampai menuntut cerai darimu?"
Glek!
Alagar Hakim pun terdiam. Papanya marah luar biasa.
Pernikahannya dengan Amirah Lashira sudah gagal di mata orang tua. Semua gara-gara kelakuan buruknya yang tak mampu diperbaiki kembali. Renata Sastrawijaya menuntut lebih banyak dari istrinya, dan beberapa hari lalu pertengkaran hebat terjadi di sebuah cafe menggemparkan di muka umum.
Istrinya mengalah memilih pergi dari rumah membawa putra mereka ke rumah kakak ibunya di Yogyakarta mengadukan semua keburukan pernikahannya hingga Pakde Bambang Hadiningrat memutuskan datang ke rumah besan di pagi ini.
Alagar Hakim sudah mencari kemana-mana kini mendapatkan jawabannya. "Papa, maafkan Alagar, aku akan ke sana untuk menjelaskan semuanya."
Sambungan telepon pun terhenti.
Dengus nafas keras Tuan Andi Hakim tidak bisa menahan kekecewaan yang sangat dalam. Putra sulung yang dibanggakan membuat ulah memalukan keluarga.
Tak lama dia pun memanggil istrinya pulang. Mereka harus menyelesaikan masalah keluarga di depan sang besar yang sudah jauh datang membawa pesan mengkhawatirkan.
Pernikahan Amirah dan Alagar berada di ujung tanduk tak bisa terselamatkan lagi.
***Sepulang dari jalan-jalan ke pasar tradisional Amirah bergegas langsung ke dapur menemui Bude Tantri yang sedang sibuk mengiris daging ditemani Mbok Marsih menyiangi sayuran. "Bude, kok sepi. Di mana Pakde Bambang tak kelihatan dari pagi?" "Pakde ke Jakarta, Nduk," ujar Bude Tantri tersenyum. "Katanya ada pertemuan kolega bisnis, nanti sore juga pasti pulang pakdemu itu ga betah lama-lama di sana, panas dan macet!" Oh! Amirah menduga kepergian pakdenya bukan untuk bisnis tapi menemui suami dan mertua sejak dia bercerita soal kemelut pernikahannya. Dengan langkah gontai ke kamar yang sunyi sepi terasa di hatinya kembali. Bagas sedang dibawa bermain ke rumah sepupu Mas Guntur putra sulung pakde dan bude Bambang. Putri bungsunya Ayu bermukim di Solo langsung meluncur siang ini ke Yogya berniat menginap bersama keluarga menemani Amirah Lashira. Setelah sekian lama menikah tak pernah sekalipun Alagar mau diajak menemui keluarga istrinya di luar kota. Begitupun dia enggan belakangan in
Grr-- Amirah sialan! Geram Alagar marah bukan kepalang. Mobil mewah miliknya berhenti tepat di depan teras rumah berpilar tinggi indah. Kediaman Tuan dan Nyonya Andi Hakim begitu asri dengan taman luas. Belum lagi di halaman belakang yang luas terdapat kolam renang besar tempat mereka sering berkumpul termasuk pesta pernikahan megah Alagar Hakim dan Amirah Lashira. Sayang kini semua tinggal kenangan. Langkahnya sedang terburu-buru, orang tua dan mertuanya menunggu. Mereka saling terpaku saat beradu pandang di ruangan yang sama. Kebencian papanya begitu terlihat jelas. "Duduk, Alagar!" Tuan Andi Hakim tidak mau berlama-lama mendengar penjelasan putra sulung berbuat kurang ajar terhadap keponakan Pak Bambang Hadiningrat. Nyonya Nirmala Hakim memegangi lengan suami untuk tenang dan membiarkan putranya menghadapi mereka. "Papa, ada apa memanggilku ke sini?" Raut gelisah terlukis di wajah Alagar. Rahangnya menjadi kaku, otot tubuhnya ikut membeku. "Dasar anak brengsek!" maki Tuan Andi
Melani dan suaminya Alex berkunjung ke Yogya untuk menemui Amirah Lashira dan putranya Bagaskara yang menggemaskan. Tak terlihat bocah kecil itu merindukan sosok papanya malah lebih dekat Om Alex atau Om Aabid adik dari Alagar Hakim. Mereka bertemu di sebuah restoran agar tak mengganggu kerabat Amirah yang lain. Suami Melani mengajak Bagas ke tempat permainan anak-anak membiarkan istrinya mencurahkan perasaan bersalah ke sahabatnya. Pembicaraan wanita dari hati ke hati. "Ra, maafkan aku sungguh tak tahu jika pelakor keparat itu ternyata sepupuku Renata yang memang wanita murahan, dulu Mas Alex sering digodanya sebelum kami menikah." Melani terdiam sesaat sebenarnya malu menceritakan aib keluarga tapi sikap sepupu tak bisa dibiarkan lagi. "Sampai suatu hari tingkahnya keterlaluan mengajak calon suamiku bermalam ke apartemen mewah miliknya. Langsung ku damprat habis-habisan di depan keluarga Papa dan sejak itu kami berdua bermusuhan." Mendengar cerita tersebut membuat Amirah semaki
Jamuan makan malam bersama antara keluarga Andi Hakim dan Sastrawijaya terasa cukup menegangkan. Orang tua Alagar bersikap biasa meskipun calon menantu Renata mengajak mereka berbicara. Lirikan sinis Nyonya Nirmala Hakim terlihat begitu jelas sangat tak menyukai pasangan putra sulungnya, cuma Amirah Lashira pantas bersama Alagar Hakim bukan jalang betina itu yang berani merebut darinya. Sementara Tuan Andi Hakim sering mengalihkan pandangan berpura-pura menyimak obrolan di meja makan bersama calon besan Tuan Sastrawijaya dan Nyonya Sisca. Alagar duduk terpaku tak bersemangat menyantap makanan lezat diiringi kepedihan mendalam. Istrinya lugu sederhana telah diceraikan dua minggu lalu, dan putranya diboyong ke kota lain. Baru kali ini seumur hidupnya kesepian. Di kediaman besar serupa milik orang tuanya, tiada keceriaan tawa canda Bagaskara bermain berlarian bersama ibunya yang cantik jelita. Semua menghilang dalam sekejap. Penyesalan memang selalu datang terlambat. "Sayang, semi
"Bagas sama Eyang Uti dulu ya," rayu Amirah lembut ke putra kesayangan. "Mama mau bekerja bantu Eyang Kung, nanti sore pulang temui anak ganteng lagi." Kontan saja Bagaskara menangis kencang takut ditinggalkan ibunya pergi memeluk erat tak mau melepaskan sama sekali. Ada rasa bersalah dari diri Amirah Lashira, putranya masih kecil terpaksa merasakan kepahitan hidup setelah perceraian orang tuanya.Tak tega, tapi ibunya harus bekerja menghidupi masa depan mereka berdua."Sudahlah Nduk, Bagas ga pa-pa kok nanti biar Bude Tantri ajak main ke tempat Guntur di sana anak-anaknya juga sayang ke putramu." Senyum manis sang Bude mirip mendiang ibunya. Amirah jadi sedikit terhibur.Bagaskara akhirnya melunak mau digendong Eyang Uti berpura-pura mengambil makanan kesukaannya."Yuk, cah ganteng kita ke dalam, Eyang punya kue apa ya di dapur?!" serunya buru-buru memalingkan tubuh agar cucunya tak merajuk ke ibunya lagi.Lega sudah hati Amirah lalu bergegas menuju ke mobil. Pakde Bambang menanti p
Akhir pekan yang indah namun sayang dinodai kecemburuan tidak pada tempatnya. Ayu Hadiningrat putri bungsu Pakde dan Bude Bambang menyerang Amirah Lashira secara tiba-tiba.Turun dari mobil mewah dan bergegas memasuki rumah tanpa salam."Ra!" bentaknya kasar. "Apa yang kau lakukan terhadap suamiku Mas Bagus selama ini di kantor huh?!""Ayu, kau kenapa, memangnya apa yang ku lakukan ke suamimu?"Amirah terkejut sepupunya mendamprat di depan orang tua yang dihormati selama ini. Tuduhan gila apalagi yang ditujukan padanya.Pak Bambang menatap tajam ke putri bungsu dan ponakan. Sesuatu sedang terjadi di antara mereka berdua melibatkan menantunya tapi Mas Bagus tak ikut istrinya malah membiarkan Ayu sendiri menghadapi masalah.Di mana pria itu sekarang! Kecamnya kesal melihat kekisruhan melanda dua wanita muda di depan matanya. Sungguh tidak ada adab dan etika."Dasar janda sialan, senangnya menggoda suami orang!" tuding Ayu bertubi-tubi memekakkan telinga. "Hasil penjualan batik kau korup
Kepergian Amirah Lashira dan Bagaskara ke Jakarta sangat disesali oleh Pakde Bambang dan Bude Tantri dengan sedihnya mereka melepas pergi dari tempat bernaung selama ini. Keponakan dan cucu mereka tak bersalah dalam persoalan putri dan menantu biadab yang telah mengadu domba keluarga besar keturunan Hadiningrat dan Nareswara."Maafkan Pakde, Bude dan Ayu, yo Nduk," sesal Pak Bambang berkali-kali. "Mengapa kalian tak tinggal di sini saja, kami juga sangat menyayangimu dan putramu."Gelengan kuat ponakannya tak tergoyahkan."Amirah lebih baik menetap di rumah warisan Papa dan Mama, sayang jika didiamkan begitu saja nanti cepat rusak," tolaknya secara halus. "Kapan saja Pakde Bambang dan Bude Tantri bisa menengok kami di sana."Rumah peninggalan mendiang orang tua sudah tak disewakan tahun ini dapat digunakan anak dan cucunya sendiri. Alasan logis akhirnya keputusannya untuk pergi menjadi lebih kokoh lagi."Hati-hati jaga dirimu dan Bagaskara," pesan Pakde Bambang terakhir yang harus di
"Hai Amirah," sapa Alagar Hakim pelan saat mereka berdiri berhadapan. "Maaf, aku harus pergi!" Buru-buru mantan istrinya mendorong troli penuh barang bawaan. "Bagasimu banyak, apa kau akan tinggal di sini?" desak Alagar ingin tahu. "Bukan urusanmu! Kita tak ada hubungan apa-apa lagi." Jawaban ketus mantan istri menohok tajam ke relung hati namun Alagar pantang menyerah. Bila putranya ada di kota yang sama maka kesempatan besar untuk pengasuhan bersama. "Aku akan mencarimu sampai ke ujung dunia demi mendapatkan hak asuh Bagas lagi!" Hah! Amirah tersentak menghentikan troli bagasi menatap marah ke mantan suami. Baru saja tiba di Jakarta, malah ditemui bajingan mencoba mengaku jadi ayah terbaik dari putranya. Selama ini kau kemana saja, huh! Makinya dalam hati. "Tak perlu repot-repot mengasuh putramu lagi, kau sudah memiliki anak dari Renata lebih baik curahkan saja perhatianmu ke anak dan istrimu sendiri!" Balas dendam memang nikmat cuma tinggal menunggu waktu yang tepat. Pagi in