POV Author“Ma, aku harus bagaimana?” Alaska bergumam lirih, ia benar-benar menyesal.Ia pikir Senja akan hidup senang dengan semua uang pemberiannya tapi ternyata istrinya itu malah menjadi seorang LC dengan mencari untuk sesuap nasi. Dan uang itu entah pergi kemana."Bicara baik-baik pada Senja, tapi jangan memaksanya kembali, dia sudah sangat terluka.”“Aku ... nggak mau kehilangannya, Ma.” Alaska menatap dengan mata memerah.“Itu konsekuensi dari apa yang sudah kamu perbuat, Al. Danes tidak tahu soal ini?”Alaska menggeleng lemah. “Sepertinya ... nggak.” Ia juga ragu, tapi dari gerak-geriknya menyimpulkan kalau Danes memang tidak tahu apa-apa.“Mama nggak mau sampai kamu dan Danes bertengkar ya, Al. Bicarakan dengan kepala dingin.” Kasih melengang meninggalkan putranya yang berdiri terpaku.*“Kita ... nggak bisa lanjut.”Mata Mona membulat sempurna. “Sayang, jangan bercanda, ini nggak lucu.”Alaska menghela napas panjang. “Kamu tahu sendiri aku nggak normal ‘kan? Jadi cari lelaki
Pertanyaan itu memenuhi benak Alaska. Ia sangat penasaran kehidupan sang istri setelah ia tinggalkan lima tahun lalu.“Mas, Ibu nggak tahu ‘kan?” tanya Senja setelah menandatangani surat persetujuan untuk operasi.“Nggak. Kamu tenang saja.”Suara dering ponsel milik Alaska membuat lelaki itu buru-buru bersembunyi, ia tidak mau sampai ketahuan. Mau ditaruh di mana mukanya nanti kalau kepergok mengikuti Senja.“Apa?” Suara lelaki itu meninggi membentak sekretarisnya.“Maaf, Pak. Setengah jam lagi meeting akan dimulai.”“Ya.”Alaska mematikan sambungan teleponnya lalu pergi dari sana. Ia tidak bisa mengabaikan jadwal meetingnya atau menunda. Berniat mencari tahu lagi nanti mengenai mantan istrinya itu.“Bilangnya saja menungguku, tersiksa tapi menikah juga dengan orang lain.” Alaska menggerutu karena merasa apa yang diucapkan Senja tempo hari tidak sesuai dengan kenyataannya.*[Maaf, Pak. Untuk beberapa hari ini saya tidak bisa menemani Anda makan. Saya janji akan mengganti di hari lain
“Ibu.”“Benar kamu Aska?”Alaska mengangguk. Ia benar-benar malu karena bertemu dengan ibu mertuanya setelah sekian lama, apalagi masalahnya dan Senja belum menemui titik terang.Pintu ruangan terbuka membuat Alaska dan Sari menengok.“Loh, Bu. Kenapa ada di sini?” Burhan kaget karena tidak menyangka ibunya Senja ada di sini.“Ibu nggak tenang dan memutuskan kesini, tapi kontrakan Senja sepi, kata tetangganya Biru sakit. Memang sakit apa? Kenapa nggak ada yang kasih tahu ibu?”“Bicara di ruanganku saja ya, Bu. Biru lagi istirahat soalnya, aku jelasin semuanya.” Burhan mengajak Sari ke ruangannya.Sedangkan Alaska masih berdiri mematung di sana. Ia ingin sekali masuk tapi takut membuat Senja marah. Meski mencoba untuk terlihat baik-baik saja, Alaska tahu istrinya menahan diri untuk tidak meledak seperti sebelumnya.“Pak Alaska, Anda bisa pulang kalau tidak ada kepentingan di sini.” Burhan sudah ada di sana karena kebetulan ruangannya tak jauh, ia tidak tenang kalau belum mengusir Alas
“Syukurlah kalau Biru nggak apa-apa, ibu khawatir banget.”“Cuman butuh dirawat beberapa hari, habis itu bisa pulang,” ujar Burhan mencoba menutupi yang sebenarnya.Seperti apa yang diminta oleh Senja, wanita itu tidak mau ibunya tahu. Beruntung sekarang Biru sudah dioperasi, setelah menginap beberapa waktu dan dinyatakan pulih maka anak itu diperbolehkan untuk pulang.“Oh ya. Apa Aska sering kesini?”Burhan menggeleng. “Baru sekarang aku lihat dia, Bu.”Wanita paruh baya itu mengangguk, ia merasa tidak pantas kalau menanyakan tentang urusan yang menyangkut putrinya pada Burhan. Selama ini Burhan sudah berusaha mengambil hati Senja meski sampai detik ini belum berhasil, jadi Sari hanya menjaga perasaan dokter muda itu saja.Burhan mengantarkan Sari ke ruangan Biru, sebelumnya ia sudah mengirimkan pesan pada Senja. Memberitahu kalau ibunya datang.“Jam istirahatku habis, Bu. Aku permisi ya, kembali ke ruangan.”“Iya, Nak. Terima kasih ya, maaf ibu ngerepotin.”“Jangan sungkan, Bu.”Sar
Senja terpaku berdiri di depan gedung pencakar langit milik keluarga Alaska. Ia masih tidak percaya lelaki sederhana yang lima tahun lalu menikahinya ternyata bukan orang biasa.Namun tahu siapa Alaska yang sebenarnya tidak membuat Senja memanfaatkan keadaan dan kembali pada lelaki itu. Senja hanya ingin kembali ke kampungnya setelah Biru benar-benar pulih, ia akan memulai kehidupan barunya disana.Namun sayang, keinginan sesederhana itu mendapatkannya tidaklah mudah.“Permisi, saya mau antar makan buat Mas As, eh maksud saya Pak Alaska.” Senja sudah ada di tempat resepsionis.“Bu Senja?” Resepsionis itu memastikan, tadi sudah diberitahu akan ada tamu untuk Alaska.“Iya.”“Di lantai 35, di dekat lift langsung terlihat ruangannya. Untuk liftnya bisa gunakan yang umum ya, Bu.”“Iya. Terima kasih.”“Selamat siang, Pak.” Senja menyapa lembut dengan senyum manis.Ia hanya memposisikan diri seperti sedang menemani tamunya seperti biasa. Ia tak mau terlihat hancur di depan Alaska meski lelak
“Istri saya sudah lewat belum?” tanya Alaska pada resepsionis. Ia tak sabar jadi niatnya pulang bersama Senja. Perkiraannya Senja baru turun dari lift dan menuju lobby.“Is-istri Bapak?” Resepsionis itu dibuat heran karena ia tahunya Alaska belum menikah.“Iya, yang tadi bawa makanan buat saya. Sudah lewat belum?”“Belum, Pak. Mungkin masih di atas, lift tiba-tiba macet, ini sedang dicoba untuk diperiksa.”“Lift khusus juga sama?”“Tidak, Pak.”“Kamu membiarkan istri saya pakai lift karyawan?” bentak Alaska.“Ma-maaf, Pak. Saya tidak ta-.”Alaska memutus sambungan telepon itu lalu keluar dari ruangannya. Ia melihat plang bertulisan lift rusak di depan lift.“Jangan-jangan Senja lewat tangga.”Lelaki itu berputar menuju tangga darurat. Langkahnya terhenti melihat kotak bekal dan tas Senja berhamburan di bawah.Tanpa berpikir lagi lelaki itu menuruni anak tangga. Saat akan mengambil tas dan ponsel Senja, sudut matanya menangkap sosok yang tergeletak tak berdaya dengan darah menggenang d
“Sayang, jangan bercanda. Ini nggak lucu.” Cakra menggeleng, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh istrinya barusan.“Coba Mas lihat baik-baik wajahnya. Tapi jangan melotot begitu, Biru takut nanti.”Cakra memperhatikan dengan lekat cucunya itu, membuat ia ingat Al saat masih kecil. Namun ia masih merasa tidak bisa percaya.“Nanti Al yang jelasin semuanya.”“Nggak bisa, kalau kamu tahu. Kamu yang harus jelasin kenapa tiba-tiba Al punya anak? Bukan dengan Mona ‘kan? Siapa wanita itu?”Tidak mampu menutupi lagi, Kasih menceritakan semuanya. mengenai Alaska dan Senja. Cakra memegangi lehernya yang tiba-tiba menegang setelah mendengar semua penjelasan dari sang istri.“Aku ... nggak bisa percaya ini.” Cakra menggeleng.“Aku juga sama, Mas. Awalnya nggak percaya, tapi ... kehadiran Biru mempertegas semuanya.”“Kenapa takdir anak-anak kita serumit ini?” Lelaki tua itu mengusap wajahnya kasar.Sedangkan Kasih menghela napas lega, ia pikir suaminya akan murka tapi ternyata tidak. I
“Ibu ....” Biru berlari sambil menangis.Senja buru-buru bangkit dibantu oleh Alaska.“Kenapa, sayang?”“Mau jajan cilok. Tapi, tapi Opa bilang ndak boleh.” Bocah itu terisak sambil mengusap pipinya.“Tadi bukannya Biru lagi bobo ya?” Senja mengernyit heran.Biru menggeleng. “Ndak, Biru main sama Opa di taman belakang.”Senja menatap tajam suaminya yang berbohong. Sedangkan yang ditatap malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Alaska memang sengaja karena ingin menghabiskan waktu berdua dengan istrinya, mumpung Biru juga anteng bersama dengan opanya bermain.“Biru ndak mau lagi main sama Opa.” Anak itu naik ke atas ranjang dan memeluk sang ibu.“Nggak boleh begitu, Nak. Opa bukan larang Biru buat jajan.” Senja mengusap lembut kepala putranya.“Opa bilang ... cilok ndak sehat. Kalau makan cilok nanti ndak tinggi badanya.”Senja terkekeh geli mendengar celotehan Biru.“Opa memang begitu, dulu ayah juga sering dilarang. Nanti Biru jajan cilok sama ayah saja ya.”Cakra itu termasuk or
“Aku yang salah karena rebut kamu dari dia, Mas.” Senja menunduk dengan air mata menggenang.Alaska menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya yang mulai diliputi amarah. Ia meraih kedua bahu Senja, menatapnya dengan penuh kesungguhan.“Kamu nggak salah, ini memang takdir kita buat bersama. Kamu yang lebih dulu jadi istriku, kamu lebih berhak daripada Mona. Apalagi aku dan dia udah pisah.”Senja masih membisu. Alaska menarik dagu istrinya hingga mendongak dan mata mereka bertemu pandang.“Dengar aku, Sayang. Aku nggak akan biarkan Mona atau siapapun menyakiti kamu, apalagi Biru. Dia anak kita, tanggungjawab kita. Aku nggak akan kabur hanya karena ancaman seperti ini. Kalau mereka berani macam-macam, aku yang akan menghadapi mereka. Kamu percaya sama aku, kan?”Senja tidak langsung menjawab. Air matanya mengalir tanpa henti. Ketakutannya begitu besar hingga logikanya terasa kabur. Namun tatapan tegas Alaska mulai membangkitkan keyakinan yang hampir hilang. Ia mengangguk pelan.“Mas
Alaska dan Biru tidur saling berpelukan di sofa, padahal ada kamar lain di sana tapi mereka malah tidur di sofa.Senja tersenyum melihat ayah dan anak itu, kelihatan sekali Biru itu Alaska versi sachet. Semua milik Alaska turun pada Biru.“Biru pasti ngerti kalau nanti nggak tinggal sama ayahnya lagi,” gumam Senja.Ada perih di hatinya saat mengatakan itu. Keputusan yang diambil Senja berubah-ubah karena kondisi di sekelilingnya pun sekarang sudah tidak terkendali.Kembali bersama Alaska dan membangun keluarga kecil bahagia dikubur dalam-dalam oleh Senja. Ia merasa terbiasa hidup bersama Biru, maka yakin tidak akan ada masalah jika mereka kembali hidup berdua tanpa ada Alaska di tengah-tengah mereka.Sudut mata wanita itu basah, entah berapa kali ia menangis dalam satu hari itu. perasaannya sulit dijabarkan, seperti ada batu besar menghimpit dadanya saat ada di posisi ini.“Sayang, kamu kenapa?”Senja tersentak, buru-buru mengusap matanya yang basah. Ia sampai tidak menyadari kalau Al
“Kepala aku sakit,” keluh Senja, sengaja untuk tidak memperpanjang pembicaraan.“Ya sudah, kamu istirahat ya. Maaf harusnya aku nggak ajak kamu ngobrol dulu.”Senja tidak mau semuanya semakin rumit. Kehadirannya bisa membuat sebuah keluarga hancur, jadi Senja memilih untuk bungkam. Biar ia simpan sendiri kejadian yang hampir merenggut kehormatannya. Ia bersyukur Danes tidak sampai menidurinya. Kalau itu terjadi, Senja tidak akan bisa memaafkan lelaki itu.Senja bahkan tidak tahu kalau Danes seperti itu orangnya.Ibu muda itu berbaring namun matanya tidak terpejam, menatap langit-langit kamar rawatnya dengan sorot tak terbaca. Tidak berniat kembali memulai obrolan meski dengan topik yang beda.“Biru di jalan kesini,” ucap Alaska setelah melihat ponselnya.“Ya.” Senja hanya menjawab singkat, ia akan tenang kalau sudah bersama dengan anaknya.Ancaman yang dirasakan saat ini ada dari dua sisi, Danes dan Mona. Tidak masalah kalau ia yang jadi sasaran tapi kalau Biru, Senja tidak akan tingg
Lelaki itu menyambar kemeja yang tadi dilemparnya untuk menutupi bagian tubuh Senja. Tidak peduli dirinya sendiri telanjang dada.Perasaannya campur aduk, rasa bersalah menggelayut di hati. Ia merasa menyesal karena sudah dikuasai amarah sampai tidak bisa berpikir jernih.Beberapa orang yang ada di sana memandangi penuh tanya karena kondisi Senja terlihat mencurigakan. Salah satu dari mereka ada yang diam-diam merekam.“Itu kok perempuannya kayak yang mau bunuh diri ya?” celetuk wanita bertubuh gempal dengan rasa penasaran tinggi.“Iya, soalnya pergelangan tangannya berdarah.” Temannya menyahuti.“Mungkin mau dilecehkan kali.”Mereka asyik mengobrol sambil menatap mobil Danes yang kini sudah tidak terlihat.Hanya berselang beberapa menit Alaska datang, lelaki itu langsung menghampiri resepsionis dan memperlihatkan foto Senja.“Mbak, apa pernah lihat perempuan ini? Dia istri saya.”Wanita berseragam itu terbelalak. “Mbak ini yang tadi, Pak.”“Lihat dia kemana?”“Sepertinya dibawa ke ru
Alaska mengabaikan pesan itu, ia tahu Mona hanya sengaja untuk memperkeruh suasana. Alaska tidak mau sampai terpancing dan membuat segalanya semakin rumit.“Ayah.” Biru memanggil sambil berlari menghampiri sang ayah yang tampak kalut.Alaska mencoba untuk tetap tersenyum. “Halo, Jagoan.” Ia menunduk untuk mengangkat Biru.“Ayah, jadi jalan-jalan ‘kan? Ayah ndak sibuk ‘kan?” Anak itu terus saja berceloteh.“Biru mau ke mana?”“Jalan-jalan sama ayah sama ibu,” jawabnya dengan mata berbinar.Alaska tak kuasa menolak tapi ia juga harus mencari tahu keberadaan Senja, ia tidak mau sampai wanita itu terluka. Ia tidak bisa bayangkan saat Senja membongkar semuanya pada Danes dan lelaki itu tidak terima.“Kenapa juga dia tiba-tiba pulang,” gumam Alaska.Sebenarnya Alaska sudah curiga kalau semua ini ada hubungannya dengan Mona karena Danes tidak akan mungkin tiba-tiba pulang tanpa ada yang memberitahu sesuatu padanya.“Ayah.” Biru menepuk pipi ayahnya membuat lelaki itu tersadar.“Eh, iya. Kita
Tanpa aba-aba Danes membopong tubuh Senja.“Dan, turunin aku.” Senja meronta namun kekuatannya tak ada apa-apanya dibandingkan Danes.“Nggak. Kamu nggak aman meskipun di rumah orang tua aku, kamu aman kalau ada di sekitar aku.”“Aku bisa jaga diri aku sendiri, kamu nggak usah-”“Diem, Senja.” Danes melangkah meninggalkan taman tak peduli dengan protes yang dilakukan Senja. “Kamu harus jelasin semuanya, termasuk soal kondisi kamu ini.”“Iya, aku jelasin tapi turunin dulu. Kamu mau bawa aku kemana?” tanya Senja saat mereka sudah keluar dari dalam rumah.“Pokoknya kamu ikut saja, kamu aman sama aku.”Biru sudah kembali bermain, ia tidak melihat sang ibu yang dibawa paksa oleh Danes.Orang-orang disana pun tidak berani menegur apalagi yang bertingkah anak majikan mereka. Mereka tahu betul seperti apa watak Danes.“Kita bisa bicara di sini ‘kan? Nggak usah di tempat lain.”“Nggak.”Danes menutup pintu mobil dengan kencang.Senja yang merasa harus bicara dengan Danes pun akhirnya pasrah, ia
Kondisi kaki Senja masih belum sembuh benar tidak bisa banyak bergerak bahkan untuk memiringkan badannya pun ia tidak bisa. Wanita itu hanya tidur terlentang sambil memeluk Biru.Sedangkan Alaska di sampingnya tidur miring menghadap Senja. Ia bahkan tak rela memejamkan mata karena pemandangan di depannya sayang untuk dilewatkan.Senja tak bisa menolak kalau itu permintaan Biru. Namun seranjang lagi dengan lelaki yang sudah lima tahun meninggalkannya itu membuat perasaan Senja tak karuan. Tak bisa dipungkiri kalau cinta pada Alaska masih melekat di hatinya.“Maaf. Selama ini kamu sangat menderita karena aku. Aku mohon biarkan aku menebus semuanya, jangan pergi. Kalian bagian dari hidupku,” batin Alaska menatap lekat wajah Senja dan Biru bergantian.Keduanya sudah sama-sama terlelap. Senja yang niatnya tidak akan tidur sekarang malah terlihat nyenyak karena efek obat yang diminumnya.Dibelainya lembut pipi Senja.“Aku mencintaimu,” bisik Alaska tepat di telinga Senja.Bibirnya mengecup
“Ibu ....” Biru berlari sambil menangis.Senja buru-buru bangkit dibantu oleh Alaska.“Kenapa, sayang?”“Mau jajan cilok. Tapi, tapi Opa bilang ndak boleh.” Bocah itu terisak sambil mengusap pipinya.“Tadi bukannya Biru lagi bobo ya?” Senja mengernyit heran.Biru menggeleng. “Ndak, Biru main sama Opa di taman belakang.”Senja menatap tajam suaminya yang berbohong. Sedangkan yang ditatap malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Alaska memang sengaja karena ingin menghabiskan waktu berdua dengan istrinya, mumpung Biru juga anteng bersama dengan opanya bermain.“Biru ndak mau lagi main sama Opa.” Anak itu naik ke atas ranjang dan memeluk sang ibu.“Nggak boleh begitu, Nak. Opa bukan larang Biru buat jajan.” Senja mengusap lembut kepala putranya.“Opa bilang ... cilok ndak sehat. Kalau makan cilok nanti ndak tinggi badanya.”Senja terkekeh geli mendengar celotehan Biru.“Opa memang begitu, dulu ayah juga sering dilarang. Nanti Biru jajan cilok sama ayah saja ya.”Cakra itu termasuk or
“Sayang, jangan bercanda. Ini nggak lucu.” Cakra menggeleng, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh istrinya barusan.“Coba Mas lihat baik-baik wajahnya. Tapi jangan melotot begitu, Biru takut nanti.”Cakra memperhatikan dengan lekat cucunya itu, membuat ia ingat Al saat masih kecil. Namun ia masih merasa tidak bisa percaya.“Nanti Al yang jelasin semuanya.”“Nggak bisa, kalau kamu tahu. Kamu yang harus jelasin kenapa tiba-tiba Al punya anak? Bukan dengan Mona ‘kan? Siapa wanita itu?”Tidak mampu menutupi lagi, Kasih menceritakan semuanya. mengenai Alaska dan Senja. Cakra memegangi lehernya yang tiba-tiba menegang setelah mendengar semua penjelasan dari sang istri.“Aku ... nggak bisa percaya ini.” Cakra menggeleng.“Aku juga sama, Mas. Awalnya nggak percaya, tapi ... kehadiran Biru mempertegas semuanya.”“Kenapa takdir anak-anak kita serumit ini?” Lelaki tua itu mengusap wajahnya kasar.Sedangkan Kasih menghela napas lega, ia pikir suaminya akan murka tapi ternyata tidak. I