“Bagaimana, Nak,” tanya sang ayah dengan perasaan khawatir, ketika mengetahui anak laki-lakinya yang baru datang dari sekolah tempatnya menuntut ilmu. Walaupun Hendrawan mengetahui kalo anak laki-lakinya ini terbilang anak yang pintar dan selalu menjadi bintang kelas (selalu mendapatkan peringkat 1) selama ini di sekolahnya, di SMP Negeri 1 Bunga Harapan.
“Alhamdulillah, Yah, Bu,” ucap Eguh berkaca-kaca menyampaikan kabar gembira ini pada kedua orang tuanya, setelah hari ini dirinya menerima kabar kelulusan dari sekolahnya.
Hari ini adalah bertepatan dengan pengumuman kelulusan siswa SMP/MTs sederajad. Sehingga membuat seorang siswa bernama Eguh Hendrawan Putra merasa gelisah dan resah hatinya menunggu kabar kelulusannya, terlebih lagi kedua orang tuannya yang menunggu di rumah.
Tepat jam 8.00 pagi, para wali kelas masing-masing kelas IX mengumumkan berita kelulusan pada siswa didiknya di masing-masing kelas. Dan saat mengetahui dirinya dan semua teman-temannya lulus, hati Eguh merasa senang. Sujud syukur pun Eguh lakukan di dalam kelas setelah mendengar kabar kelulusannya.
Di rumah, setelah kedua orang tua Eguh mendengar berita kelulusan dari sang anak, kedua orang tua Eguh merasa senang dan gembira mendengarnya.
***
Eguh Hendrawan Putra adalah anak laki-laki dari pasangan suami istri bernama Hendrawan dan Siti Aisyah, dirinya tinggal di sebuah pedesaan bernama Bunga Harapan. Kedua orang tua Eguh bekerja sebagai penjual mie ayam. Walaupun dirinya berasal dari kalangan keluarga sederhana, Eguh tidak merasa kecil hati dengan nasibnya yang dilahirkan sebagai anak dari keluarga sederhana ini. Bahkan dirinya memiliki mimpi untuk bisa membahagiakan kedua orang tuanya kelak.
***
Hari sudah beranjak malam, dibangunan rumah yang terlihat sangat sederhana yang ditumbuhi banyak pohon buah-buahan di halaman depan dan belakang rumah, terlihat sebuah keluarga bahagia sedang bercengkrama setelah makan malam di ruang keluarga sambil menonton TV.
“Oh ya, Nak. Nanti rencana kamu mau melanjutkan sekolah dimana?” tanya sang ibu mengawali percakapan.
“Eguh inginnya sih melanjutkan di SMA Negeri 1 Kota Kumbang. Itu pun kalo ayah dan ibu mengijinkan,” jawab Eguh menjelaskan keinginannya pada kedua orang tuanya.
“Baiklah, Nak. Yang penting kamu di sana sekolahnya tidak bermalas-malasan dan ingat jangan suka berkelahir,” jelas sang ibu sedikit khawatir melepas anaknya untuk sekolah di tempat yang jauh dari pantauan mereka berdua. Apalagi ketika sang anak sedang marah, maka dirinya pasti tidak mampu mengontrol emosi yang menguasai dirinya.
“Insya Allah, Bu,” ucap Eguh berjanji pada sang ibu.
Eguh yang mendapat nasehat dari sang ibu, membuat dirinya merasa bersedih dan merasa sangat bersalah sekali kepada kedua orang tuanya, karena selama di SMP dirinya sering menyusahkan kedua orang tuanya. Meskipun Eguh seorang siswa berprestasi di sekolahnya, sifat liar dirinya yang suka berkelahir sedikit banyak membuat kedua orang tuanya khawatir.
“Sudahlah dek, mas yakin anak kita ini bisa jaga diri disana nanti. Lagi pula anak kita ini kan sudah besar, biarkan dia belajar untuk mandiri. Dan lagi pula di Kota Kumbang ada paman dan bibinya yang bisa menjaganya,” jelas Hendra panjang lebar menengkan hati istrinya yang terlihat khawatir.
“Memangnya Arman tugas di Kota Kumbang ya mas?” tanya Aisyah.
“Iya dek, kalo tidak salah baru kemarin dia dipindah tugaskan di Kota Kumbang,” jelas Hendra.
Dengan sedikit memberikan pengertian pada sang istri, Hendra pun bisa meyakinkan sang istri untuk tidak khawatir melepas kepergian sang anak yang ingin melanjutkan SMA di Kota Kumbang. Hendra juga bilang pada sang istri akan mencoba untuk menghubungi sang adik iparnya nanti.
Karena malam semakin larut, Eguh pun ijin kepada kedua orang tuanya yang masih duduk santai di ruang keluarga sambil nonton TV untuk pergi tidur. Lalu sambil menahan kantuk, Eguh beranjak pergi meninggalkan kedua orang tuanya menuju ke kamarnya. Sesampainya di dalam kamar Eguh tidak langsung pergi tidur, ia membaringkan tubuhnya sejenak di kasur.
‘Akhirnya usai sudah tiga tahun perjalanan diriku ini dalam menuntut ilmu di bangku SMP. Memang begitu banyak kenangan yang terjalin di masa-masa SMP, seakan semua memberikan gambaran nyata tentang perjalanan diriku dalam mencari arti sebuah kehidupan yang akan terus aku jalani,’ gumam Eguh dalam hati, hingga membuat dirinya larut dalam tidurnya.
***
Suara adzan subuh berkumandang di langit-langit kesunyian
Mengisyaratkan sebuah tanda untuk raga ini terbangun
Terjaga dari buaian bunga tidur
Untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim
Dengan masih sedikit mengantuk, Eguh mencoba untuk bangun dari kasur dan berjalan menuju ke kamar mandi yang berada di belakang rumahnya, setelah mendengar adzan subuh berkumandang merdu di telinganya. Eguh berjalan keluar kamarnya dan menuju kamar mandi dengan sambil mengucek-ngucek kedua matanya dengan menggunakan tangan kanannya.
Sesampai di kamar mandi, Eguh langsung membasuh mukanya dan dilanjutkan dengan berwudhu’. Setelah rapi dengan stelan sarung dan baju koko serta kopiah, barulah Eguh melangkah ke mushalla bersama dengan kedua orang tuanya.
Selesai menjalankan ibadah shalat subuh berjamaah dan mengaji, seperti biasa Eguh membantu kedua orang tuanya menyiapkan bahan-bahan untuk berjalan mie ayam. Tugas Eguh membantu ayahnya membuat adonan mie dan mencetaknya, sambil membantu mengiris-iris sayuran. Sedangkan sang ibu membuat kare ayam dan bumbu-bumbu pelengkap serta sambel.
“Oh ya, Nak. Nanti kamu ada acara kemana?” tanya sang ayah, sambil kedua tangannya mengaduk adonan tepung.
“Tidak ada, Yah,” jawab Eguh, sambil memotong-motong sayuran.
“Kamu bantu-bantu di warung ya, Nak. Soalnya akhir-akhir ini warung mie ayam kita pelanggannya mulai rame, kasihan ibumu kewalahan melayani pesanan pelanggan,” tanya sang ayah kembali, sambil menjelaskan panjang lebar kondisi warung mie ayam kedua orang tuanya.
“Siap bos,” jawab Eguh dengan semangatnya.
Melihat anaknya yang begitu semangat untuk membantu kedua orang tuanya berjualan, membuat hati kedua orang tuanya bangga dan senang.
Setelah semua bahan pembuatan mie ayam dimasukkan ke wadahnya masing-masing, barulah sang ibu menyiapkan hidangan untuk sarapan pagi. Sambil sang ibu menyiapkan lauk dan sayuran untuk menu sarapan pagi, Eguh membantu sang ayah mengantarkan bahan-bahan pembuat mie ayam ke kios tempat kedua orang tuanya berjualan mie ayam.
***
Pagi hari selesai membantu sang ayah menyiapkan bahan dan perlengkapan jualan mie ayam di ruko tempat kedua orang tuanya berjualan. Eguh mengajak sang ayah pulang untuk sarapan masakan sang ibu. Sesampainya Eguh dan sang ayah di rumah yang sederhana, setelah membersihkan diri mereka berdua langsung menuju ke meja makan yang sudah tersedia hidangan sarapan bikinan sang ibu. Mereka bertiga mulai menyantap hidangan sarapan yang tersaji di meja makan. *** Di sebuah ruko dekat pasar Bunga Harapan tempat kedua orang tua Eguh berjualan mie ayam terlihat ramai pengunjung, silih berganti para pelanggan mie ayam kedua orang tua Eguh datang dan pergi. “Bang, mie ayamnya empat ya,” pesan salah satu pelanggan yang baru datang dengan ketiga temannya. “Iya non,” sahut Hendra. Setelah memesan keempat pelanggan itu mencari tempat duduk. Melihat ada pelanggan yang baru datang, Eguh berinisiatif menghampiri mereka untuk mena
DRRRTTT … Suara HP Eguh yang teletak di samping kanan bergetar dan membangunkan tidurnya yang nyenyak di sore hari. Saat dilihatnya layar HP tertulis nama wali kelasnya, Pak Sodik. Lalu segera Eguh bangun dan mengangkat telepon dari sang wali kelas. “Assalamu’alaikum. Iya bapak ada apa ya?” salam sapa Eguh pada sang wali kelas. “Wa’alaikumsalam. Maaf bapak ganggu tidak ne?” balas salam sapa sang wali kelas. “Tidak bapak, kebetulan baru bangun tidur,” jawab Eguh. “Begini, Guh. Tadi siang bapak baru terima pengumuman dari SMA Negeri Kota Kumbang terkait Bidik Misi. Dan Alhamdulillah nama kamu masuk dan lolos lewat jalur Bidik Misi di SMA Negeri 1 Kota Kumbang,” jelas sang wali kelas. “Beneran itu informasi, Pak?” tanya Eguh yang kaget dengan kabar dari sang wali kelas. “Iya dong, masak bapak bohong, hahaha …,” ucap sang wali kelas becanda. “Alhamdulillah, terima kasih,” ucap Eguh bahagi
Di kamar Eguh … Selesai menghidangkan minuman yang dibuatnya di meja ruang tamu, Eguh langsung pergi ke kamarnya. Sambil berbaring terlentang di kasur, Eguh memainkan handphonenya, mencari nomor seorang cewek yang sangat dikenalnya di kotak telepon handphonenya. Setelah ketemu kontak nomor si cewek, Eguh pun mencoba untuk menghubungi si cewek. Tutt … Tutt … Tutt … Dan tak beberapa lama telepon Eguh diangkat sama si cewek. “Hallo …, kalo cuma pengen gangguin orang doang nggak usah resek pakek telepon segala, Guh. Aku lagi sibuk ne, pless …,” bentak si cewek yang ternyata Cindy. Malam ini Cindy memang lagi beres-beres barang yang akan dibawanya besok di pesantren, memang dari sore sepulang nongkrong bareng teman-teman geng Cindy menyiapkan segala keperluan yang akan dibawanya nanti saat dirinya mondok. “Santai dong tuan putri, ndak usah ngegas gitu napa. Emang lagi PMS ya?” goda Eguh.
Gara-gara permintaan dari Cindy semalam membuat hati Eguh senang dan bahagia, sehingga membuat dirinya melupakan janjinya yang pernah dibuat dengan Pak Sodik wali kelasnya. Sehingga membuat Eguh bingung memilih janji mana yang harus dia dahulukan, karena dua-duanya begitu penting baginya. Jika dirinya kembali mengecewakan Cindy mungkin gadis yang dia cintai ini akan marah dan benci padanya, itu pasti. Dalam kebimbangan hatinya ini, akhirnya Eguh lebih memilih untuk menghubungi Pak Sodik wali kelasnya, untuk menggalkan dan menunda janji dengan beliau. Eguh mencoba untuk menghubungi Pak Sodik pagi sebelum siap-siap untuk berangkat mengantarkan Cindy ke Pesanten. Saat Eguh menghubungi wali kelasnya untuk membatalkan janjinya dan menjelaskan atas pembatalan janjinya, Pak Sodik ternyata juga tidak bisa datang ke sekolah dikerenakan ada kepentingan keluarga mendadak, ada keluarganya yang meninggal sehingga beliau sekeluarga pergi takziah ke rumah saudaranya itu. Setelah mengakhiri
Selesai melaksankan ibadah shalat Isya’ dan makan malam bersama, kembali Kyai Ali, Nyai Nurul, Hendra dan keluarga, serta H. Mansur dan keluarga berkumpul di ruang keluarga, mereka semua kembali terhanyut dalam obrolan keakraban sebuah keluarga bahagia. Dengan ditemani segelas teh hangat dan juga beberapa piring gorengan dan kue basah, obrolan mereka semakin seru aja di ruangan itu. “Maaf Kyai sebelumnya, kedatangan saya dan istri kesini ingin menitipkan anak kami mondok dan ngabdi di pesantren,” jelas H. Mansur mengutarakan tujuannya kemari disela-sela obrolan. “Mmm, iya aku sudah tau Sur, semalam putriku Aisyah ngabari kalo dirinya mau ngantarkan anakmu sekaligus berlibur,” balas Kyai Ali. “Tapi bagaimana dengan putrimu, apakah dia sudah siap dari hati untuk mondok? Kalo belum jangan dipaksa,” tambah Kyai Ali menegaskan. “Insya Allah Cindy siap Kyai, Nyai. Selain ingin berhijrah, Cindy juga ingin sekali mendalami ilmu agama,” jelas Ci
Sementara itu di sebuah ruang tamu yang megah rumah milik Kyai Ali, terdengar obrolan santai dari beberapa orang yang sedang ngumpul di ruangan megah tersebut. Dalam obrolan orang dewasa ini, tiba-tiba abinya Aisyah menanyakan hal terkait hubungan cucunya dengan putrinya H. Mansur. Mendengar pertanyaan dari Kyai Ali, membuat seluruh orang yang ada di ruang tamu terkejut. “Abi tau dari mana kabar ini? Pasti umik ya yang mengadu ke abi?” tanya Aisyah penasaran dan sedikit kebingungan karena dirinya waktu hanya mengabari terkait hal ini pada umiknya, waktu dia mengabari umiknya melalui jaringan telepon. “Abi gitu, hihihi …,” ucap abinya Aisyah dengan canda khasnya. “Benar Kyai, kami sudah mengikat kedua anak kami dalam jalinan pertunangan walaupun tidak terikat. Namun kami belum memberi tahu mereka berdua Kyai,” jelas H. Mansur. “Mmm …, sebenarnya abi setuju-setuju aja sih dengan niat baik kalian berdua untuk menjodohkan kedua anak k
Selesai sarapan dan ngobrol-ngobrol satai di ruang keluarga, Cindy dan kedua orang tuanya pergi mandi dan siap-siap. Karena pagi ini rencananya H. Mansur dan Hj. Fatimah akan mendaftarkan sekolah putrinya di SMK. Setelah berpakain rapi dan berdandan, Cindy melangkah keluar kamar sambil membawa sepatu kets hitam di tangan kanannya dan tas rangsel yang berisi berkas persyaratan mendaftar di punggungnya. Saat Cindy sedang melangkah berjalan ke ruang keluarga rumah Kyai Ali, pandangan mata Eguh seakan tak berkedip melihat Cindy yang saat ini terlihat begitu cantik. “Cu, nanti kalo kamu cari istri, carilah istri seperti nak Cindy ini ya Cu, udah cantik, sholehah lagi,” goda Nyai Nurul. “Aduh males nek, Cindy memang cantik dan sholehah, tapi cerewet dan paling suka nyubit pinggang Eguh,” rengek Eguh. Mendengar pernyataan Eguh itu membuat telinga Cindy menjadi panas, hatinya melepuh, dan amarahnya pun memuncak. Fix Cindy marah pada Eguh.
Setelah menerima hasil pengumuman anaknya, barulah H. Mansur dengan ditemani istrinya mengurus segala administrasi pembayaran yang menjadi tanggungan putrinya. Sementara itu Cindy memilih pergi meninggalkan ruang sekretariat pendaftaran dan mencari tempat yang nyaman untuk dirinya bisa mengobrol dengan sahabat yang dicintainya melalui jaringan pesan singkat aplikasi W******p. Cindy pun memilih untuk duduk santai di taman sekolah yang ditumbuhi pepohonan yang rindang. *** Sementara itu di rumah orang tua Aisyah … Disebuah ruang keluarga yang cukup besar, terlihat empat orang sedang mengobrol santai tapi serius. “Maaf ni Nak, sebelumnya. Boleh Abi tanya sesuatu,” ucap Kyai Ali sedikit sungkan. “E … eh, iya Abi, boleh,” jawab Eguh sedikit gelisah. “Begini Nak, udah berapa tahun kamu tidak pulang dan menjenguk keluargamu?” tanya Kya Ali. Hendra yang mendengar pertanyaan dari ayah mertuanya Kyai Ali, tiba-tiba