Pagi hari selesai membantu sang ayah menyiapkan bahan dan perlengkapan jualan mie ayam di ruko tempat kedua orang tuanya berjualan. Eguh mengajak sang ayah pulang untuk sarapan masakan sang ibu.
Sesampainya Eguh dan sang ayah di rumah yang sederhana, setelah membersihkan diri mereka berdua langsung menuju ke meja makan yang sudah tersedia hidangan sarapan bikinan sang ibu. Mereka bertiga mulai menyantap hidangan sarapan yang tersaji di meja makan.
***
Di sebuah ruko dekat pasar Bunga Harapan tempat kedua orang tua Eguh berjualan mie ayam terlihat ramai pengunjung, silih berganti para pelanggan mie ayam kedua orang tua Eguh datang dan pergi.
“Bang, mie ayamnya empat ya,” pesan salah satu pelanggan yang baru datang dengan ketiga temannya.
“Iya non,” sahut Hendra.
Setelah memesan keempat pelanggan itu mencari tempat duduk. Melihat ada pelanggan yang baru datang, Eguh berinisiatif menghampiri mereka untuk menanyakan mau pesan minum apa. Dan tak disangka ternyata pelanggan yang baru datang adalah teman-teman Eguh.
“Kalian!” ucap Eguh dengan ekspresi kagetnya.
“Woi, santai bosqu,” balas Reni dengan wajah sebelnya.
“Iya ni anak, dikira kita setan apa, sampai segitu kagetnya pas melihat kita berempat,” imbuh ucap Santi.
“Siapa tau siang-siang gini para kuntilanak kelaparan dan pergi cari makan. Eh, malah nyasar di kios mie ayam milik kedua orang tuaku, hihihi …,” canda Eguh dengan diakhiri tawa kecil.
“Apa loe bilang!” sahut Cindy sewot, sambil tangan kanannya mencubit keras pinggul Eguh yang berada disebelahnya.
AARGG …
Teriak Eguh saat mendapatkan cubitan maut level 5 dari Cindy.
“Rasain itu cubitan maut dari Cindy, makanya jangan suka godain kami, kena batunya kan kamu, Guh,” ucap Ayu dengan senyum kemenangan, sambil diikuti oleh Cindy, Santi dan Reni.
“Ya maaf tadi aku kan becanda,” ucap Eguh sambil mengelus-elus pinggangnya.
Karena kondisi kios mie ayam milik kedua orang tuanya yang makin rame, Eguh pun mengakhiri obrolan dengan keempat temannya dan pergi ke belakang setelah mencatat minuman pesanan keempat temannya itu. Bersamaan dengan mie ayam pesanan Cindy and the geng yang diantarkan oleh ibunya Eguh, minuman pesanan Cindy and the geng juga datang.
Setelah Eguh mengantarkan minuman pesanan Cindy and the geng, Eguh langsung pergi meninggalkan keempat temannya yang sedang menikmati mie ayam pesanan mereka, lalu pergi menghampiri beberapa pelanggan yang baru datang.
Saat duduk santai di ruang belakang, Eguh dihampiri oleh sang ibu.
“Iya, Bu,” sapa Eguh saat ibunya sudah berada di hadapannya, lalu dengan segera Eguh mengambilkan kursi buat ibunya.
“Ndak ada apa-apa kok, Nak. Ibu cuma pengen ngobrol-ngobrol santai sama kamu, mumpung belum ada pelanggan baru,” jelas sang ibu.
“Terus ayah dimana, Bu?” tanya Eguh sambil melihat ke dalam yang sudah tidak melihat ayahnya.
“Biasa, Nak. Ngopi dan ngerokok di depan sama mang Sani dan mang Parto,” jawab sang ibu.
“Maaf, Bu. Mau dibikinin minuman apa ne?” tanya Eguh yang lalu beranjak ke dapur.
“Es jeruk aja, Nak,” jawab sang ibu.
“Oh ya, Nak. Tadi itu kalo ndak salah Cindy anaknya juragan H. Mansur ya?” sambung tanya sang ibu.
“Iya, Bu,” sahut Eguh sambil membuat minuman.
“Kalian pacaran ya?” goda sang ibu yang sedikit penasaran, karena melihat tingkah anaknya yang bercanda dengan Cindy.
“Ah, nggak kok, Bu. Hoax’s itu, Bu. Aku sama Cindy itu cuma sahabatan kok, lagi pula kita berteman sejak SD,” jelas Eguh sedikit gerogi untuk menjawab pertanyaan sang ibu.
“Beneran juga ndak apa-apa kok, Nak. Ibu dan ayah pasti setuju,” ucap sang ibu.
Karena sedikit disudutkan dengan pernyataan sang ibu, Eguh mencoba mengganti topik bahasan yang lain sebagai bahan obrolannya dengan sang ibu. Eguh mencoba untuk memberitahu pada sang ibu, bahwa dirinya telah didaftarkan oleh guru wali kelasnya di SMA Negeri 1 Kota Kumbang melalui jalur bidik misi.
***
Setelah berberes-beres dan membersikan kios mie ayamnya Hendra mengajak istri dan anaknya pulang. Dan selama dalam perjalanan pulang pikiran Eguh selalu terbayang-bayang dengan pernyataan sang ibu mengenai Cindy.
Tak ada yang salah ketika hati berprasangka
Memendam untaian bait-bait syahdu percintaan
Satu kata ingin hati berucap cinta
Namun satu kata yang lain membuat hati terdiam
Aku sadar dengan siapa aku berharap
Dialah sosok bidadari surga yang terdampar
Bermetamorfosis menjadi sesosok wanita cantik bernama Cindy
Dilema hati merasuki kokohnya tembok keyakinan
Aku sadar sosoknya adalah sahabat
Mana mungkin diri ini akan merusaknya
Berhianat atas nama cinta
Galau hati kini berkecamuk,
Membuat pondasi keyakinan yang terbangun
Menjadi sedikit goyah
Karena sebuah pernyataan yang membuat otak memikirkannya
Ah …,
Harus bisa kusudahi perasaan terlarang ini
Demi sebuah jalinan persahabatan
Yang akan indah pada waktunya kelak
Tanpa dirasakannya, ternyata dirinya sudah nyampek di halaman depan rumahnya.
‘Ah, sial! Kenapa juga ini otak isinya hanya mengenai pernyataan yang ibu buat mengenai sosok Cindy. Padahal aku dan Cindy hanyalah sebagai sahabat, dan mungkin selamanya akan tetap menjadi sahabat tidak lebih,’ gumam Eguh dalam hati.
Setelah selesai membereskan semua barang bawaannya dari kios mie ayam milik kedua orang tuannya, Eguh pergi istirahat di kamarnya untuk melemaskan badannya.
***
Keesokan harinya…Hari jum’at ini Eguh pergi ke sekolah seperti biasa. Selesai mandi dan mengenakan seragam sekolah warna cokelat serta sepatu hitam Eguh segera pergi ke sekolah. Sebelum berangkat ke sekolah, Eguh mampir dulu ke warung nasi di depan kosannya untuk sarapan. Sengaja pagi ini dia sarapan nasi uduk.Selesai sarapan barulah Eguh berangkat ke sekolah dengan jalan kaki. Saat Eguh sampai di depan gerbang sekolah, dia bertemu dengan Indah yang baru turun dari mobil yang mengantarnya.“Hai …,” sapa Eguh ramah, saat dirinya bertemu dengan Indah.“Hai juga!” balas sapa Indah.“Gimana kabarnya ni? Kok sepertinya sekarang jarang ke kantin?” lanjut Indah bertanya.“Ya begini ini …, Alhamdulillah baik. Kamu sendiri apa kabarnya?” jawab Eguh, lalu balik bertanya.“Lu bisa lihat sendiri kan kondisiku …, Alhamdulillah baik juga
Sore hari menjelang, pukul 16:20. Di sebuah kosan… BRAAKKK! Suara pintu kosan tertabrak sesuatu dari luar. Eguh, Andre, Baron, Heru, dan Alek yang lagi nyantai di ruang tengah sambil nonton TV. Tiba-tiba kaget mendengar suara gaduh akibat benturan dari sesuatu yang menabrak pintu kosan. “Lek, tolong lu cek ada apa diluar!” pinta mas Andre. Lalu segera Alek beranjak melangkah menuju keluar untuk mengecek apa yang terjadi di luar kosan. Namun ketika Alek membuka pintu kosan. Betapa terkejutnya dia melihat Jay sudah tergeletak di tanah dengan muka lebam penuh luka. Darah membasahi wajahnya. “JAYY …,” teriak Alek kaget. Eguh, Andre, Baron dan Heru yang mendengar teriakan Alek, langsung beranjak melangkah ke depan. “Bro, ada apa lu teriak-teriak!” ucap mas Andre agak berteriak kepada Alek. “Iya ne! seperti kagak ada kerjaan!” timpal mas
Keesokan harinya… Di pagi hari yang cerah, angin pagi berhembus sepoi. Burung-burung bernyanyi dengan kicauannya yang merdu. Mentari bersinar dengan senyum cerianya menyinari pagi. Rutinitas pagi hari yang selalu Eguh kerjakan, belajar dan bersih-bersih kamar. Terkadang dia juga ikutan memasak sarapan pagi dengan teman-teman kost lainnya. Setelah mengerjakan semua itu, barulah Eguh pergi mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Selesai sarapan Eguh pun berangkat ke sekolah seperti biasanya dengan berjalan kaki. Sesampainya di dalam kelas, Eguh segera berjalan menuju ke bangkunya yang berada di belakang. Setelah menaruh tas ranselnya diatas meja, dia pun duduk santai dan mengambil buku pelajarannya untuk jam pelajaran pertama di hari kamis. Sambil menunggu bel masuk Eguh pun meluangkan waktu untuk membaca novel karya Kahlil Gibran yang dipinjamnya di perpustakaan beberapa hari yang lalu. Dan saat sedang as
Hari berlalu, minggu berganti, tak terasa sudah dua minggu berlalu setelah Eguh putus dengan Indah. Dua minggu yang menguras hati dan pikiran sudah Eguh lalui dengan kesabaran dan keikhlasan. Bagaimana dia belajar untuk menenangkan hatinya dengan cara mengikhlaskan kepergian orang yang seharusnya pergi. Agar dia bisa move on dan kembali menjadi kepribadian yang ceria. Sehingga di masa depan dia bisa membuka hatinya untuk cinta yang lain. Rutinitas yang Eguh lalui seminggu kemarin pun lebih terasa semakin nyaman. Sehingga bisa membuatnya berdamai lagi dengan hatinya. Kini dirinya juga bisa kembali fokus dengan pelajaran di sekolahnya. Kini Eguh sudah tidak lagi merasa canggung ketika di kantin sekolah ngumpul dan ngobrol dengan Indah. Obrolan di antara Eguh dan Indah sudah terlihat lebih nyaman kembali, bahkan tak jarang juga mereka bercanda bersama. Eguh terlihat benar-benar sudah bisa move on dari sang mantan. Seiring be
Eguh melangkah berjalan menuruni tangga menuju ke lantai satu restoran. Saat Eguh melintasi lantai dua, tak sengaja Eguh melihat Indah dan ketiga sahabatnya sedang makan dan ngumpul. Lalu dengan rasa sedikit ragu dia menghampiri sang mantan yang sedang makan plus ngobrol santai dengan ketiga sahabatnya. “Hai semua …,” sapa Eguh ketika sudah berada di hadapan Indah dan ketiga sahabatnya. “Eh, Guh! Lagi ngapain ni?” sapa Erna agak terkejut dengan kehadiran mantan sahabatnya. Maklum aja, kalo mereka berempat sedang asyik ngobrol pasti tidak begitu peduli dengan situasi sekitar mereka. Indah yang membelakangi Eguh, tiba-tiba salah tinggakah saat sang mantan berdiri tepat di belakangnya. Lalu dia segera menoleh ke belakang. “Guh, kok kamu disini?” tanya Indah. “Iya Er! Ini aku lagi ada acara dengan teman-teman kosan. Gabung yuk?” ajak Eguh. “Kangen sama kamu yang pernah mengisi hatiku dengan keindahan cinta …,” goda Eguh ke Indah sambil sen
Dalam heningnya malam…Di kamar kost, terlihat Eguh terdiam dalam hening dan sunyi. dia memikirkan perubahan yang terjadi pada sang mantan. Dia seakan tak percaya dengan sikap sang mantan siang tadi di kantin sekolah. Situasi siang tadi di kantin sekolah, seakan telah membawa kembali kebahagiaan hati yang telah lama dinodai kegalauan.‘Aku kira dia tidak mau lagi mengenal diri ini yang hanya seorang anak penjual mie ayam. Tetapi tadi siang tidak! Saat aku melihatnya di kantin sekolah, dia malah memanggil dan mengajakku untuk gabung satu meja dengannya. Huffttt …, sepertinya berteman dengannya adalah pilihan terbaik buat kebersamaan kita!’ gumam Eguh dalam hati.Karena suntuk di dalam kamar, Eguh mencoba untuk bersantai di teras depan kamarnya. Sambil bersandar ke pagar tembok tepian teras bangunan lantai dua, dia bisa menikmati indahnya cahaya rembulan dan kerlip bintang-bintan