Beranda / Semua / LEAK / MANGSA BARU

Share

MANGSA BARU

last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-29 13:37:53

Keesokan harinya, Sarti sudah siap ditemani Jamal pergi ke Puskesmas.

Pak Wayan Lana, tetangga depan sekaligus pemilik kompleks kos sudah berjanji mau mengantar mereka. Jamal dan Sarti sedang menunggu kedatangan Pak Wayan Lana.

"Selamat Pagi." Dadong Canangsari datang menghampiri mereka.

"Selamat Pagi, Dong," sahut Sarti.

"Mau kemana, Gek? *nu semengan sube jegeg sajan," ucap Dadong sambil melirik perut Sarti yang sudah kempis.

"Kami mau ke Puskesmas, periksa, Dong," jawab Jamal lalu Sarti mengangguk.

"Siapa yang sakit?" Dadong pura-pura tak tahu soal tragedi semalam.

"Saya, Dong. Bayi saya hilang semalam." Sarti menjelaskan sambil menunduk, tak terasa buliran-buliran bening menetes di kedua pipinya. Rasa kehilangan itu kembali muncul, menekan batinnya. Jamal meraih bahu Sarti lalu merengkuhnya dalam dekapan. Sesekali tangan Jamal mengelus lembut kepala sang istri.

"Ampura, tyang sing tawang. Sabar, Gek! Mohon sama Sang Hyang Widhi, agar diberi titipan lagi," ucap Dadong pura-pura ikut sedih.

Dadong mendekati Sarti lalu mengusap lembut punggung wanita muda yang sedang terisak-isak dalam dekapan Jamal.

Sebuah kresek hitam besar, ditaruh Dadong di atas meja teras.

"Ini, Dadong tadi habis panen dari kebun. Ada pisang dan sedikit sayur bisa dipakai masak."

"Terima kasih, Dong," ucap Sarti sudah mulai reda tangisnya. Wanita muda ini menyalami tangan keriput Dadong. Ia berpikir nenek yang biasa jualan canangsari ini sangat perhatian pada keluarganya. Padahal tempat tinggal Dadong ini agak jauh dari kompleks indekos. Sarti menghitung telah tiga kali ini Dadong memberi hasil kebun padanya. Setiap pemberiaannya selalu ada buah pisang.

"Sabar, Gek! Dadong berdoa, mudah-mudahan segera dikasih titipan sama Sang Hyang Widhi lagi," ucapan Dadong terdengar bijaksana di telinga pasutri ini.

"Terima kasih doanya, Dong," jawab Jamal sembari membimbing Sarti ke tempat duduk.

"Dadong pamit ya. Semoga cepat sehat lagi, Gek." Dadong Canangsari kemudian pamit dengan jalan lebih tegak dari biasanya melangkah keluar halaman kompleks indekos.

Pasutri ini tidak menyadari bahwa makhluk satu ini yang telah begitu tega mengambil paksa janin dari rahim Sarti semalam. Demi sebuah ritual pemujaan ilmu sesat sosok janin yang belum sempat terlahir harus jadi korban.

Tak seberapa lama, mobil Pak Wayan Lana terlihat memasuki kompleks indekos. Mobil warna putih tersebut sempat terhenti saat berpapasan dengan Dadong. Dari kejauhan Jamal dan Sarti sempat melihat jendela mobil terbuka separuh, terdengar agak samar-samar pengemudi dengan Dadong berbicara. Terlihat wanita tua itu menggeleng lalu pergi menjauh. Tak lama kemudian mobil mendekat ke arah pasutri yang sedang berdiri menunggu lalu berhenti tepat di depan mereka.

"Selamat Pagi, Jamal, Sarti, sudah siap berangkat?" sapa Pak Wayan Lana ramah sambil turun dari mobil.

"Selamat Pagi, Pak. Kami sudah siap," balas Jamal sambil tersenyum.

Jamal memapah Sarti menuju mobil. Pak Lana segera membuka pintu mobil untuk Sarti dan Jamal.

“Dadong tadi ngapain ke sini?” tanya Pak Lana penasaran. Dadong ini tak biasanya mau mendatangi kompleks indekos miliknya.

Pak Lana sampai hampir bersamaan dengan kedatangan Lek Dirman berboncengan dengan Mak Nah pulang dari pasar.

"Udah siap pergi, Le, Nduk?" sapa Lek Dirman.

"Udah siap, Lek. Sengaja lebih pagi, biar nggak ngantri lama," sahut Jamal.

"Mak perlu ikut juga?" tanya Mak Nah menatap Jamal dan Sarti penuh kecemasan.

"Gak usah, Mak di rumah saja, kan udah ditemani Pak Wayan juga," jawab Jamal.

"Oh ya, Mak, tadi Dadong Canangsari ke sini memberi sayuran, ada di teras, tolong dimasukkan, ya!" timpal Sarti.

"Sudah, sudah, Pak Dirman dan Bu Nah nggak perlu khawatir. Saya akan jaga mereka sepenuh hati," ucap Pak Wayan Lana.

Akhirnya mobil melaju keluar dari kompleks indekos. Lek Dirman dan Mak Nah berdiri menunggu sampai mobil hilang dari pandangan.

Mobil menuruni jalan arah ke Jimbaran, terlihat pantai Tanjung Benoa di arah depan. Jalan diapit tebing batu di sebelah kanan, jurang di sebelah kiri. Sesekali satu dua ekor monyet melintas di aspal, suara anjing liar menggonggong di semak-semak hutan.

Pak Wayan Lana sengaja melintas di jalan sini karena jalan ke arah Pantai Pandawa ditutup, kebetulan ada upacara adat desa Kutuh.

Mobil berbelok masuk Jalan. Uluwatu II lurus menuju Jalan. By Pass Nusa Dua.

Setelah hampir tiga puluh menit di jalan, akhirnya sampai tujuan. Mobil berhenti tepat di depan pintu gerbang Puskesmas Kuta Selatan.

"Dik Jamal, Dik Sarti, maaf ... saya nggak bisa ikut antar ke dalam. Saya mau service mobil ke bengkel. Kalau sudah selesai periksa, tolong tunggu saya. Nanti saya jemput," pesan Pak Wayan Lana pada Jamal dan Sarti.

Mata Pak Wayan Lana menatap ke tubuh Sarti, penuh makna.

Sarti merasakan keanehan itu tanpa disadari oleh Jamal.

Ada maksud tersirat di balik kebaikan Pak Wayan Lana ini, yang akan saya ungkap selanjutnya.

"Terima kasih banyak, Pak. Sudah diantar sampai sini. Biarlah, kami nanti naik taksi online saja," jawab Jamal merasa canggung dengan kebaikan Pak Wayan Lana.

"Gak pa pa, Dik Jamal, udah kewajiban saya. Sebagai sesama manusia harus saling bantu. Kebetulan hari ini saya libur."

"Terima kasih sebelumnya, Pak," ucap Jamal.

Mobil Pak Wayan Lana memutar balik arah ke Jalan. By Pass arah ke Jalan. Pratama.

Jamal membimbing Sarti untuk duduk di ruang tunggu. Sejurus kemudian, Jamal menuju loket pendaftaran. Keadaan masih lengang, hanya butuh beberapa menit proses pendaftaran selesai. Jamal segera menghampiri sang istri lalu duduk tepat di sebelah kanan Sarti.

Beberapa meter dari mereka, seorang nenek renta berkamben lusuh, duduk menunggu di pintu keluar Puskesmas.

*"Bli, demen hati tyang, jani," ucap Ni Luh Dewi manja pada Komang Wiratama, sang suami.

"Nah ... nah, patuh gen ajak hati Beline," sahut sang suami, "ulian jani lebih waspada, jaga kondisi kandungan, sing liu ngelah gaya, sing misi nge"dance" overacting."

Komang Wiratama melingkarkan tangan ke perut sang istri. Ia menatap mesra pada sang istri. Ni Luh Dewi masih sibuk mengamati hasil laboratorium.

Sang Nenek yang duduk tak jauh dari mereka, menyeringai disertai desisan lirih dari bibir keriput.

"Dadong, akan segera menjemput janinmu, *Gek.”

***

Ikuti kelanjutan ceritanya ya! Dijamin makin seru.

Catatan kaki:

(* Wayan/Gede/Putu = anak pertama

(*nu semengan sube jegeg sajan = masih pagi sudah cantik saja)

(*Ampura, tyang sing tawang = Maaf, saya tidak tahu)

(*”Bli, demen hati tyang, jani.”=

Bang, senang hati saya, sekarang.

("Nah ... nah, patuh gen ajak hati Beline," sahut sang suami, (“ulian jani lebih waspada, jaga kondisi kandungan, sing liu ngelah gaya, sing misi nge"dance" overacting."=

(*Ya ... ya, sama juga dengan hati Abang,

(*mulai sekarang lebih waspada, jaga kondisi kandungan, tidak banyak gaya, tidak isi nge"dance" berlebihan).

(*Komang/Nyoman = anak ketiga).

(*Gek = panggilan untuk anak perempuan).

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Makhluk Gaib
Klu pake bahasa daerah lgsg aja dibuat aetinya di dalam kurung. Jgn di buat artinya di akhir bab, gak seru bacanya.
goodnovel comment avatar
Nurul Aini
kenapa gak pakai bahasa indonesia aja kak, kalo bahasa daerah banyak yang gak tau artinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • LEAK   DADONG DATANG MENUNTUT BALAS

    “Jangan pura-pura! Sengaja betulin rumah Dadong untuk ambil alih, kan. Kami tau tipu muslihatmu, Nak Jawa!” Pria berkulit gelap ini berteriak berapi-api.“Kami? Dugaan kalian sekeluarga salah! Tanah itu milik Dadong dari gadis. Sebelum menikah dengan dengan suaminya,” ucap Ni Kesumasari dengan hati-hati lalu melanjutkan, “itu memang hak anak-anak kandungnya, meski wanita. Putu Adi telah dapat bagian setelah bapak angkatnya meninggal. Kemana itu? Kalian jual!”Ni Kesumasari kini tak dapat menahan emosi juga. Ia marah dengan keserakahan keluarga yang didatanginya. Putu Adi yang diangkat jadi anak sentana begitu mendapat harta warisan kembali ke keluarga asal.Ia dibujuk keluarganya untuk menjual harta tersebut tanpa menghiraukan upacara keluarga dan kehidupan Dadong Canangsari. Kini, bapaknya masih ingin menguasai tanah milik Dadong pula.Pria tukang judi ini telah menghabiskan harta peninggalan suami Dadong untuk b

  • LEAK   MAK NAH PEMBAWA WASIAT

    “Astaghfirullah! Dari darah?”Semua yang ada di situ terkejut mendengar penjelasan dari Ni Kesumasari. Mereka terkesima sekaligus ngeri saat melihat warna merah pada tenun tersebut. Seketika bayangan mereka melayang sibuk mereka-reka cara mendapatkan darah untuk proses membatik.“Apa pun itu, yang penting dengan kamen ini Mak Nah telah dipercaya Bik Tut untuk menyelesaikan masalah kita sekarang,” kata Ni Kesumasari menatap ke arah Mak Nah.“Insyaallah Mak Nah bantu sebisanya. Tapi, gimana caranya, Mbok Yan?” tanya Mak Nah.Semua saling pandang, termasuk Mak Nah dan Lek Dirman yang diberi barang wasiat oleh Dadong Canangsari.“Setau tyang, tinggal pake aja, Mak. Oh, ya. Bungan sandat selipkan di atas telinga kiri dan sunggar di bagian rambut depan. Sayang, gak ada kebaya Meme,” ucap Wayan Suri dengan nada menyesal.“Mbok Yan ada warisan kebaya dari Bik Tut.”“Wah bisa ke

  • LEAK   KEJADIAN ANEH TERSIRAT PESAN

    Hingga mobil sampai rumah pun, belum ada sepatah kata dari mereka. Bang Deni memarkirkan mobil di luar gerbang karena ia harus segera berangkat kerja.Pria ini berniat ke kebun belakang ingin memastikan penglihatan sebelum berangkat ke rumah Bik Mang tadi. Rasa penasaran yang memenuhi otaknya sepanjang perjalanan barusan.Tiga wanita bersaudara telah melangkah meninggalkan mobil lalu menuju dapur. Mereka kehausan, lebih tepatnya efek dari rasa kecewa telah mengeringkan tenggorokan dan dada. Mak Nah melihat mereka dengan rasa penasaran.“Gak ketemu lagi?”“Bukan gak ketemu. Ia sengaja sembunyi, Mak,” kata Ni Kesumasari bisa dibilang sebuah keluhan lalu mengambil botol mineral dari dalam kulkas.“Maaf, kalo boleh Mak Nah tau. Ada masalah apa?”“Oh, iya. Mak Nah belum tau ini. Bik Mang mencuri sunggar emas Bik Tut dan juga sebagian kulitnya diiris,” jawab Ni Kesumasari sambil menahan rasa sesak.

  • LEAK   SOSOK MISTERIUS DI KEBUN BELAKANG

    “Bang, aku harus segera ke Bik Mang, “ucap Ni Kesumasari sambil meminum teh hangatnya. “Yang penting harus segar dulu. Entar Abang yang antar,”sahut Bang Deni sambil berdiri. “Mau ke mana, Bang?” tanya sang calon istri. “Mau minum kopi. Tadi Abang taruh di meja depan sambil nunggu kalian siuman,” jawab pria berambut lebat ini sambil berlalu. “Mak Nah permisi ke dapur dulu. Tadi bawa pisang, mau bikin pisang goreng.” “Enak itu, Mak. Perlu bantuan?” “Gak usah, matur nuwun. Mbak Ning, rehat dulu. Barusan siuman juga,” ucap Mak Nah menepuk bahu Ningsih lalu balik badan lalu keluar kamar. Kini tinggal tiga bersaudara saling menatap dan segera tersenyum begitu menyadari bahwa mereka saling menunggu untuk berbicara duluan. “Okey, Mbok Yan yang ngomong dulu. Bisa jadi Bik Mang telah dapat darah kita buat ritual.” “Adi, Mbok Yan ngomong keto?” “Kamu gak diberitahu Bik Tut?” “Gak tuh, Mbok,” jawab Wa

  • LEAK   LEBIH SEKADAR PENCURIAN ILMU

    Polisi segera membuat garis kapur di TKP. Para petugas mengambil beberapa foto di tempat tersebut. Pak Lana, Lek Dirman, Bang Deni, dan kedua tukang ikut ke kantor polisi untuk diminta keterangan.Setelah kepergian para aparat dan kelima pria ke kantor polisi, ketiga wanita berembuk secara serius.“Suri, kira-kira siapa?”“Kok aku yang ditanya Mbok Yan?”“Lah iyalah. Secara, kamu yang lebih peka dibanding kami,” sahut Ningsih sambil senyum meledek ke arah sang adik.“Sejak awal aku menduga, Bik Mang.”“Mbok Yan juga,” timpal Ni Kesumasari lalu berpaling ke arah Ningsih.“Aku belum pernah ketemu Bik Mang. Kemarin diajak Suri ke sana juga gak ketemu.”“Mbok Ning udah liat orangnya. Di Labfor Polri kemarin itu,” ucap Wayan Suri mengingatkan kakaknya.“Oh ya. Mbok baru ingat sekarang. Bik Mang sempat bantuin masak di sini dan juga semba

  • LEAK   MISTERI JASAD JANIN DI BEKAS SANGGAH

    Ada apa dengan keluarga Bik Mang?Semoga Bik Mang belum sempat mempraktekkan ilmu itu.Sejak kapan mereka tahu cara curi ilmu?Ni Kesumasari semakin pusing dengan berbagai pertanyaan yang menumpuk satu persatu dalam benak. Ia belum bisa menemukan jawaban hingga mobil yang mereka tumpangi meninggalkan tempat tersebut. Sementara itu, Wayan Suri belum beranjak meski Bang Deni telah memberi kode klakson.Mobil semakin menjauh, justru motor Wayan Suri semakin mendekat ke arah hutan. Ia melihat bayangan seseorang melangkah di antara pohon-pohon jati.Bayangan itu pasti salah satu dari anggota keluarga Bik Mang, batin wanita berpinggang ramping ini.Wayan Suri ingin masuk ke hutan, tapi hati nurani melarang. Akhirnya, terpaksa balik arah untuk mengejar mobil Bang Deni. Ia berpikir akan menceritakan hal ini kepada ketiga kerabatnya dan bisa jadi pendukung anggapan mereka belakangan ini.Mereka hanya ingin membantu Bik Mang agar tak terjebak r

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status