Share

LEAK
LEAK
Author: Citra Rahayu Bening

JANINKU RAIB

Malam ini lebih dingin dari kemarin. Aroma dupa semerbak tajam menyelimuti kompleks indekos. Embusan angin mendesir mengiringi penampakan bayangan hitam yang bertengger di atas genting, tepat di atas kamar pasangan pengantin baru. Malam Kajeng Kliwon ini bertepatan dengan munculnya bulan purnama.

Suara mendesis keluar lirih dari gigi-gigi runcing Si Bayangan Hitam, menembus genting, menyusup ke perut pemilik janin.

Seringai kepuasan mengiringi kepergian bayangan hitam.

"Mas, bayiku mana? Bayiku hilang. Perutku kempis, Mas." Tangisan histeris Sarti memecah kesunyian malam.

Jam menunjukkan pukul dua belas malam lebih. Segenap penghuni kompleks indekos berduyun-duyun mendatangi kamar kos Sarti dan suaminya.

"Ya Tuhan, kok, bisa hilang, Dek?" Jamal dengan ekspresi tak percaya, sembari mengelus perut sang istri.

"Jamal ... Sarti, ada apa?" teriak Lek Dirman sambil mengetuk pintu kamar pasutri tersebut.

"Buka pintunya, Jamal!" pinta Mak Nah dari balik pintu. Mak Nah adalah bibi dari Jamal, sekaligus istri dari Lek Dirman. Beberapa tetangga yang lain berdiri menunggu di depan kamar kos Jamal.

Jamal mendekat ke arah pintu lalu membuka gerendelnya. Lek Dirman, Mak Nah, beserta tetangga yang lain ikut menyeruak masuk kamar. 

Kamar kos cukup menampung beberapa orang dari mereka. Yang lain hanya mampu menunggu di teras kamar dengan penasaran. 

"Nduk, ada apa dengan perutmu? Sakit?" tanya Mak Nah penuh kecemasan.

Sarti masih menangis terisak-isak, memegang perutnya yang hari ini menginjak bulan keenam. 

Sebulan lagi ia akan pulang kampung untuk mengadakan tingkepan. Rencananya, Sarti akan melahirkan di kampung halaman. Namun, rencana tinggal rencana, janinnya hilang musnah dalam hitungan menit.

"Mak, anakku, Mak, "rintih Sarti pilu. Beberapa detik kemudian badannya luruh di atas kasur tak sadarkan diri.

Mak Nah mengambil minyak angin di atas nakas, lalu mengoleskan sedikit di hidung Sarti.

"Pak, tolong jemput Bu Ratna. Ajak ke sini!" pinta Mak Nah pada Lek Dirman.

Bu Ratna adalah bidan puskesmas yang tinggal tak jauh dari kompleks indekos. Cukup jalan kaki ke sana.

"Segera Bapak ke sana, Buk. Jamal, jaga istrimu agar tetap tenang," ucap Lek Dirman. 

Sejurus kemudian Lek Dirman sudah melangkah pergi.

Jamal memegang jemari Sarti, seakan-akan memberi kekuatan batin terhadap istrinya.

"Dik, sabar Dik, Mas selalu ada di sampingmu," ucap Jamal lirih. 

Tidak terasa buliran bening membendung di sudut kedua matanya. Hati Jamal terasa perih, dada semakin sesak.

Lek Dirman datang dengan seorang bidan, menyibak kerumunan orang yang ramai di depan kamar Jamal.

"Permisi, Pak ... permisi, Bu," ucap Lek Dirman diikuti Bu Bidan.

"Bu Bidan, silakan masuk, maaf merepotkan." Mak Nah berdiri memberi ruang pada Bu Bidan. Lek Dirman berdiri menunggu di depan pintu.

"Maaf, Ibu-Ibu yang lain silakan keluar, biar saya periksa Dik Sarti. Mak Nah, Dik Jamal, bisa tunggu di dalam," pinta Bu Ratna.

Jamal segera menutup pintu.

Di luar kamar, para tetangga sibuk kasak-kusuk soal musnahnya janin Sarti.

"Kasihan Sarti, ya."

"Iya, udah mau tingkepan, bayinya hilang."

Beberapa meter dari komplek indekos.

"Maafin, Dadong, Gek! Dadong butuh kekuatan dari janin kamu," ucap Dadong Canangsari sambil mengusap tetesan darah dari sudut bibirnya.

Dadong Canangsari adalah wanita tua yang setiap hari hidup dengan berjualan canang sari (alat pelengkap untuk persembahyangan umat Hindu).

Dadong Canangsari adalah penerus ilmu Leak, merupakan sebuah ilmu yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ilmu tersebut adalah ilmu warisan dari keturunan garis ibu (wanita).

***

Dadong Canangsari duduk bersimpuh, mengantupkan dua tangan di depan dahi. Terselip sekuntum bunga di sela-sela jari jemari. Mata terpejam sembari merapalkan kidung mantra pemujaan pada Sang Ratu Kegelapan.

Hening ... sunyi, daun-daun enggan berbisik, sinar purnama redup tertimpa awan hitam. Lolongan anjing mengiringi irama malam penuh mistis. 

Dadong Canangsari menggeliat merasakan kekuatan mistis merasuki setiap inci kulit, mengalir ke setiap inci pembuluh nadi. Helai demi helai bulu-bulu hitam mulai menghilang. Dari ujung kaki beranjak naik sampai ujung kepala. Gigi runcing mulai lenyap, mata belog merah berganti mata keriput.

Selesai sudah ritual pemujaan malam ini.

Dadong Canangsari merapikan kamben, kebaya, gelungan rambut yang acak-acakan karena pergulatan yang barusan terjadi.

Segera dia membersihkan kesan jejak ritual semalam, sebelum pagi menjelang.

Sementara itu, keadaan di indekos masih mencekam.

"Mak, Mas ...," rintih Sarti lirih.

"Dek, kamu sudah siuman, syukurlah," ucap Jamal sambil mengecup lembut kening sang istri.

"Dek Sarti, saya periksa dulu tekanan darahnya, ya?" ucap Bu Bidan mendekati lengan Sarti.

"Iya, Bu," jawab Sarti sambil tetap memegang erat jemari Jamal, ada geteran ketakutan di hatinya.

"Sarti, tenang, Nduk! Mak sama Masmu tetap di sini nungguin kamu. Lepasin bentar tangannya agar Bu Bidan bisa memeriksa kamu," ucap Mak Nah pelan-pelan, berusaha menenangkan hati Sarti.

"iya, Dek, lepas bentar ya. Mas temanin, kok," timpal Jamal.

Perlahan genggaman tangan Sarti mulai melonggar. Jamal menggeser letak duduknya, agar Bu Bidan leluasa memeriksa Sarti. Tekanan darah sudah diperiksa. Saat hendak memeriksa bagian perut Sarti.

"Jangan ... jangan ambil anakku, pergi ... pergi!" hardik Sarti sembari menepis kasar tangan Bu Bidan.

"Mas ... Mas, tolong aku!" jerit histeris Sarti, menarik tangan Jamal kuat. Terlihat jelas di wajah Sarti, raut ketakutan amat dalam.

Bu Bidan seketika beringsut ke belakang, memberi kesempatan Jamal agar bisa lebih mendekatkan diri ke Sarti.

Bu Bidan berbisik lirih ke Mak Nah, mengajak pergi ke arah dapur.

"Mak, ini saya kasih obat, diminum tiga kali sehari. Besok pagi, segera ajak Dek Sarti ke Puskesmas, agar dapat tindakan lanjut," ucap Bu Bidan lirih, agar suaranya tak terdengar telinga Sarti.

"Maksudnya ... tindakan lanjut apa, ya, Bu?" tanya Mak Nah cemas.

"Dek Sarti harus dibersihkan sisa-sisa darahnya dari rahim." Penjelasan Bu Bidan membuat Mak Nah merasa khawatir juga.

“Memang bahaya, ya, Bu, kalo gak dibersihkan? Misal ini, ya, Bu. Diminumin jamu pembersih darah kayak orang melahirkan di dukun bayi gitu,” ucap Mak Nah lirih khawatir didengar oleh Sarti.

“Gak bisa, Mak. Rahim yang nggak bersih dari darah nifas bisa berakibat penyakit. “

“Wah, bisa jadi tumor, ya, Bu?”

“Bisa dong! Setelah ini, Dik Sarti diminta minum obat ini 1 kapsul, ya, Mak.”

“Baik, Bu Bidan. Terima kasih banyak.”

Kemudian Bu Bidan pamit pada Jamal dan Sarti lalu pulang diantar Lek Dirman.

***

Jejak Kaki :

*Kajeng Kliwon adalah upacara memberikan korban suci sebagai persembahan kepada Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) beserta seluruh manifestasinya. Persembahan itu dilakukan dengan kepercayaan bahwa Sang Dewa akan melindungi segenap manusia dan memberi kesejahteraan bagi yang mengikuti upacara. Upacara Kajeng Kliwon dilaksanakan setiap lima belas hari kalender.

*Tingkepan= acara syukuran bagi masyarakat Jawa, untuk memperingati usia tujuh bulan kandungan.

*Gek = Jegeg (Gek), artinya cantik, merupakan sebutan untuk wanita muda (gadis).

*Dadong = Nenek.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nim
pilu janinnya hilang.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status