“Cloud, kamu harus mendengarkan permintaan Mama. Mama akan memaksamu kali ini, pergilah berkencan dengan pria, atau Mama akan mencopot jabatanmu sebagai direktur di Niel Fashion.
“Apa?”
Cloud terkejut dengan ancaman Bianca, bagaimana bisa wanita yang melahirkannya itu memberinya pilihan yang sangat kejam. Pekerjaan dan urusan percintaan jelas sangat beda.
“Mama pikir aku bodoh? jika Mama memecatku sebagai direktur, aku akan pergi ke DAN dan melamar pekerjaan di sana,” jawab Cloud. Dia balik mengancam dengan menyebutkan perusahaan fashion saingan Niel Fashion.
“Ya, pergilah ke sana dan Mama pastikan kamu akan dinikahi oleh si peyot CEOnya, apa kamu tidak tahu bahwa pemilik perusahaan itu sudah kakek-kakek tapi playboy?”
Cloud menelan saliva, merinding juga dia membayangkan harus bekerja di bawah pimpinan pria playboy yang sudah tua. Akhirnya gadis keras kepala itu mengalah, dia mengiyakan saja permintaan Bianca meski sedikit terpaksa.
“Oke … baiklah! Mama ingin aku mengunduh aplikasi itu ‘kan? oke aku akan mengunduhnya tapi berhenti mengancam dengan jabatanku di Neil Fashion,” ujar Cloud.
“Hem … baiklah, setelah kamu mendaftar beri tahu username-mu pada Mama, Mama akan mengupgrade akunmu ke akun VVIP,” jelas Bianca.
“Untuk apa?” Cloud heran, belum jika dia mengunduh sang mama sudah membicarakan soal upgrade.
“Agar kamu mendapatkan pria yang tepat,” jawab Bianca sebelum menutup panggilan. Wanita itu membiarkan putrinya kebingungan.
Setelah telepon itu terputus, Cloud pun berdiri dari kursinya. Ia berjalan menuju luar lalu berdiri tepat di depan Tasya. Sekretarisnya itu mendongak kaget, Tasya takut karena Cloud menatapnya dengan sorot mata seperti mencurigai sesuatu.
“Bu Cloud, apa ada masalah?”
“Unduhkan aplikasi itu untukku!” pinta Cloud.
“A-a-aplikasi apa bu?”
“Itu LOLOLOVE apa lagi,” ketus Cloud, dia tidak sudi mengunduh aplikasi itu dengan tangannya sendiri. Gadis itu meletakkan ponselnya tepat di depan Tasya lantas berucap kembali.” Unduh setelah itu berikan padaku!”
Tasya pun melongo tak percaya, dia tidak tahu bagaimana jalan pikiran atasannya itu, jika tidak sudi kenapa mengunduh? Benar-benar aneh, tapi mau tak mau dia pun harus melakukannya, Tasya mengingat ucapan Cloud tadi, bahwa jika ingin betah menjadi sekretarisnya dia hanya perlu mengikuti apa kata gadis itu.
_
_
Lima belas menit kemudian, Cloud terbeku menatap aplikasi bernuansa merah muda itu di ponselnya. Ia bersedekap dan membuang muka, tak percaya ada pengembang yang menciptakan aplikasi perjodohan seperti ini.
“Apa dia mantan makcomblang?” gumamnya sambil meraih benda pipih miliknya dari meja. Ia mulai memasukkan data diri, dan langkah terakhir adalah melakukan verifikasi wajah.
“Ah … menyusahkan, bagaimana jika yang pengunduh aplikasi ini bulukan,” ucap Cloud dengan sombongnya sambil mengambil potret dirinya sendiri. “Pasti percuma mengunduh aplikasi ini,” imbuhnya. Padahal aplikasi itu memang dirancang sedemikian rupa agar tidak banyak kebohongan di dalamnya.
Namun, alih-alih memulai mencari pasangan atau mengabari Bianca, Cloud lebih tertarik ke banner game yang ada di aplikasi itu. Telunjuknya pun mengarah dan menekan tepat di tulisan ‘bantu Ariel menemukan cinta sejati’
Cloud mengernyit bahkan mengedikkan bahu saat permainan itu mulai berjalan, tertulis keterangan di sana bahwa Ariel adalah gadis yatim piatu dengan ibu tiri dan saudara yang kejam. Ia harus membantu Ariel dengan beberapa pertanyaan dan mendandaninya agar bisa menaklukkan hati seorang pria.
“Nic?” Cloud menyebut nama tokoh pria yang ada di sana. “Dari pada menikahi pria tak berguna di dunia nyata, bagaimana kalau aku menikah denganmu saja Nic?”
Harapan gila Cloud ucapkan, dia tertawa dan malah sibuk memainkan game itu. Namun, beberapa kali dia gagal, dia mendandani Ariel secantik mungkin tapi sistem memberikannya nilai buruk hingga dia tidak bisa alias gagal naik ke level selanjutnya.
“Permainan bodoh, ini gaya fashion dan make up ter-up to date. Apa dia tidak tahu siapa aku? aku Cloud, salah satu orang berpengaruh di dunia fashion, bisa-bisanya dia memberiku nilai buruk,” amuknya.
“Hei … kamu gadis Cinderella, untung kamu hanya ada di dalam game. Jika di dunia nyata benar-benar ada gadis sepertimu, aku pasti akan menamparmu sampai tersadar, untuk apa menangis, seharusnya kamu jambak rambut ibu tiri dan saudarimu itu.”
Cloud larut dalam perasaannya sendiri, hingga dia sadar dan melempar ponselnya ke meja. Entah sudah ke yang berapa kali hari ini benda itu menjadi korban kekesalan.
“Ah … sial, aku tidak bekerja malah sibuk merutuki manusia virtual.”
Mencoba fokus kembali dengan pekerjaannya, Cloud membuka berkas berisi beberapa design baju yang rencananya akan diluncurkan oleh Niel Fashion tiga bulan lagi. Seperti biasa, design yang akan dia setujui adalah design yang bisa membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama. Jika tidak membuatnya tertarik, sudah pasti gadis itu akan mencoret dan mengomentari designernya dengan ketus disertai beberapa tuduhan.“Apa kamu memplagiat koleksi brand lain? Aku hafal semua bentuk baju yang diluncurkan pesaing kita, kamu hanya merubah model kantong dan krahnya.”“Kamu pikir ada yang mau mengenakan apa lagi membeli baju seperti ini? pergilah jalan-jalan dan lakukan riset lapangan. Kamu pikir utuk apa perusahaan memberimu gaji besar?”Dan jika sudah seperti itu semua tim design hanya akan terdiam dan melakukan apa yang Cloud perintahkan. Mereka tidak bisa mengelak bahkan mendebat karena apa yang diucapkan Cloud selalu terbukti kebenarannya. Terakhir kali direktur muda itu meminta rancangan kemeja
Jangan Lupa masukkan ke rak buku ya__Pagi itu, setibanya di kantor Cloud langsung meletakkan tas di atas meja, tapi bukannya bekerja dia malah meraih ponsel untuk melanjutkan bermain game yang membuatnya kecanduan. Kakinya yang jenjang dia luruskan sedang punggungnya merebah malas di sofa. Matanya yang tajam terus menatap layar benda pipih di tangan dengan sengit. Bibirnya rapat menahan geram hingga akhirnya terjadi lagi, dia gagal mendapat nilai yang memadai agar bisa naik level. Cloud melemparkan ponselnya ke sofa. Terus gagal membuatnya marah-marah tapi tidak membuatnya jera."Ini game kenapa susah sekali? Pengembang aplikasi ini sepertinya tidak ingin ada orang yang bisa memenangkan permainan. Aku sudah keluar banyak uang untuk membeli berbagai jenis baju untuk mendandani Ariel. Heran, harus secantik apa lagi sih dia agar mendapat nilai sempurna dan naik level. Astaga. Apa aku harus mencari pembuat game ini lalu aku ceramahi? Sial!" umpatnya.Meski marah, Cloud tetap mengambil
Dengan menggunakan yacht yang disewanya Cloud mengarungi Samudra, persis yang dia inginkan dan mimpikan beberapa bulan belakangan ini, bersenang-senang sendirian tanpa ada yang menggangu. Di yacht tersebut Cloud ditemani satu orang nahkoda dan dua pelayan. Gadis itu merasa menjadi pemilik samudra."Ah, senangnya ...." Cloud bergumam. Dia yang sedang bersantai di bagian ujung yacht pun merebah menatap langit untuk melihat awan yang sangat indah. Tidak hanya itu, Cloud juga membiarkan mentari yang hangat menerpa tubuhnya yang sedang terbaring. Kacamata hitam menjadi pelindung mata indahnya. Belum lagi alunan musik yang menemani. Cloud benar-benar rileks dan terlepas dari berbagai beban yang sejak kemarin membuatnya stress dan tak nafsu makan.Namun, kenyamanan Cloud tak bertahan lama, dia terganggu saat mendengar notifikasi yang berasal dari ponselnya. Karena berisik Cloud pun dengan malas merogoh benda itu. Ia agak heran ada begitu banyak pemberitahuan dari aplikasi LOLOLOVE miliknya,
“i-ini ... apa ini aku?”Cloud yang tadinya terduduk di lantai marmer segera berdiri. Dia berjalan tergesa menuju cermin lalu memegang seluruh tubuh yang sekiranya bisa dipegang, dari telinga, mata, hidung, pipi juga dagu. Sekarang Cloud sadar ini nyata. Ini bukan mimpi."Ariel? Aku jadi Ariel!" serunya tak terima. Dia terus saja menepuk pipi sendiri demi menyadarkan diri. Jika ini mimpi maka Cloud ingin segera sadar. Kalau nyata? Maka ini jelas kutukan dan musibah besar.Cluod mengerjap, bingung dan marah membuatnya seperti orang bodoh. Otaknya terus bertanya, kenapa harus menjadi Ariel di game LOLOLOVE yang dibencinya. Dia masih ingat bagaimana kala itu menghina dan mencerca game serta penciptanya."Gila, ini gila! Mustahil! Bagaimana bisa aku ke sini? Bagaimana bisa aku menjadi Ariel? Bagaimana bisa aku terjebak disini? Astaga!"Cloud yang frustrasi terduduk lemah, kakinya seakan kehilangan tenaga. Dia terus meraung serta meronta, kakinya terus menerjang-nerjang. Dia bingung sekal
☁ Happy Reading☁Cloud hanya bisa mengikuti perintah kucing bernama Loloco itu, dia pun perlahan membuka laci meja yang ditunjuk. Matanya mendapati sebuah buku dengan sampul merah muda beserta pulpen diatasnya. “Si Ariel ini, girly sekali dia,” gumam Cloud. Ia pun menggeser kursi untuk duduk. “Apa ini buku harian?” tanyanya ke Loloco yang sudah bertengger di atas meja. Cloud pun hanya melirik sinis dan memilih untuk membuka buku itu.Cloud membaca halaman pertama dengan seksama, dia bahkan terlalu fokus hingga membuat Loloco kesal, kucing itu membalikkan buku yang diletakka Cloud di atas meja dengan salah satu kakinya.“Cepat baca halaman paling akhir saja!”“Kucing cerewet, pasti tingkahmu sangat menyebalkan saat menjadi manusia. Rasakan kamu mendapat kutukan seperti itu,” cibir Cloud. Namun, bukannya langsung membaca bagian yang Loloco tunjukkan dia malah meraih sisir dan merapikan rambutnya.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Loloco sedikit gemas.“Aku sedang menyisir rambut, aku Clou
☁Selamat Membaca☁Otak Cloud yang cerdas jelas sudah bisa menilai bagaimana selama ini Lily memperlakukan Ariel. Dan bodohnya Ariel terlalu lemah hingga tidak bisa melawan perbuatan ibu tirinya itu. Atau mungkin memang begitulah si pembuat game menciptakan karakter Ariel, lemah dan gampang ditindas, menunggu belas kasihan pemain yang akan membuatnya menjadi seorang putri cantik agar bisa menjadi pasangan pangeran tampan.“Untuk apa kamu mencari Luis?” tanya Lily. Sedikit gentar juga melihat perubahan drastis pada putri tirinya.“Aku ingin dibacakan ulang wasiat mendiang papaku.” Cloud terbeku. “Tunggu dulu! benar ‘kan si Ariel memanggil ayahnya dengan panggilan papa, jangan-jangan daddy, atau father,” gumamnya dalam hati. Ia monoleh ke arah Loloco yang bertingkah seperti layaknya kucing pada umumnya. Hewan itu bahkan menjilati kakinya sendiri.“Terlalu banyak tingkah!” Catherine menarik lengan Cloud dengan kasar, dia menyeretnya menuju pinggiran kolam ikan.Menyadari apa yang akan ter
☁Selamat Membaca☁“Bagaimana caranya?” tanya Cloud. Ia menoleh ke Loloco dan semakin membuat para pembantu kebingungan.Mereka menganggap sang Nona benar-benar sudah gila kerena berbicara dengan kucing. Hingga Lily keluar dan menghardik para pembantu itu. Mereka akhirnya membubarkan diri dan kembali ke pekerjaan masing-masing.Kini giliran Lily yang berdiri dan mengamati gerak-gerik sang anak tiri. Ia mengingat dengan jelas mengurung Ariel di dalam kamar dan tidak memberi gadis itu makan, karena Ariel berani mendorong putrinya saat dia melempar kalung mendiang Ibu Ariel ke dalam kolam. Namun, entah kenapa setelah itu Lily merasa Ariel sangat berbeda. Cara bicara, tingkah laku bahkan cara duduk gadis itu sangat lain.“Ariel itu sarjana dan kamu aku juga yakin juga sarjana, jadi pakai otakmu,” ketus LolocoCloud pun mencebikkan bibir, dia kesal dan bahkan ingin sekali meremas kucing abu-abu yang sombongnya melebihi dirinya itu.__“Pagi-pagi sudah menonton TV, apa kamu lupa dengan tuga
☁Selamat Membaca☁“I-i-iya.” Cloud yang biasanya galak berubah menjadi bodoh untuk beberapa saat. Ia malah menyusuri wajah pria di hadapannya ini. Pahatan wajah Nic menurutnya benar-benar sangat sempurna. Apa mungkin ini bukan dirinya? Apa mungkin memang Ariel ditakdirkan untuk mencintai pria ini hingga dia merasakan perasaan yang aneh seperti ini? Cloud masih saja terkesima hingga Nic membentaknya dengan kasar. Gadis itu kaget, dia tak menyangka bahwa pria yang baru saja membuatnya merasa ada jutaan bunga berjatuhan dari langit, ternyata segalak itu. “Apa kamu tidak bisa menyetir dengan baik? Apa kamu punya SIM?” “Ah … apa SIM? SIM? Oh ... ya SIM?” Cloud kebingungan hingga spontan dia malah berkata,” Apa yang kamu maksud Surat Izin Menikahimu.” “Apa?” Nic terkekeh, pria itu membuang muka. Rahangnya mengetat seiring dengan amarahnya yang sudah hampir mencapai ubun kepala. “Tunggu Nona, apa mungkin keluargamu membiarkanmu yang tidak waras mengendarai mobil sendirian di jalan?” “