Beranda / Lainnya / LORO / 8. Keluarkan anak itu!

Share

8. Keluarkan anak itu!

Penulis: Nur Juwariyah
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-06 13:34:22

"Yang sekolah, kan, aku. Kenapa mama malah turun duluan!" seru Carmen dengan wajah cemberut menatapi Maya yang tak bisa menyelesaikan tanyanya.

"Galak- pemberani ya bu, Anaknya?" ucap Bi Lisa menatap bocah kecil yang memperhatikannya penuh selidik.

"Siapa, Ma?" tanya Carmen tanpa menoleh pada Maya.

"Saya, pengasuhnya neng Arimbi, Neng."

"Arimbi?" ulang Carmen tampak tak suka, membuat Bi Lisa mengangguk meski heran melihat wajah cemberut Carmen makin bertambah masam.

"Arimbi?! Dimana? Mana, Arimbi?" tanya bocah lelaki lucu tapi nakal yang berlari cepat menyusul Carmen sambil celingukan kesegala arah.

"Apaan sih Rei, ganggu aja!" ucap Carmen menatap Rei tak senang.

"Aku nyari Arimbi tauk, bukan Carmen jelek." Balas Rei membuat wajah Carmen yang cemberut makin ditekuk.

"Mana Arimbinya, tante Arum?" tanya Rei mengira salah satu wanita disampingnya adalah ibu dari gadis kecil yang ia cari. 

"Neng arimbi, sudah masuk kelas, Den."

"Tante siapa?" tanya Rei menatap wajah asing Bi Lisa.

"Saya, pengasuh neng Arimbi, Den."

"Oh, kalo gitu aku mau masuk aja nyusul Arimbi. Dah Papa." ucap Rei menatap pria yang memelambaikan tangannya dan baru teringat bekal sang putra masih ada di kursi belakang.

"Rei, bekalmu, Sayang!" seru pria yang berlari menghampiri Rei yang menatapnya protes.

"Papa, bisa gak, papa, gak manggil aku sayang kalo disekolah?" bisik Rei membuat Tian tersenyum.

"Tapi, kamu kan kesayangannya papa, Rei Sayang," ucap Tian sengaja membuat putra satu-satunya itu cemberut.

"Huh, papa nyebelin."

"Ya dan papa nyebelin ini sayang kamu, Rei." Ucap Tian memeluk erat putranya yang kesal tapi tetap mencium pipi sang ayah sebelum berpisah.

"Udah, masuk sana," perintah Tian sambil mengusap kepala Rei beberapa kali.

"Rambutku jelek lagi nih, Pa," protes Rei membetulkan letak rambutnya tak urung membuat Tian dan beberapa orang tua yang melihat tingkah bocah yang baru berumur 3 tahun itu tersenyum.

"Nanti dibenerin Mama."

"Mamakan dirumah, Pa. Aku ini mau sekolah, dah Papa," protes Rei lagi lalu melambai pada Tian.

"Anakku menggemaskan sekali," ucap Tian berdiri, memasang wajah tenangnya kembali. Berjalan melewati ibu-ibu yang tampak terhipnotis tak menyadari bisa senorak apa pria itu kalau dirumah, di depan istri dan anaknya. Bocah lelaki kecil yang berlari sambil mebalas sapaan anak-anak menggemaskan lain yang pipinya juga tembem dan kenyal.

"Joe!" seru Carmen semangat pada bule kecil yang tangan putihnya digandeng Miranda dan Carmen langsung berlari untuk segera menggandeng tangan Joe yang bebas.

"Let's get in," ajak Carmen semangat menarik tangan Joe yang hanya mengangguk lalu menoleh pada wanita berkaki jenjang di sampingnya.

"Bye-bye, Mommy," ucap Joe yang pipi merahnya dicium Miranda, wanita yang kaki jenjangnya membuat iri.

"Bye, Little bear," ucap Miranda pada jagoan kecilnya dan tersenyum pada lambaian kecil bocah yang berjalan digandeng Carmen meski matanya tampak berkeliling bersamaan dengan Bi Lisa yang berjalan menjauh. 

Membuat sepasang mata yang sejak turun dari mobilnya tadi terus mengawasi Lisa, kecolongan.

Maya hanya bisa diam bahkan lupa pada bekal Carmen yang masih tergeletak di jok belakang.

*


Tin..! tin...!

Suara klakson mobil yang berhenti disamping Bi Lisa langsung menurunkan kaca di samping kursi penumpang, "good morning," sapa Miranda yang dijawab anggukan oleh Bi Lisa meski terlihat bingung.

"I Am your- saya tetangga depan rumah yang baru pindah bulan lalu, kita beberapa kali bertegur sapa."

"Iya, Bu mir...,"

"Miranda. Panggil saja Miranda. Jangan pakai bu, it's sound so formal, masuklah. Mau pulangkan?"

"Tidak apa- Bu Miranda, saya naik ojek saja."

"Oh, ayolah. Lagipula kita searah, bukan? Arum or Lisa?"

"Saya Lisa, Bu," jawab Bi Lisa membuat miranda tersenyum. Tampaknya Bi Lisa lebih nyaman memanggilnya dengan panggilan 'Bu'.

"Ayo masuk," ajak Miranda membuka pintu penumpang membuat Bi Lisa mengangguk lalu masuk dengan kata permisi.

"Terimakasih, Bu."

"Your welcome, Lisa. sama-sama," ucap Miranda melajukan kembali mobilnya.

"Terimakasih info tentang pasar paginya minggu lalu, aku belanja banyak barang di sana tak hanya sayuran segar."

"Sama-sama, Bu."

"Aku juga mau tanya, tempat kursus bahasa yang tak jauh di mana, ya?"

"Di depan ada, Bu. Tempatnya bagus kata Mbak Arum," jawab wanita yang berubah jadi sedih tanpa ia sadari.

"Kamu baik?" Tanya Miranda membuat lisa mengangguk lemah.

"Apa kamu mau menemaniku membeli kue, Lisa?" ucap Miranda sambil tersenyum, membuat wanita disampingnya mengangguk. Ia menyadari perubahan wajah Bi Lisa hanya saja ia tak ingin ikut campur, "toko, yang satu arah saja," tambah bule cantik itu membuat lisa mengangguk lagi lalu menunjukkan tempat kue yang mungkin juga akan disukai wanita ramah disampingnya.

*


"Damn it!" rutuk Marko tampak ingin membanting ponsel ditangan jika tak dipegangi Ali, "kenapa Arum harus dapat lelaki salah seperti Bagas?" ucap Marko mengepalkan tangannya kuat.

"Tinggalin WA saja, biar kalau dia sudah baca kita bisa tau." ucap Ali mengusap pundak Marko berusaha menenangkan pria yang emosinya tampak bisa meledak kapan saja ini.

"Buat apa si brengsek itu punya ponsel kalau tidak bisa dihubungi!" seru Marko melepas kesalnya lalu mengambil nafasnya begitu dalam beberapa kali. Ia menatap tubuh Arum yang terbaring diatas bangsal dengan selang dan jarum infus yang menusuk lengan. Lalu diam.

"Apa yang harus kukatakan pada Arimbi?" tanya Ali membuat Marko yang diam menoleh lalu merangkul pundak kekasihnya, "aku sungguh tak tau, Ko," ucap Ali yang menangis dan dipeluk oleh Marko. Pria yang matanyapun berkaca-kaca dengan amarah nyata namun ia tahan.

"Kita tak mungkin mengatakan mamanya kemungkinan takkan bangun lagi pada Arim, ko. Aku takkan tega mengatakan itu."

"Apa!?" ucap pria yang berdiri diantara pintu tak percaya dengan apa yang didengarnya.


Ali dan Marko langsung menoleh pada si pemilik suara, "Bagas-"


"Brengsek! kemana aja lo!" seru Marko yang hampir saja memberi bogem mentah jika tak ditahan Ali.

"KO!" seru Ali tapi matanya tajam menatap pria yang masih berdiri di tengah pintu dan menarik nafas panjang menatap Bagas yang wajahnya pucat. Ali seolah bertanya semengejutkan itu, lalu tertawa miris sendiri. 

'Tentu saja mengejutkan!'

Bahkan hatinya masih merasa ini tak nyata. Apa yang ia dengar tentang batang otak Arum yang turun, cairan yang menekan, membuat otak Arum mati.

Ali sangat ingin tak percaya pada apa yang dikatakan dokter tentang kondisi Arum yang tak akan mungkin sadar. Kecuali ada keajaiban.

Tapi, bagaimana bisa ia berpikir begitu saat tubuh Arum yang berbaring diatas bangsal ada di depan matanya. tubuh sahabat perempuannya itu hidup karena ada alat-alat medis yang menjadi penopang. Tanpa kemungkinan sadar.

"Lo kemana aja, Gas?" tanya Ali terdengar begitu tenang.

"Kemana lagi? tentu bermesraan sama gundiknya." Jawab Marko cepat membuat Bagas menatapnya. "Kenapa? Kaget?" dengus Marko saat mendapati tatapan Bagas yang tak bisa membalas.

"Lo bener-bener cowok gak tau malu, Gas, lo tau itu?" ucap Marko yang matanya begitu emosi dan tampak sangat menahan dirinya untuk menghajar pria yang hanya diam. berdiri di tengah pintu.

"Lo. kalau mau tau keadaan Arum tanya sama dokter, Gas. Gue sama Marko mau nyari angin segar dulu," ucap Ali menarik tangan Marko yang ingin menolak tapi ahirnya keluar juga meninggalkan ruangan dan memberi tatapan mengancam pada pria yang masih begitu membisu. 

Entah apa yang sedang dipikirkan pria yang hanya berdiri mematung ditempatnya itu kini. Seolah ia hanya bernafas karena hal itu wajar dilakukan. Bagas hanya terus diam tanpa ekspresi lalu memilih keluar, menutup rapat pintu ruangan yang ia tinggalkan. 

Meninggalkan wanita yang bernafas saja butuh bantuan alat yang menyambung pada tubuh.

Wanita yang tak akan bangun lagi menurut ilmu medis. Dan seandainyapun ada keajaiban, Arum tidak akan bisa melakukan apapun tanpa bantuan orang lain.

Hidup tapi seperti mati. Mati tapi jantung dan nafas Arum masih ada. Tubuhnya pun masih terasa hangat. 

Tapi apa bedanya dengan mati, bukan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • LORO   SHE IS THE LITTLE WOLF

    Pria yang wajahnya bisa menipu banyak orang itu berdiri di depan ratusan mahasiswa. wajahnya yang bisa tersenyum dalam keadaan apapun, begitu pula tatapan ramah ia tunjukan pada bakal-bakal manusia yang sudah menentukan pilihan hidup yang ingin mereka jalani. Telinga para mahasiswa itu mendengarkan dengan seksama apa yang Sabio sampaikan dalam kelas yang mereka ikut, sesekali bertanya, tidak menyela saat pria yang mata sebelah kirinya selalu menjadi perhatian karena ada tanda lahir di sana bicara, menerangkan apapun yang ingin mereka ketahui. "But, is it possible to erese their memory permanenly, Sir? Mendengar itu Sabio menatap pria keturunan yang gigi putihnya begitu kontras dengan warna kulitnya yang hitam. Pertanyaan yang rasanya selalu Sabio dengar kapanpun itu apalagi saat ia harus menjadi pembicara entah di depan kelas ataupun konferensi bahkan individu. Apa lelaki yang wajahnya bisa ia mainkan sesuka hati itu pernah b

  • LORO   KAU YANG AKAN MENYAKITINYA LEBIH DARI SIAPAPUN

    "So, apa yang akan kalian lakukan saat Bagas datang?"Lency menelan ludahnya untuk pertanyaan Sani. Matanya menatapi bergantian dua pria yang entah akan menjawab apa. Ia yang sudah berpikir tidak akan bermimpi buruk malam ini karena memilih jujur untuk kedatangan Bagas, menghembuskan nafas dalam, berharap Marko ataupun Ali tak mendengar.'Sial! Gue akan makin mimpi buruk kalo gak dengar jawaban mereka sekarang!' batin Lency yang juga ingin tahu apa yang akan ayah ke-2 dan ke-3 Arimbi lakukan.Ia lalu menatap wajah Arimbi yang terlihat begitu damai dalam lelap, "apa mimpimu menyenangkan, Arimbi?" Ucap Lency yang tak sadar ucapannya membuat Ali menoleh."Apa? Jangan bilang gue ngomong kenceng barusan?" Ucap Lency tak urung membuat suasana tegang dalam ruangan, berubah.Apalagi sorot mata Ali jadi melembut ketika ia menatap Arimbi yang rambutnya ia belai, sementara Marko berdiri lalu duduk di atas lantai memegang jemari Arimbi yang jadi terlihat

  • LORO   APA YANG AKAN KALIAN LAKUKAN?

    "Arimbi akan pulang ke rumah ini, Bu, tapi aku tidak akan membiarkan ibu melakukan apa yang ibu mau."Mata Sukma membesar, tangannya terangkat tinggi namun hanya berhenti di udara."Arimbi akan pulang ke rumah ini dan aku tidak ingin mendengar ibu atau siapapun menyalahkannya untuk apa yang terjadi."Plakk!Kali ini tangan Sukma benar-benar menampar pipi Bagas yang tidak terkejut dengan reaksi Sukma. "Kau tahu kenapa kita harus melakukan itu!" Seru Sukma lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa jika ada mata ataupun telinga yang mendengar lalu mengecilkan suaranya. Sadar, jika ada telinga yang mendengar maka apa yang sudah ia susun akan berakhir."Kau tahu betul kita harus melakukan itu!"Sukma memegang lengan Bagas, tatapannya memelas namun penuh tuntutan, "kau tahu kenapa ibu melakukan ini bukan? Semuanya untukmu, Bagas, agar kau bisa hidup tenang bersama Maya dan Carmen."Sukma lalu menyentuh pip

  • LORO   KEPUTUSAN MEREKA

    "Cari siapa, Mas?""Saya suami Arum.""!" Mata lency membesar untuk jawaban lelaki yang ketidak-hadirannya selalu ia tanyakan. Manik mata wanita berkulit hitam manis itu bergerak gelisah sementara punggungnya terasa panas mengingat di ruangan Arum ada Ali dan Marko yang mungkin tak akan senang mendengar siapa yang datang.Namun, ia yang tahu siapa dirinya tak mungkin berkata "jangan masuk!" pada lelaki tampan yang masih mengenakan pakaian kerja dengan jas yang melekat begitu pas di badannya.'Gue belum siap liat Ali sama Marko menghajar suami Arum!' seru Lency dalam hati, 'dan di dalam juga ada Arimbi-'Zreeeg!!Tangan Lency bergerak sendiri menutup pintu yang ia buka, begitu cepat sampai ia sendiri merasa kaget dan jadi kikuk saat menatap Bagas.Lency bisa merasakan punggungnya berkeringat sekalipun pendingin ruangan menyala. Mulutnya jadi terasa kelu meski tak ada satu kalimatku yang melintas dalam benak untuk ia sampaik

  • LORO   ARIMBI KITA KEMBALI.

    PING: Saya harap bapak tidak lupa dengan uang yang bapak janjikan untuk informasi ini.Entah apa yang kini sedang berkecamuk dalam benak Bagas saat melihat potret Arimbi, putrinya. Ia tampak tidak perduli dengan baris terahir dari pesan yang masuk bertubi-tubi dipenuhi oleh potret Arimbi.Tapi, ia yang sudah berdiri dan siap melangkah, punggungnya terlihat ragu apalagi saat matanya menatap dua pria yang terlihat bahagia di samping Arimbi yang lebar tersenyumMarko dan Ali. Dua lelaki yang wajah bahagianya pasti akan berubah jika ia datang atau bahkan menunjukkan diri.Sampai Bagas menarik nafasnya dalam, begitu dalam. Sementara matanya tak melepas senyum gadis kecil yang akhirnya masuk ke dalam ruang rawat inap yang pintunya dibuka Ali.PING: ini potret terakhir yang bisa saya kirimkan. Saya harap bapak tidak lagi menghubungi saya atau saya akan mendapat masalah karena sudah melanggar kode etik."Kode etik?" ucap Bagas menarik uj

  • LORO   IA MERASA KERDIL

    "Karena lebih baik anak itu tidak kembali jika ingin hidupnya tenang "Sera menggigit bibir bawahnya, lalu menatap ke depan. Zizi seperti orang kesetanan yang bahkan menerobos lampu merah, untung saja motor yang pengemudinya berteriak karena kaget ada mobil sport yang melanggar rambu tidak jatuh dan terlindas mobil di belakangnya.Well, tak lagi bertanya tentang Arimbi pada Zizi 'saat ini' adalah hal yang benar untuk dilakukan, mengingat Sera masih menyayangi nyawanya. Lagipula, apa yang telah dan akan dilakukan Zizi pada Arimbi bukanlah urusannya. Ia hanya ingin lebih dekat dengan Sani. Pria yang begitu tak tergoyahkan bahkan mengabaikan dirinya yang sudah menjual murah harga dirinya di depan Sani.'Kalo gue gak berhasil dapetin Lo, jangan panggil gue Sera!'Hatchi!"Godbless you, Boss," ucap Joyce pada Sany yang bersin lalu menatap sang asisten yang kembali berucap, "palingan ada yang ngomongin Lo, maklum cowok mahal kayak Lo pasti ba

  • LORO   IA MASIH SAJA CURIGA

    "Apa Ali dan Marko akan membawa Arimbi pulang kerumahnya?"Lency yang berdiri di depan pintu langsung menoleh pada Sani, "apa?" meski sedetik kemudian wajah Lency jadi pucat mengingat rumah Arimbi meski ia belum pernah ke sana."A--Ali sama Marko gak ngomong apa-apa tentang itu," jawab Lency membuat Sani mengangguk. Mengingat hari ini adalah hari sama Ali dan Marko kembali dari Berlin setelah menyelesaikan pekerjaan begitupun Arimbi yang masa perawatannya selesai.Karena sama-sama sibuk, apalagi Ali dan Marko yang jadwalnya dipadatkan sama sekali belum bertukar kata dengannya."Setidaknya Arimbi sudah kembali, bukan?" ucap Sani saat melihat wajah pucat Lency. Ia jadi merasa tak enak hati melihat wanita yang tadi tertawa bersama Mawardi jadi menunjukan wajah bermasalah.Sani tahu, Marko dan Ali pasti sudah memikirkan banyak hal menyangkut masa depan Arimbi meskipun dalam waktu singkat. Tapi, bagaimanapun juga selain mereka berdua y

  • LORO   ADA YANG KESAL

    "Kok tumben udah balik, Sayang," ucap wanita ayu yang meletakan majalah Fashion saat melihat putrinya masuk dengan wajah kesal."Den Joe, sedang pergi bersama kakaknya, Bu," jawab pengasuh yang mendapat tatapan tanya dari Maya yang mengangguk paham kenapa wajah putrinya yang keluar dengan semangat kembali dengan wajah kesal."Gak usah cemberut gitu dong, Sayang. nanti kalo Joe udah pulang bisa main lagi, kan?""Kata Bu Miranda pulangnya malam, Bu. jadi baru besok bisa main lagi.""Oh, jadi karena itu anak mami wajahnya jadi gini?" ucap Maya tersenyum menyentuh kepala Carmen yang masih saja cemberut dengan bibir kecil mengerucut."Aku tuh mau main sama Joe, Mami. tapi malah keduluan sama Seth. Nyebelin banget!" Sungut Carmen tak melihat Maya memberi kode pada pengsuhnya agar membawakan kue stroberi untuk Carmen."Kalau begitu, gimana kalau kamu jalan-jalan sama Mami dan papi, setelah papi pulang nanti?"Carmen menoleh

  • LORO   DIMULAI KEMBALI

    Small small bad wolf~She life with a pack of a liar~Small small bad wolf~What she will do when she get older~Small small bad wolf~She smile with innocent smiling face~Small small bad wolf~What she gonna do? What she gonna do~Small small bad wolf~Carefull everyone she come to get you~Small small bad wolf~She life with a pack of liar~Small small bad wolf ~She smile to get you~Small small bad wolf~*Gadis kecil yang langkahnya terlihat ringan itu berjalan digandeng Sabrina, matanya membulat melihat dua pria dewasa yang bahkan tak bisa menahan lari mereka lalu memeluk dan mengangkatnya dalam dekapan rindu disertai kecupan di pipi kenyal nan lembut tanpa bekas tamparan yang sudah tak terlihat lagi.satu minggu terasa begitu lama, Namun setelah melihat gadis kecil kesayangan mereka kembali dengan senyum, Marko dan Ali hanya bisa memeluk Arimbi yang tawanya sudah tak mahal lagi. Rasa syu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status