Share

bab 2

Author: Little Fox
last update Last Updated: 2025-09-26 11:54:24

Mereka bersiap menyerang kembali, pedang terangkat tinggi-tinggi, siap diayunkan.

"Hehehe... Bocah, sebaiknya kau menyerah saja dan serahkan gadis kecil itu pada kami," ujar Yun, suaranya serak dan menjijikkan. "Dengan begitu, kau bisa kabur dengan mudah."

Chalista menatap kedua pria di depannya dengan mata terbelalak, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Tubuhnya semakin gemetar hebat, ia semakin erat memeluk Sena, menyembunyikan wajahnya di balik bahu anak laki-laki itu.

Sena mengalihkan pandangannya pada Chalista, merasakan tubuh mungil itu bergetar hebat. Lalu, ia kembali menatap kedua pria yang semakin mendekat, pedang mereka berkilauan tertimpa cahaya rembulan, siap menebas.

Di dalam gedung, di tengah gemerlap pesta, keluarga Cristiano asyik berbincang dengan para tamu. Hingga sebuah pertanyaan tiba-tiba menyentak mereka.

"Cristiano, kudengar kau datang bersama putri kecilmu. Di mana dia sekarang?"

"Chalista bersamaku..." Ucapan Cristiano menggantung di udara.

Matanya bergerak cepat, menyapu seluruh ruangan. Jantungnya berdegup kencang saat menyadari kursi di sampingnya kosong. Ekspresi panik langsung terpancar di wajah Nyonya Cristiano.

"Di mana Chalista?" tanyanya dengan nada khawatir, suaranya bergetar.

Cristiano terus mencari, matanya menjelajahi setiap sudut ruangan, berharap menemukan putrinya di antara kerumunan. Namun, Chalista seolah menghilang ditelan bumi.

"Chalista! Chalista! Sayang, di mana kamu?" Nyonya Cristiano mulai memanggil, suaranya semakin meninggi, bercampur dengan alunan musik dan riuh rendah percakapan.

"Chalista!" Cristiano ikut memanggil, suaranya tegas namun sarat akan kekhawatiran.

Kepanikan mulai mencengkeram mereka. Cristiano segera meraih ponselnya, menghubungi anak buahnya yang berjaga di sekitar pesta.

"Cari Chalista sekarang! Temukan dia, di mana pun dia berada!" perintahnya dengan suara berat, rahangnya mengeras.

"Siap, Tuan!" jawab para pengawal serempak.

Dalam sekejap, para pengawal itu menghilang di antara kerumunan, mata mereka awas mencari sosok gadis kecil yang hilang.

Para pengawal menyebar, menyisir setiap sudut pesta. Langkah mereka tergesa, mata mereka awas mencari sosok Chalista yang hilang. Namun, nihil. Putri sang majikan seolah lenyap ditelan keramaian.

"Apa ada tanda-tanda?" tanya Pengawal A, suaranya tercekat oleh kecemasan.

"Belum. Aku belum menemukannya. Bagaimana dengan tim lain?" balas Pengawal B, wajahnya dipenuhi keringat dingin.

"Halaman belakang bersih," sahut Pengawal C, nada suaranya putus asa.

Kepanikan semakin mencengkeram mereka. Waktu terus berjalan, dan setiap detik terasa seperti siksaan.

"Kita berpencar! Sebagian cari di luar gedung, sisanya tetap di sini, awasi keadaan dan terus cari Nona Chalista!" perintah Pengawal A dengan suara bergetar, namun tetap berusaha tegar.

Beberapa pengawal mengikuti Pengawal A keluar gedung, meninggalkan Nyonya Cristiano yang terisak dalam pelukan suaminya. Air mata membasahi pipinya, bibirnya terus menyebut nama sang putri.

"Chalista, sayang..."

"Tenanglah, Sayang. Mereka pasti menemukannya," bisik Tuan Cristiano, suaranya lembut namun menyimpan kekhawatiran yang mendalam. Ia memeluk erat istrinya, mencoba menyalurkan ketenangan.

Suasana pesta yang semula meriah kini berubah menjadi tegang dan mencekam. Musik yang tadinya mengalun indah kini terdengar sumbang, tawa dan obrolan terhenti, digantikan oleh bisikan cemas dan tatapan khawatir.

"Maafkan kami, Tuan dan Nyonya Cristiano," ujar Mareno, sang pemilik pesta, dengan wajah pucat pasi. "Ini semua kelalaian petugas keamanan kami, sampai putri Anda hilang."

"Ini bukan salah Anda, Tuan Mareno," balas Cristiano, suaranya berat. "Ini semua karena kelalaian kami sebagai orang tua."

Mareno segera memerintahkan petugas keamanannya untuk membantu mencari Chalista. Namun, saat mereka hendak bergegas keluar, sebuah bayangan tiba-tiba muncul di belakang mereka, menghentikan langkah mereka.

"Siapa itu?!" tanya seorang petugas keamanan dengan nada tinggi, tangannya meraih pistol di pinggangnya.

Dari balik kegelapan, muncul sosok Sena yang menggendong Chalista. Setelah memastikan keadaan aman, Sena menurunkan Chalista dari gendongannya, membiarkan gadis kecil itu berdiri dengan kedua kakinya sendiri.

"Daddy! Mama!"

Suara Chalista melengking, memecah ketegangan. Gadis kecil itu berlari, gaun pestanya berkibar, menghambur ke pelukan kedua orang tuanya. Air mata haru membasahi pipi Nyonya Cristiano, sementara Tuan Cristiano mendekap putrinya erat, seolah tak ingin melepaskannya lagi.

Tak lama kemudian, dari arah gerbang, dua sosok pria muncul. Wajah Yun memerah menahan kesal. "Sial! Gadis itu lolos!" bisiknya, giginya bergemeletuk.

"Terlalu ramai di sini," sahut rekannya, pandangannya menyapu kerumunan tamu yang mulai menatap curiga.

Chalista, yang masih bersembunyi di pelukan ayahnya, mengangkat jari telunjuknya yang mungil. "Dad, mereka mau membunuh Chalista," ucapnya polos, menunjuk ke arah kedua pria itu.

Mendengar ucapan putrinya, rahang Cristiano mengeras. Matanya menyala penuh amarah, menyadari bahwa putrinya sekali lagi menjadi bidikan orang-orang yang ingin menghancurkannya. "Jadi kalian lah yang menculik putriku!" suaranya menggelegar, memenuhi aula.

Belum sempat kedua pria itu menjawab, sebuah kilatan cahaya diikuti suara desingan tajam melesat dari kegelapan bukit. Peluru itu melaju lurus ke arah Sena. Dengan refleks luar biasa, Sena menunduk, menghindari maut hanya dalam sepersekian detik. Namun, gerakan menghindar itu membuat kemejanya sedikit tersingkap, memperlihatkan liontin logam yang tergantung di lehernya.

Para tamu pesta yang menyaksikan kejadian itu terkesiap. Mata mereka membelalak melihat liontin di leher Sena.

"Itu! Itu berandalan berliontin!" teriak salah satu tamu, jarinya menuding ke arah Sena.

"Hah! Bukannya mereka sudah dimusnahkan?" Suara panik terdengar dari kerumunan, disusul bisikan-bisikan ketakutan yang menyebar cepat. Wajah-wajah yang semula tenang kini dipenuhi kengerian, beberapa mulai mundur perlahan, menciptakan jarak dari Sena.

"Berandalan Berliontin." Sebutan itu bagai hantu yang menghantui Bruston, mengingatkan pada masa lalu kelam yang ingin dilupakan. Beberapa dekade silam, Bruston dilanda perang dahsyat, dan pemerintahannya berada di ambang kehancuran.

Di tengah keputusasaan, seorang pemimpin ambisius bersekutu dengan ilmuwan gila, menciptakan pasukan khusus bernama TWILIGHT. Pasukan ini memiliki kekuatan dan kecepatan di atas rata-rata manusia normal. Ciri khas mereka: dog tag atau liontin nama, penanda identitas sekaligus simbol pengorbanan. Jika seorang TWILIGHT gugur, liontin itu akan mengungkap jati dirinya.

Berkat TWILIGHT, Bruston berhasil memenangkan perang. Namun, kemenangan itu membawa petaka. Pasukan TWILIGHT menjadi tak terkendali, membunuh tanpa ampun, melampaui batas kemanusiaan.

Ketakutan merebak di kalangan warga sipil. TWILIGHT dianggap sebagai ancaman laten. Muncul fraksi anti-TWILIGHT yang mendesak pemerintah untuk bertindak. Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan memusnahkan seluruh pasukan berliontin.

Pembantaian dilakukan dengan obat-obatan khusus yang dirancang untuk melukai dan membunuh TWILIGHT. Perang saudara pecah, menumpahkan darah di mana-mana. Jumlah TWILIGHT terus menyusut, memaksa mereka yang tersisa untuk bersembunyi di balik bayang-bayang.

Sejak saat itu, kisah tentang pasukan berliontin menjadi tabu. Untuk bertahan hidup, para TWILIGHT membentuk serikat rahasia bernama Berandalan Berliontin. Di sanalah mereka tinggal, bekerja, menerima pekerjaan sebagai pembunuh bayaran atau pengawal, hanya untuk orang-orang tertentu yang tahu keberadaan mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kutukan Liontin   bab 5

    "Jadi, bagaimana, Chalista?" tanya Cristiano, seolah mengerti isi hati putrinya. "Apa Chalista ingin mencari pengawal baru?"Mata Chalista langsung berbinar, senyum merekah di wajahnya."Dad, Chalista belum sempat berterima kasih pada anak itu," ujar Chalista, suaranya memohon. "Apa Daddy bisa mencarikan anak itu? Chalista ingin mengucapkan terima kasih padanya.""Baiklah," jawab Cristiano, mengusap lembut kepala putrinya. "Daddy akan mencari anak laki-laki itu dan menyampaikan terima kasihmu padanya."Chalista bersorak gembira, melompat-lompat kegirangan. Lalu, ia menatap ayahnya dengan tatapan penuh harap. "Dad, apa pengawal Chalista bisa seperti dia?"Cristiano terdiam, tertegun mendengar pertanyaan putrinya. Ia tahu, Chalista menginginkan pengawal yang kuat dan berani seperti Sena."Tentu saja," jawab Cristiano, senyum dipaksakan terukir di wajahnya yang dingin. "Chalista bisa punya pengawal seperti dia."Flashback offCristiano memikirkan ucapan putrinya. Ia bertekad untuk mencar

  • Kutukan Liontin   bab 4

    "Di mana dia sekarang?" Gina bertanya lagi, suaranya kini pelan, tetapi setiap kata terasa seperti palu yang menghantam."Sena ada... dia ada di luar," jawab Indry gugup, menunjuk ke arah pintu markas.Gina bangkit dari kursinya, langkahnya mantap dan penuh percaya diri. Ia berjalan mendekati Indry yang berdiri kaku di depan pintu, senyum mengerikan terukir di wajahnya yang keriput. "Ayo, temui dia," bisiknya, suaranya serak namun menusuk tulang.Meski usianya tak lagi muda, aura kekuatan terpancar dari setiap gerakannya. Gina adalah satu-satunya TWILIGHT yang tersisa dengan kekuatan di atas rata-rata, dan hanya dialah yang mampu memimpin para Berandalan Berliontin.Melihat senyum mengerikan di wajah pemimpinnya, Indry merinding ketakutan. Firasat buruk menghantuinya, jantungnya berdebar tak karuan. ****Di luar markas, Sena duduk bersandar di bawah pohon rindang, menikmati semilir angin yang membelai wajahnya. Matanya terpejam, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. Ia tak meny

  • Kutukan Liontin   bab 3

    Cristiano, yang menyadari identitas Sena, dengan cepat menghunus pistolnya. Namun, Sena bergerak lebih cepat. Dalam sepersekian detik, pistol itu sudah berpindah tangan.Sena tahu, Cristiano akan menembaknya tanpa ampun. Tanpa ragu, ia melepaskan tembakan ke arah dua pria yang tadi mengejarnya. Kedua pria itu tersungkur, tewas seketika. Mata Sena kemudian beralih, mencari sumber tembakan pertama.Para tamu terdiam, terpaku menyaksikan adegan mengerikan itu. Chalista membenamkan wajahnya di pelukan ibunya, tubuhnya gemetar ketakutan. Tanpa sepatah kata pun, Sena berbalik dan berlari menuju hutan kota, menghilang di antara pepohonan. Cristiano hanya bisa menatap kepergiannya, rahangnya mengeras.Tiba-tiba, suara teriakan memekakkan telinga memecah kesunyian malam."Aaarrrrggggghhhhttttt!"Para tamu semakin panik. Cristiano menyipitkan matanya, menduga suara itu berasal dari Sena. Namun, apa yang sebenarnya terjadi di dalam kegelapan hutan, ia tak tahu.Beberapa saat sebelumnya, Sena ber

  • Kutukan Liontin   bab 2

    Mereka bersiap menyerang kembali, pedang terangkat tinggi-tinggi, siap diayunkan."Hehehe... Bocah, sebaiknya kau menyerah saja dan serahkan gadis kecil itu pada kami," ujar Yun, suaranya serak dan menjijikkan. "Dengan begitu, kau bisa kabur dengan mudah."Chalista menatap kedua pria di depannya dengan mata terbelalak, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Tubuhnya semakin gemetar hebat, ia semakin erat memeluk Sena, menyembunyikan wajahnya di balik bahu anak laki-laki itu.Sena mengalihkan pandangannya pada Chalista, merasakan tubuh mungil itu bergetar hebat. Lalu, ia kembali menatap kedua pria yang semakin mendekat, pedang mereka berkilauan tertimpa cahaya rembulan, siap menebas.Di dalam gedung, di tengah gemerlap pesta, keluarga Cristiano asyik berbincang dengan para tamu. Hingga sebuah pertanyaan tiba-tiba menyentak mereka."Cristiano, kudengar kau datang bersama putri kecilmu. Di mana dia sekarang?""Chalista bersamaku..." Ucapan Cristiano menggantung di udara.Matanya b

  • Kutukan Liontin   bab 1

    Gemerincing logam beradu. Dog tag, identitas yang terkalung di leher mereka, lebih terasa seperti rantai takdir. Tak seorang pun meminta jalan hidup ini, namun di sinilah mereka—terjebak dalam pusaran yang tak bisa dihindari. Setiap hari adalah perjuangan. Seorang anak laki-laki, dengan tatapan kosong, mencari secercah makna di kerasnya dunia. Di pekatnya malam, di jantung hutan kota, sosok Sena Izumi muncul. Usianya mungkin baru sebelas tahun, tetapi katana terselip di pinggangnya, dan dog tag dengan namanya terukir jelas, menjadi saksi bisu keberaniannya. Tanpa ragu, ia menyusuri jalan setapak. Langkah Sena terhenti di bawah pohon raksasa. Kepalanya mendongak, menelusuri batang kokoh hingga dahan tertinggi. Dengan sekali lompatan, ia meraih dahan itu. Dari ketinggian, panorama kota terbentang—gemerlap lampu, sungai kendaraan yang tak pernah berhenti mengalir. Angin membelai rambutnya yang panjang, membawa serta aroma aspal dan kehidupan. Kilauan lampu kristal memancar dari se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status