Share

Bibit Dendam

Ki Manggala tak langsung menjawab pertanyaan Arum Sari. Bola matanya justru nanar menatap pepohonan besar yang mengelilingi pondok mereka. Pohon itu dikenal sebagai pohon yang angker. Orang-orang tak akan berani melintas di bawahnya. Sebab itulah pondok mereka menjadi tempat persembunyian yang sempurna.

“Siapa dia, Kek? Katakan padaku. Aku pasti akan memburunya!” Arum Sari berucap sembari mengepalkan tangannya. Matanya menyorotkan kebencian. Bibit dendam tertanam di hatinya.

“Ceritanya rumit, Arum. Nama orang itu Jayantaka. Dia justru sahabat ayahmu sendiri. Mereka sama-sama rekan satu perguruan. Tapi entah sejak kapan, Jayantaka menyimpan iri hati pada Patih Girisha, ayahmu.” Ki Manggala mulai menjelaskan secara runut. Arum Sari mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Patih Girisha? Ayahku seorang Patih, Kek?” tanya Arum Sari nyaris tak percaya. Ia menutup mulutnya yang ternganga dengan kedua tangannya.

Ki Manggala mengangguk. “Benar, Arum. Kamu anak seorang patih. Anak perempuan satu-satunya. Kamu mempunyai dua orang kakak lelaki, tapi aku rasa semuanya tewas dalam tragedi itu. Kami tak menemukan keberadaan mereka.”

Kapala Arum seperti dihantam palu berulangkali menemukan kenyataan menyakitkan dari keluarga kandungnya. “Lalu … lalu, bagaimana dengan ibuku?” tanya Arum dengan bibir bergetar.

Ki Manggala mengelus lembut kepala Arum Sari. Lelaki tua berusia sekitar 70 tahun itu berusaha menyelami terlebih dahulu perasaan murid sekaligus cucu angkatnya itu.

Dilihatnya wajah Arum Sari yang sudah bersimbah air mata. Meskipun di luar orang mengenalinya sebagai Pendekar Bunga yang kuat tanpa tanding, tapi di hadapannya, sosok itu sama saja dengan gadis remaja seusianya yang masih cengeng dan mudah menangis.

“Ibumu bernama Ratna Sari. Maka aku memberimu nama Arum Sari. Nama aslimu sendiri yang diberikan oleh orang tuamu adalah Galuh Suri.” Ki Manggala mengelap air mata yang makin deras mengucur di pipi gadis itu.

“Menangislah, jika itu membuatmu lega. Kamu selama ini selalu berpura-pura kuat, bahkan ingin menjadi lelaki. Bersamaku, kamu boleh menjadi cucuku yang manja,” ucap Ki Manggala dengan bijak.

Arum Sari buru-buru mengelap sendiri air matanya dengan kedua tangannya. “Aku tidak lemah, Kek. Akan aku buktikan kalau aku kuat,” ujarnya berusaha tegar.

Ki Manggala tersenyum. Didikannya menjadikan Galuh Suri orang yang kuat fisik dan mentalnya tampaknya jelas berhasil.

“Kek, kenapa namaku diganti?” tanya Arum Sari penasaran. Ia sendiri merasa kedua namanya sangat bagus. Dia tak keberatan dengan kedua nama itu.

“Aku terpaksa mengganti namamu untuk menyembunyikan identitasku. Kami takut Jayantaka dan anak buahnya masih berambisi untuk menumpas seluruh keluarga kalian.” Ki Manggala menjelaskan seraya jemarinya mengetuk-ngetuk tongkat kayunya.

Arum Sari masih tak mengerti, kenapa ada orang yang setega itu di dunia ini. “Bahkan saat aku masih bayi pun, mereka ingin menghabisiku? Dendam macam apa yang dia miliki pada keluargaku hingga sekejam itu?” tanya gadis itu gemetar.

“Arum. Ceritanya sangat panjang. Satu demi satu nanti kamu akan paham, tak usah buru-buru menanyakan semuanya,” ujar Ki Manggala lagi. Ia sendiri masih memiliki banyak teka teki yang harus dipecahkan. Patih Girisha adalah anak dari Gasendra teman seperguruannya. Tak banyak yang ia tahu tentang mereka.

Ki Manggala menarik nafas berat. “Sejujurnya aku pun tak tahu banyak, Arum. Kakekmu tiba-tiba datang padaku dan minta bantuanku untuk menyelamatkan kalian di malam yang naas itu.”

“Ceritakan padaku, apa yang terjadi di malam itu, Kek,” pinta Arum. Meski hatinya terasa sakit, seperti ada pusaran angin puting beliung di perutnya, gadis itu terus menanyakan asal usul keluarganya.

“Sekelompok prajurit kerajaan mengepung rumah kalian. Terjadilah perkelahian hebat. Ayahmu terluka. Keluargamu dikumpulkan dan dibantai bersama. Lalu api membakar rumah kalian. Hanya kamu yang selamat karena masih tidur di buaian,” terang Ki Manggala. Lelaki tua itu sendiri menahan sesak saat menceritakan kisah pilu Arum Sari alias Galuh Suri.

Tangan tua Ki Manggala kembali mengelus lembut kepala Arum Sari. “Maafkan kami yang datang terlambat. Aku sendiri tak mengira kejadiannya akan seperti itu. Kakekmu jauh-jauh menyusulku ke hutan ini tapi saat kami datang, semua sudah terlambat. Hanya kamu yang bisa kami selamatkan. Suara tangisanmu di tengah kobaran api … Aku masih mengingatnya dengan baik. Kejadian itu seperti baru terjadi kemarin malam.”

Hati Arum Sari sepertitertusuk sembilu mendengar cerita Ki Manggala. Teramat sakit. Alam bawah sadarnya kini seolah mengirimkan sinyal pembenaran atas semua kejadian itu. Arum Sari menutup wajahnya dan terisak tanpa suara.

Ki Manggala lalu beranjak dan mengambil kotak kayu di bawah dipan yang biasa dipergunakannya untuk tidur. Ia memberikan kotak itu pada Arum Sari. “Ambillah. Ini adalah kotak perhiasan peninggalan ibumu.”

Tangan Arum Sari gemetar menerima kotak itu. Ia tak tahu kalau Ki Manggala menyimpan kotak seperti itu di dalam pondok mereka. Sejak kecil ia mengatakan ada jimat di kolong dipan, jadi Arum Sari dilarang bermain-main di sana. Tak tahunya itu harta warisan ibunya.

Gadis itu lalu membuka kotak kayu perlahan. Bola matanya terkesiap saat melihat bermacam perhiasan wanita terbuat dari emas dan batu permata. Ia mengambil kalung Mutiara dan mengamatinya. Arum Sari tak pernah melihat wanita dusun memakai perhiasan semewah itu.

“Ini kalung apa, Kek? Cantik sekali warna dan bentuknya,” ujar Arum Sari sambil meraba permukaan untaian Mutiara.

“Itu namanya Mutiara, Arum. Hanya wanita bangsawan yang bisa memiliki dan memakai benda itu.” Ki Manggala menjelaskan.

Selain kalung Mutiara, terdapat gelang, giwang dan juga cincin emas di dalam kotak kayu itu. Arum Sari hanya memegangnya tanpa berminat untuk memakainya.

“Aku rasa, aku tak pantas memakai semua ini, Kek. Aku lebih suka menjadi pendekar bunga.” Arum Sari berkata sembari menutup lagi kotak kayu.

“Simpanlah, Arum. Itu adalah barang peninggalan dari ibumu yang berharga. Suatu saat kamu akan membutuhkannya,” ucap Ki Manggala dengan bijaksana.

“Terima kasih, Kek. Aku akan menyimpannya baik-baik. Aku tak akan menjualnya meskipun aku kelaparan,” ujar Arum Sari setengah bercanda.

Ki Manggala terkekeh mendengar ocehan Arum. “Jika kamu menjualnya, kamu bisa mendapatkan rumah dan sawah yang luas di manapun di Kadipaten ini, Arum.”

Arum Sari tertawa kecil mendengar perkataan Ki Manggala. “Nanti mungkin aku akan memiliki rumah yang besar dan harta yang banyak jika aku menginginkannya. Bolehkah itu, Kek?”

“Tentu saja boleh, Arum. Nikmatilah hidupmu di mana saja kamu berada.”

Arum Sari membaringkan tubuhnya di lantai. Ia masih merasa letih dan ingin tidur lagi. “Kek, bangunkan aku malam nanti. Aku ingin berpatroli lagi di desa yang kemarin.”

“Arum, kamu masih mengejar gerombolan perampok itu?” tanya Ki Manggala heran. “Tak usahlah banyak ikut campur, wahai Pendekar Bunga.”

Arum Sari mengangkat tangannya. “Sebelum aku pergi mencari Jayantaka, aku ingin memastikan gerombolan perampok pimpinan Jerangkong tak berani lagi menggangu keamanan di dusun sekitar hutan ini.”

Ki Manggala mengerti. Sia-sia jika ia menghentikan keinginan Pendekar Bunga yang terkenal keras kepala. Lagipula, apa yang dilakukannya ada benarnya juga. Muridnya itu mengamankan dusun dari para begal dan perampok.

“Terserah kamu saja, Arum. Kalau mau tidur lagi, sebaiknya di dalam pondok saja. Kamu sudah dewasa. Tak baik anak gadis tidur begitu rupa di teras. Kalau ada yang mengintaimu bagaimana?”

Mendengar kata mengintai sontak mata Arum terbuka lagi. Ia teringat sosok pemuda yang mengintainya saat sedang mandi di sungai tadi.

“Kakek, kamu benar. Pondok ini sudah tak aman! Aku rasa ada orang yang sedang memata-matai kita. Aku melihatnya di sungai tadi,” ucap Arum Sari. Pandangan gadis itu kemudian menengok ke kanan dan ke kiri.

Sayup-sayup di dengarnya suara derap kaki kuda dari balik ribun pepohonan angker. Ada banyak kuda di sana. Sepertinya mereka datang berkelompok.

Sebuah suara terdengar memberi perintah. “Kalian berpencar. Cari gadis itu. Aku yakin dia ada di sekitar sini!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status