Pada tanggal XIII, di bagian barat dari Kerajaan Lidah Buaya, goa tersembunyi. Kematian Halbert Stanley yang begitu mencengangkan keseluruhan para prajurit. Tidak dengan kelompok Pedang Raja, sekalipun mereka berkata bahwa ketiadaan Halbert mengguncangkan mereka namun sebenarnya tidak. Jelas bahwa mereka lah yang membunuh Halbert tapi tak seorang pun tahu hal itu.
Setelah kematian Halbert Stanley, setelah penghormatan kematian layaknya seorang kesatria yang pernah diagungkan, salah satu rekannya Gaston Bruke merupakan si Ahli Pedang non sihir membuang jasad Halbert yang sedari awal memang tidak ada peti tersebut.
Selain itu rekan-rekan lainnya yang mengikuti rencana jahat Gaston Bruke, tentu akan menutup mulut selama-lamanya. Bahkan mereka berpesta semalaman setelah kematian pemimpin kelompok mereka.
Di samping itu,
“Aku sudah melakukannya. Kau harus tepati janjimu.”
Gaston Bruke melakukan kontak secara tidak langsung, alih-alih hanya berdiri dan melewatinya namun ia berbincang dengan seseorang yang misterius di sana.
***
Setelah beberapa hari, menjelang kematian Halbert. Suara yang entah itu siapa sebenarnya telah memanggil Halbert, ya memanggil. Namun bukan dengan cara biasa sebab suara itu memanggil jiwa Halbert untuk kembali.
Setelah merasa frustasi dan dendam akan terbunuhnya di hari itu, Halbert kembali bangkit sebagai undead atau mayat hidup. Dengan bagian kepala yang sudah tersambung dengan tubuhnya dalam keadaan terjahit, ia masih bisa bersuara dan berpikir serta hal-hal lain layaknya masih seorang yang hidup.
Namun ada kelebihan dan kekurangannya saat Halbert menjadi undead. Ia tidak merasa lapar, haus, atau rasa sakit, jantungnya tidak berdetak, tubuhnya pun tetap dingin seperti itu. Kemudian kekurangannya, cara ia berjalan sedikit lebih lambat dari biasanya.
“Kakiku terasa berat.”
Dan mungkin saja ada kekurangan lainnya yang tidak diketahui. Tapi untuk sekarang, Halbert tengah menuju ke kota kerajaan.
Di suatu desa, bagian terpencil, bagian luar dari kota kerajaan yang berjarak puluhan kilometer dari gubuk kecil sebelumnya, Halbert mampir ke sebuah kedai kecil.
Kedai tersebut pernah digunakan Gaston dkk untuk berpesta. Selain Gaston, Halbert jelas tahu bahwa Gaston memang seringkali ke sini meski dirinya sudah menjadi bangsawan. Itu memang kebiasannya.
“Hei, siapa itu?” Seorang pemilik kedai bertanya dengan berbisik kepada salah satu pelayan yang bekerja di tempatnya.
“Maaf, aku tidak tahu. Tapi bukankah sering kita menemukan orang dengan pakaian serba tertutup begitu?”
“Ah, kau benar juga. Ya sudah, layani dia.”
Mereka membicarakan seseorang yang barusan datang. Tak lain dan tak bukan adalah Halbert Stanley. Pria itu membebat hampir seluruh tubuhnya dengan kain hitam sebab ia tidak mengenakan pakaian sama sekali ketika dirinya terbangun.
Dan tentunya sangat susah, bila ia menemukan pakaian pun pasti sulit menyembunyikan identitasnya sendiri.
“Maaf, di kedai kami tidak ada minuman atau makanan yang layak untuk Anda.”
“Tidak masalah. Aku cukup dengan air segar saja,” jawab Halbert seraya melirik ke segala arah dalam kedai lalu duduk di bangku yang paling dekat dengan pintu.
“Baiklah, terima kasih.”
Kedai yang terbuat sepenuhnya dari kayu. Desa yang dulu pernah ditinggali oleh Halbert sewaktu beranjak remaja bersama Gaston. Tempat yang membuat kenangan masa lalu terus bermunculan, semakin lama mengingatnya semakin membuat Halbert muak.
“Jika bisa, aku ingin segera ke kota kerajaan dan menemui raja. Tapi tidak bisa jika langsung. Belum ini ...dan itu ...aduh,” gerutu Halbert seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Permisi, boleh aku duduk di sini Tuan?” tanya seorang pemuda desa.
“Ya, silahkan. Jangan sungkan dan tolong jangan panggil aku dengan sebutan "Tuan",” kata Halbert sembari menganggukkan kepala.
“Maafkan aku, biasanya orang yang berpakaian begitu tertutup adalah seorang bangsawan dari negeri lain.”
“Oh, begitu.” Halbert menyahut dengan kalimat pendek. 'Sudah kuduga memang tidak bagus. Mungkin seharusnya aku pergi keluar saat malam hari ya?' pikir Halbert dalam benaknya.
Ia jelas merasa kecewa pada dirinya sendiri yang tidak ingin mencolok justru sekarang diperhatikan oleh banyak orang. Cara ia berpakaian dengan sangat tertutup pastilah mengundang penasaran banyak orang.
“Oh iya, apa kau datang kemari untuk sesuatu hal lain? Atau hanya sekadar lapar?”
'Ah, dia mengajakku bicara lagi.' Halbert membatin, mengeluh karena takut ketahuan.
“Tidak. Aku hanya haus saja. Tidak ada alasan lain.”
“Kalau begitu boleh aku tahu siapa kau?”
“Ah itu ...,aku hanya ...,” Bingung, Halbert jadi diam dan menundukkan kepala.
Pemuda desa itu pun lantas tertawa bahak-bahak, sampai semua orang yang ada di sini sangat terkejut dan memperhatikan ke arah mereka.
“Hahaha! Kau mengingatkanku pada seseorang!” Begitu kata pemuda desa ini.
“Ya?”
“Ya, ya! Itu dia!” Ia menunjuk Halbert dan berkata, “Saat kau bingung menjawab maka kau akan menghela napas. Kau gugup dan itu persis seperti dirinya!”
“Dirinya? Siapa itu?”
“Halbert,” jawabnya dengan tersenyum riang.
Sontak saja Halbert dibuat sangat terkejut. Ia diam dengan mata terbelalak, dan akhirnya ia sadar siapakah pemuda yang ada di hadapannya saat ini.
'Wah, tidak aku sangka dia ternyata orang itu. Sudah lama tidak berjumpa, kok dia semakin terlihat muda ya?' batin Halbert.
Di sela tawanya yang begitu besar menggelegar bak petir, terdapat seorang pria masuk ke dalam kedai dengan pakaian zirah kulit dengan busur serta anak panah di punggungnya.
“Selamat pagi kalian semua!!” seru pria tersebut.
“Richardson?” celetuk Halbert tanpa sadar. Pemuda desa yang diyakini adalah kenalan lama Halbert pun tak sengaja mendengarnya mengungkapkan nama itu.
“Ada apa pagi-pagi yang cerah begini, Tuan Richardson datang?” balas pemilik kedai dengan tundukkan kepala.
“Bibi, aku datang untuk memberitahukan sesuatu. Apa kalian tahu tentang kerajaan tetangga?”
“Kami semua tahu hal itu.”
Tiba-tiba semua orang terpaku dengan arah pembicaraan Richardson. Prajurit desa dan penduduknya melebarkan telinga mereka tuk mendengar sesuatu darinya.
“Kalian semua tahu siapa mereka yang sebenarnya bukan?”
“Ya! Tentu saja kami tahu!” Salah seorang menyahut Richardson. Sekali lagi ia berkata sembari menggebrak meja dan berdiri dari tempat duduk, “Mereka semua sampah! Berani-beraninya menculik wanita dan anak-anak! Mereka semua pantas mati!”
“Benar! Raja kami! Yang Mulia Raja Eadric sudah memberikan titah pada seluruh prajurit atau kesatria yang ada di kerajaan kita untuk berperang!” ungkap Richardson dengan mata serius memandang ke depan.
Tak satupun dari perkataannya terdengar kebohongan. Richardson datang untuk memberitakan bahwa perang akan terjadi sebentar lagi. Namun bukannya merasa cemas, justru penduduk desa terlihat bergelora.
“AKHIRNYA!!!!”
“ITU BENAR!!”
“MEREKA SEMUA AKAN BINASA!!”
Entah apa yang terjadi sampai semua ini terjadi. Keadaan pun jadi ricuh dalam sekejap usai Richardson mengungkapkan berita tersebut. Sementara ada beberapa orang terutama wanita yang merasa gelisah, begitu pula dengan pemuda desa ini maupun Halbert sendiri.
Aku Halbert Stanley. Sedari lahir, aku hidup sendiri. Entah siapa yang mengurusku saat masih bayi namun aku tahu siapa yang berada di sampingku sampai detik ini juga. Dia adalah Gaston Bruke. Kami berdua sama-sama tidak punya keluarga, hidup di antara tumpukan sampah di desa kecil yang sudah tak layak ditinggali manusia. Tetapi, kami berdua bisa hidup dengan bahagia. Saat perang kecil-kecilan datang, kami yang masih berusia belia justru merampas jatah perang. Beberapa pedang atau bahkan bahan makanan beku yang tertinggal akan kami ambil. Ketika ingat itu, aku jadi tersenyum dan merasa ingin kembali ke masa kecil meski dulu sangat buruk. Sekarang, aku di sini sebagai Halbert yang adalah mahluk undead. Aku adalah titisan Valkyrie, yang seharusnya bisa mengalahkan bencana dari awal. Tapi aku tidak bisa melakukan itu. Sementara yang kuingat hanyalah ingatan buruk saat Gaston membunuhku. Saat itu aku tidak menyangka itu akan terjadi padamu tapi sekarang aku mengerti. “Pemimpin Halber
Saat kepulan asap yang merupakan racun aktif, dan Halbert dibuat panik karenanya. Suara seorang dewi itu kembali didengarnya. Dewi itu berkata, “Janganlah takut. Baju perang akan menghalau segalanya, dan sayapnya dapat mengibaskan apa pun. Kau merasakan sakit karena aku membuatmu hidup sementara agar dapat menahan kekuatanku ini.” Dari kalimat itu ia akhirnya sadar, memang benar ia merasakan sakit tapi tidak lama setelah itu, racunnya menghilang sedikit demi sedikit. “Sayap? Kalau dipikir-pikir aku baru sadar kalau wujudku ini sangat berbeda,” tukas Halbert.Raja Dunia Bawah tertawa bahak-bahak, tampaknya ia berpikir bahwa titisan Valkyrie akan kalah. Tapi ia jelas salah. “Jangan tertawa sebelum tahu akhirnya akan bagaimana, hei, dasar bencana kurang ajar!” pekiknya selagi menunjuk ke arah Raja Dunia Bawah dengan tatapan kesal.Ia kemudian kembali berdiri tegak, mengenggam pedang besar namun terasa ringan di kedua tangan ini untuk menyerang sang bencana sekali lagi.“Hah? Dia masi
Pertarungan akhir telah dimulai! Halbert melancarkan sihir serangan yang berdampak cukup besar sampai membangunkan jiwa Gaston yang tertidur lelap. Dengan itu, Halbert mencoba untuk memperingatkan bahwa dirinya akan benar-benar membunuh Gaston. Di samping itu, sihir serangan yang dilapisi tekad kuat pun membumbung tinggi. Raja Dunia Bawah kesulitan bereaksi lantaran kecepatan Halbert hampir menyerupai cahaya sehingga sulit diprediksi akan menyerang di bagian mana. Dengan tombak bercahaya sekaligus berselimutkan elemen petir tertancap di tubuh Gaston, sang Raja Dunia Bawah lah yang paling terkena dampak besar dari sihir serangan tersebut. Ia sempat tak sadarkan diri, namun sayang hanya berlaku beberapa detik saja. Setelah itu ia kembali terbangun. “Aku tidak akan lemah hanya karena serangan ini saja. Seharusnya kau tahu itu,” tutur sang Raja Dunia Bawah.“Aku tahu. Aku bahkan tidak pernah berpikir akan menghabisimu dengan mudah begitu. Apalagi aku bukan orang yang suka berbelas ka
Raja Dunia Bawah lantas saling bertukar pandang. Kebencian dan amarah, saat itu Raja Dunia Bawah seakan sudah terdesak lebih awal. Ia merasa sesak saat melihat keberadaan Valkyrie di dalam dirinya. “Pria itu sampai ke tempat ini. Ck, apa yang sebenarnya mereka lakukan?!”amuknya dengan gelisah.Amarah yang jelas terlihat itu membuat Halbert semakin ingin mempercepat serangannya sebagai awal mula. Rose dan Salamander hanya diam dan memperhatikan pria itu, sementara Halbert, ia benar-benar fokus pada musuhnya saja.“Mr. Undead tidak boleh diganggu 'kan? Aku yakin para bawahan yang diciptakan oleh bencana akan segera datang.”“Mereka akan segera datang? Bukankah mereka pergi lebih awal dari kita?”“Ya, kalau menurut Mr. Undead, mereka pergi saat tahu bahwa titisan Valkyrie dalam bahaya. Jadi mungkin, mereka sedang menikmati waktunya selagi bisa, dilakukan sebelum kembali ke majikan?”“Aku tidak yakin bahwa mereka sedang bersenang-senang.”“Aku juga berpikir begitu.”Entah apa maksud Ros
Halbert melirik ke segala arah. Sedang memastikan apakah musuh lain masih mengintai atau tidak. Ternyata ia sadar bahwa selama pertarungannya, para bawahan lain telah memperhatikan dirinya. Meskipun sadar ia tak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula di mata mereka, sekuat apa pun serangan fisik maupun sihir Halbert pada mereka, takkan pernah melukainya sama sekali. Mereka tidak tahu bahwa Penyihir Api Hitam telah benar-benar tewas di tangan Halbert dengan mudah. “Kenapa kau mau melawannya saja? Padahal dengan bertelportasi, kita bisa kabur,” ujar Salamander.“Jika aku kabur mereka akan mengejar. Jangan lupa kalau mereka termasuk ke dalam penyihir gelap tak peduli wujud aslinya seperti apa.”“Kau benar.”“Ngomong-ngomong kenapa kau tahu kalau intinya ada di dada?” tanya Rose penasaran. “Padahal aku tidak tahu di mana itu.”“Aku selalu memotong tubuhnya menjadi dua dari pinggang. Kadang juga di lehernya tapi tak merasa sudah membunuhnya. Begitu tahu dia hanyalah Batu magma api, maka satu ha
Penyihir Api Hitam ditinggal oleh semua rekannya yang sudah pergi menuju ke tempat Raja Dunia Bawah berada. Percakapan antara Rose dengan Penyihir Api Hitam, Rose berencana untuk menguak kelemahannya secara langsung namun tetap sulit rasanya.“Hei, bukankah kau adalah Penyihir gelap sama seperti diriku?” tanya si penyihir itu sembari mendekat.“Ya. Lalu kenapa?” sahutnya ketus.“Lalu kenapa? Bukankah sudah jelas Itu aneh? Kau yang adalah penyihir gelap malah jadi budaknya Valkyrie. Ini di luar dugaan.”“Kau mungkin benar. Rasanya aneh aku yang terkesan jahat ini justru bersanding dengan mahluk suci. Tapi aku tidak sama seperti kalian. Aku manusia sementara kalian bukan.” Rose mengatakannya sambil menunjuk ke arahnya dengan berani.Penyihir Api Hitam tersebut pun tersenyum. Ia mendekati Rose sampai tidak ada jarak di antara mereka. Sesaat penyihir ini mulai tertarik dengan wanita bernama Rose. “Kalau benar, kau mau apa?” Begitulah jawabannya, ia sengaja berbisik di dekat telinga.“Bi
“Kita terus memutarinya karena memang mustahil lari ya?” Rose bergumam.“Dia memang anak yang sulit diperhitungkan. Di samping dia kehabisan waktu, dia merasa ingin mengalahkan lawannya sebagai bahan uji coba,” sahut Salamander.Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Itu adalah makna dari sebuah api. Setiap api memiliki suhunya masing-masing. Api itu menakutkan dan sekalinya tersambar maka habis sudah. Mati dengan cara tersiksa begitu takkan membuat orang senang. Sihir api, sihir yang cocok untuk para bawahan Raja Dunia Bawah. Sihir api ini pun membuat Halbert kewalahan. Alhasil dirinya kembali disambar oleh api hitam yang terlihat begitu mengerikan. Namun di sana, dirinya sama sekali tidak berteriak justru berusaha untuk memadamkan, tapi tak perduli seberapa keras usahanya dalam mencoba untuk memadamkan api jahat ini, api ini tidak kunjung padam justru semakin membesar seiring waktu berjalan. Kenyataan yang mengerikan. Benar apa kata Halbert sendiri, ia sulit dilawan dan apa pun
Penyihir Api Hitam yang seharusnya takkan bisa bangkit kembali, justru ia kembali terbangun dengan keadaan tanpa luka. Semuanya pulih seakan ia tidak pernah terluka sebelum ini. Kejanggalan itu membuat Halbert tertegun, tanpa bisa mengatakan apa-apa. “Kenapa? Kaget ya?” Sementara ia seperti sedang mengejek dirinya. “Kau ...kenapa bisa bangun lagi? Seharusnya kau sudah tidak mampu.”“Coba tebak saja.”“Mana sudi aku menebak apalagi harus melawanmu. Aku sudah banyak dijahit, takkan aku merugikan diriku sendiri,“ tukas Halbert.“Ho, ternyata kau ingin secepatnya menyerah? Jangan harap!”Tidak hanya itu, kecepatannya semakin bertambah, sulit untuk mengikutinya dengan kedua mata. Halbert hanya bisa berfokus untuk bertahan sekalipun sampai harus terdorong mundur ke belakang akibat serangan barusan. “Sepertinya dia bukan manusia sungguhan. Tapi apa ya? Hm, aku merasa aneh dengan musuhnya Mr. Undead,” gumam Rose. Ia diam memperhatikan pertarungan antara Halbert dan Penyihir Api Hitam itu.
Rose berjalan dengan pelan, mendekati Halbert yang sedang beristirahat sekarang. Halbert menatapnya tajam, sebab ia merasa tak nyaman dengan keberadaan seorang wanita di dekatnya.“Kenapa dengan tatapanmu itu?” Rose bertanya selagi ia duduk di dekatnya dengan memeluk kedua kaki. Ia juga tersenyum. Halbert menyahut, “Kau baru dari mana saja? Aku sempat merasakan hal aneh.” Ia balas bertanya sembari menunjuk ke bawah leher. “Hal aneh? Hal aneh apa yang kau rasakan, Mr. Undead?” “Tandanya sempat tergores sesuatu. Tapi setelah itu tidak lagi. Kadangkala aku merasakan rasa sakit di tempat yang sama. Ini pasti berkaitan denganmu. Apa yang kau lakukan sampai nyawamu terancam?” Kembali Halbert bertanya. Rose mengalihkan pandangannya. Ia menatap langit seakan merindukan suatu hal yang besar. Lantas wanita itu pun menjawab, “Aku sempat mati.”“Apa?”“Iya. Sempat mati,” jawabnya sambil menghadap wajah Halbert. Rose menjelaskan kejadian yang telah terjadi padanya dan beberapa orang yang meng