Suara sesosok misterius membuat ruh Halbert terbangun di suatu tempat yang sama misteriusnya.
“Apa kamu ingin hidup?”
“Siapa itu?!”
Terkejut akan suara tersebut, ruh Halbert mencoba mencarinya.
“Aku tahu kau tidak puas jika mati begitu saja bukan?”
“Apa-apaan itu? Aku memang tidak puas tapi—”
“Kau pikir dengan mati, kau bisa melupakan segalanya?”
“Lalu untuk apa ...,argh, entah siapa kau tapi aku takkan melakukan apa-apa selain pergi ke dunia seberang,” celetuk Halbert sok tangguh.
“Kau yakin? Tidak mau hidup kembali dan membalaskan kematianmu itu?” Sesosok itu bisa meledek rupanya, ia membangkitkan amarah Halbert hanya dengan kalimat sepatah dua kata saja.
“JANGAN BERCANDA! KAU PIKIR AKU MAU MATI BEGITU SAJA?! MASIH BANYAK YANG INGIN AKU LAKUKAN, DAN BEGITU AKU MASIH HIDUP MAKA AKU AKAN MEMBUNUH SI KURANG AJAR ITU, GASTON!!!”
Pada akhirnya, isi hatinya membludak keluar dalam sekejap. Nampaknya sosok suara itu membuat umpan yang jauh lebih besar sampai-sampai Halbert pun marah besar.
“Baiklah, sudah kuduga itu jawabannya. Dah!”
Dan dalam sekejap, Halbert benar-benar hidup kembali. Ia terbangun di ranjang yang terbuat dari jerami padi. Kedua matanya terbuka dan melihat selimut kasar di atas tubuhnya.
“Eh?”
Bingung apa yang tengah terjadi sebenarnya. Halbert yang linglung memutuskan untuk pergi keluar dari gubuk kecil itu.
“Pagi? Ini masih pagi? Atau ...sudah berganti hari?”
Ingatan yang paling segar dalam memorinya hanyalah pengkhianatan Gaston dan lainnya. Di mana Gaston telah memeganggal kepala Halbert. Saat sadar bahwa itu sudah lama berlalu, ia kemudian berlari keluar dalam keadaan telanjang bulat, pergi menuju danau yang kebetulan dekat di sana.
“Kepalaku masih tersambung, tapi ini seperti bekas jahitan. Eh?!” Semakin terkejutlah Halbert melihat kepalanya utuh dengan seberkas jahitan di bagian leher.
Ditambah lagi, ia sadar kalau jantungnya sama sekali tidak berdetak. Sekujur tubuh pun terasa sangat dingin. Lantas pria malang itu kembali dibuat bingung.
“Aku sebenarnya sudah mati atau belum sih?”
Hanya pertanyaan inilah yang ada di dalam pikiran Halbert.
Serta,
“Gaston, kurang ajar kau! Kau berani membunuhku? Apa yang sebenarnya aku lakukan, ada dendam apa kau sampai harus membunuhku begini?” celoteh kesal Halbert.
Ya, bagaimana ia tidak kesal? Secara Halbert dan Gaston adalah sahabat karib sedari kecil. Mereka tidak pernah terpisahkan baik suka maupun duka, mereka selalu bersama seperti saudara sedarah.
Tapi tidak lagi sekarang, ketika Gaston mengangkat pedang dan mengayunkannya untuk membunuh Halbert. Ini masih sulit dipercaya.
“Ngomong-ngomong, aku benar-benar kembali hidup, padahal aku hanya bercanda. Yah, meskipun aku tidak benar-benar bisa dikatakan masih hidup atau mati sih.”
Di lain sisi, suara misterius itu cukup menganggu Halbert. Sekalipun benar-benar menginginkan dirinya hidup kembali, tapi ia hanya setengah bercanda karena tahu itu tidak mungkin terjadi. Kecuali satu hal,
“Adakah seorang penyihir gelap di sekitar sini? Siapa yang membuatku hidup kembali?”
Benar, yakni sihir gelap yang seharusnya sudah disegel agar tak ada satu orang di kerajaan Lidah Buaya mempelajarinya. Selain terlarang ini juga amat berbahaya bagi penggunanya sendiri.
“Dan lagi, aku jadi Undead? Ironis sekali ya, setelah membunuh Raja Undead aku mati lalu hidup kembali sebagai Undead,” keluh Halbert seraya menggelengkan kepala.
Lekas ia kembali ke gubuk, dan menemukan kain hitam polos yang cukup untuk membebat seluruh tubuhnya kecuali bagian wajah sebagai ganti pakaiannya.
“Gaston, apa kau pikir aku akan membiarkanmu begitu saja?”
Dendam adalah salah satu cara dan sifat yang akan dimiliki seseorang yang telah dikhianati. Apa pun alasannya, pengkhianatan tetaplah pengkhianatan. Lalu sekarang Halbert telah hidup kembali meski sebagai Undead (Mayat Hidup), ia akan melakukan pembalasan terhadap orang yang telah memenggal kepalanya.
“Ngomong-ngomong badanku tidak bau justru harum seperti bunga. Kenapa begitu ya?”
***
Sementara masih banyak teka-teki mengenai tubuh Halbert sendiri. Sebelum kebangkitan Halbert, lebih tepatnya pada saat setelah kematiannya.
Malam itu, di kedai yang terlihat cukup sepi. Hanya ada beberapa orang selain kelompok Pedang Raja yang berkumpul di satu meja.
“Hei, Gaston! Apakah tidak masalah?” tanya pria berambut merah, si penyihir api dan pemilik kontrak atas roh api—salamander.
“Apanya yang tidak masalah?” balas Gaston bertanya. Selagi ia mengambil tempat duduk di sampingnya.
Kemudian pria berambut merah itu berbisik pelan di dekat telinganya, “Aku cemas jika seseorang menemukan tubuh dan kepalanya di tempat pembuangan sampah.”
“Ha, jangan khawatir. Tempat pembuangan sampah itu akan dikubur dengan tanah. Mayatnya akan menyatu di dalam tanah.”
“Yah, aku tahu itu. Tapi masalahnya ...,”
“Tak seorang pun mau menyelamatkan dia yang sudah mati. Percayalah, aku telah benar-benar memeganggal kepala pria itu,” tutur Gaston dan mengangkat telapak tangannya yang gemetar ke depan.
“Kau gemetaran tuh.”
“Bukankah ini bisa dijadikan sebagai bukti? Aku membunuh temanku sendiri sampai tanganku gemetar karena takut.”
“Takut? Kupikir kau yang paling senang karena telah membunuhnya dengan tanganmu sendiri.”
Mendengar sindiran si penyihir api, Gaston berdecak kesal dengan bibir tersungging.
“Hm, kau peka juga.”
“Hei, hei, kalian jangan asik berbicara sendiri dong!” serobot si pemanah. Lelaki berambut coklat melingkarkan tangan ke belakang leher Gaston dengan sok akrab.
“Sudahlah, jangan bicarakan itu lagi. Kita ada di sini untuk berpesta bukan? Sekalipun aku tidak mau menyewa kedai bobrok ini, aku tetap ingin bersenang-senang setelah kerja kerasku!”
Setelah ungkapan Gaston yang begitu berani, disusul tawa bahak-bahak yang nampaknya sangat bahagia dari para rekannya. Mereka sangat bahagia karena akhirnya telah membunuh pemimpin mereka sendiri.
“Mungkin hanya aku yang kotor di sini. Tapi kalian tidak mungkin akan mengotori tangan kalian sendiri dengan cara menggunakanku 'kan?”
“Maksudmu apa itu? Maksudmu kami akan membunuhmu begitu? Hahaha!!”
“Hei, suaramu terlalu keras!!”
Bersenang-senang setelah orang yang mereka benci telah pergi dari dunia ini. Itulah yang sedang mereka lakukan sekarang.
“Bersulang!!” seru mereka bersamaan seraya mengangkat gelasnya.
Raut wajah tanpa dosa, tanpa merasa bersalah, mereka berempat yang sudah merencanakan ini semua berpikir bahwa ini semua sudah selesai. Tanpa tahu bahwa malapetaka akan segera muncul di depan mereka.
“Bersulang untuk pemimpin kita yang baru, Gaston Bruke! Bersulang untuk Ahli Pedang! Bersulang untuk pria bermata abu-abu!”
“Bersulang! Hahahaha!!”
Selang beberapa saat mereka yang tak ada habis-habisnya bersenang-senang, Gaston beranjak dari tempat duduk.
“Mau ke mana Gaston?”
“Tunggu saja di sini. Aku ada urusan.”
Gaston undur diri dari kelompok tersebut untuk sementara. Ia pergi menghampiri seorang lelaki bertudung yang duduk di belakang meja mereka.
Secara tidak langsung mereka berinteraksi tanpa bertukar tatap mata.
“Aku sudah melakukannya. Kau harus tepati janjimu,” ucap Gaston.
Aku Halbert Stanley. Sedari lahir, aku hidup sendiri. Entah siapa yang mengurusku saat masih bayi namun aku tahu siapa yang berada di sampingku sampai detik ini juga. Dia adalah Gaston Bruke. Kami berdua sama-sama tidak punya keluarga, hidup di antara tumpukan sampah di desa kecil yang sudah tak layak ditinggali manusia. Tetapi, kami berdua bisa hidup dengan bahagia. Saat perang kecil-kecilan datang, kami yang masih berusia belia justru merampas jatah perang. Beberapa pedang atau bahkan bahan makanan beku yang tertinggal akan kami ambil. Ketika ingat itu, aku jadi tersenyum dan merasa ingin kembali ke masa kecil meski dulu sangat buruk. Sekarang, aku di sini sebagai Halbert yang adalah mahluk undead. Aku adalah titisan Valkyrie, yang seharusnya bisa mengalahkan bencana dari awal. Tapi aku tidak bisa melakukan itu. Sementara yang kuingat hanyalah ingatan buruk saat Gaston membunuhku. Saat itu aku tidak menyangka itu akan terjadi padamu tapi sekarang aku mengerti. “Pemimpin Halber
Saat kepulan asap yang merupakan racun aktif, dan Halbert dibuat panik karenanya. Suara seorang dewi itu kembali didengarnya. Dewi itu berkata, “Janganlah takut. Baju perang akan menghalau segalanya, dan sayapnya dapat mengibaskan apa pun. Kau merasakan sakit karena aku membuatmu hidup sementara agar dapat menahan kekuatanku ini.” Dari kalimat itu ia akhirnya sadar, memang benar ia merasakan sakit tapi tidak lama setelah itu, racunnya menghilang sedikit demi sedikit. “Sayap? Kalau dipikir-pikir aku baru sadar kalau wujudku ini sangat berbeda,” tukas Halbert.Raja Dunia Bawah tertawa bahak-bahak, tampaknya ia berpikir bahwa titisan Valkyrie akan kalah. Tapi ia jelas salah. “Jangan tertawa sebelum tahu akhirnya akan bagaimana, hei, dasar bencana kurang ajar!” pekiknya selagi menunjuk ke arah Raja Dunia Bawah dengan tatapan kesal.Ia kemudian kembali berdiri tegak, mengenggam pedang besar namun terasa ringan di kedua tangan ini untuk menyerang sang bencana sekali lagi.“Hah? Dia masi
Pertarungan akhir telah dimulai! Halbert melancarkan sihir serangan yang berdampak cukup besar sampai membangunkan jiwa Gaston yang tertidur lelap. Dengan itu, Halbert mencoba untuk memperingatkan bahwa dirinya akan benar-benar membunuh Gaston. Di samping itu, sihir serangan yang dilapisi tekad kuat pun membumbung tinggi. Raja Dunia Bawah kesulitan bereaksi lantaran kecepatan Halbert hampir menyerupai cahaya sehingga sulit diprediksi akan menyerang di bagian mana. Dengan tombak bercahaya sekaligus berselimutkan elemen petir tertancap di tubuh Gaston, sang Raja Dunia Bawah lah yang paling terkena dampak besar dari sihir serangan tersebut. Ia sempat tak sadarkan diri, namun sayang hanya berlaku beberapa detik saja. Setelah itu ia kembali terbangun. “Aku tidak akan lemah hanya karena serangan ini saja. Seharusnya kau tahu itu,” tutur sang Raja Dunia Bawah.“Aku tahu. Aku bahkan tidak pernah berpikir akan menghabisimu dengan mudah begitu. Apalagi aku bukan orang yang suka berbelas ka
Raja Dunia Bawah lantas saling bertukar pandang. Kebencian dan amarah, saat itu Raja Dunia Bawah seakan sudah terdesak lebih awal. Ia merasa sesak saat melihat keberadaan Valkyrie di dalam dirinya. “Pria itu sampai ke tempat ini. Ck, apa yang sebenarnya mereka lakukan?!”amuknya dengan gelisah.Amarah yang jelas terlihat itu membuat Halbert semakin ingin mempercepat serangannya sebagai awal mula. Rose dan Salamander hanya diam dan memperhatikan pria itu, sementara Halbert, ia benar-benar fokus pada musuhnya saja.“Mr. Undead tidak boleh diganggu 'kan? Aku yakin para bawahan yang diciptakan oleh bencana akan segera datang.”“Mereka akan segera datang? Bukankah mereka pergi lebih awal dari kita?”“Ya, kalau menurut Mr. Undead, mereka pergi saat tahu bahwa titisan Valkyrie dalam bahaya. Jadi mungkin, mereka sedang menikmati waktunya selagi bisa, dilakukan sebelum kembali ke majikan?”“Aku tidak yakin bahwa mereka sedang bersenang-senang.”“Aku juga berpikir begitu.”Entah apa maksud Ros
Halbert melirik ke segala arah. Sedang memastikan apakah musuh lain masih mengintai atau tidak. Ternyata ia sadar bahwa selama pertarungannya, para bawahan lain telah memperhatikan dirinya. Meskipun sadar ia tak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula di mata mereka, sekuat apa pun serangan fisik maupun sihir Halbert pada mereka, takkan pernah melukainya sama sekali. Mereka tidak tahu bahwa Penyihir Api Hitam telah benar-benar tewas di tangan Halbert dengan mudah. “Kenapa kau mau melawannya saja? Padahal dengan bertelportasi, kita bisa kabur,” ujar Salamander.“Jika aku kabur mereka akan mengejar. Jangan lupa kalau mereka termasuk ke dalam penyihir gelap tak peduli wujud aslinya seperti apa.”“Kau benar.”“Ngomong-ngomong kenapa kau tahu kalau intinya ada di dada?” tanya Rose penasaran. “Padahal aku tidak tahu di mana itu.”“Aku selalu memotong tubuhnya menjadi dua dari pinggang. Kadang juga di lehernya tapi tak merasa sudah membunuhnya. Begitu tahu dia hanyalah Batu magma api, maka satu ha
Penyihir Api Hitam ditinggal oleh semua rekannya yang sudah pergi menuju ke tempat Raja Dunia Bawah berada. Percakapan antara Rose dengan Penyihir Api Hitam, Rose berencana untuk menguak kelemahannya secara langsung namun tetap sulit rasanya.“Hei, bukankah kau adalah Penyihir gelap sama seperti diriku?” tanya si penyihir itu sembari mendekat.“Ya. Lalu kenapa?” sahutnya ketus.“Lalu kenapa? Bukankah sudah jelas Itu aneh? Kau yang adalah penyihir gelap malah jadi budaknya Valkyrie. Ini di luar dugaan.”“Kau mungkin benar. Rasanya aneh aku yang terkesan jahat ini justru bersanding dengan mahluk suci. Tapi aku tidak sama seperti kalian. Aku manusia sementara kalian bukan.” Rose mengatakannya sambil menunjuk ke arahnya dengan berani.Penyihir Api Hitam tersebut pun tersenyum. Ia mendekati Rose sampai tidak ada jarak di antara mereka. Sesaat penyihir ini mulai tertarik dengan wanita bernama Rose. “Kalau benar, kau mau apa?” Begitulah jawabannya, ia sengaja berbisik di dekat telinga.“Bi
“Kita terus memutarinya karena memang mustahil lari ya?” Rose bergumam.“Dia memang anak yang sulit diperhitungkan. Di samping dia kehabisan waktu, dia merasa ingin mengalahkan lawannya sebagai bahan uji coba,” sahut Salamander.Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Itu adalah makna dari sebuah api. Setiap api memiliki suhunya masing-masing. Api itu menakutkan dan sekalinya tersambar maka habis sudah. Mati dengan cara tersiksa begitu takkan membuat orang senang. Sihir api, sihir yang cocok untuk para bawahan Raja Dunia Bawah. Sihir api ini pun membuat Halbert kewalahan. Alhasil dirinya kembali disambar oleh api hitam yang terlihat begitu mengerikan. Namun di sana, dirinya sama sekali tidak berteriak justru berusaha untuk memadamkan, tapi tak perduli seberapa keras usahanya dalam mencoba untuk memadamkan api jahat ini, api ini tidak kunjung padam justru semakin membesar seiring waktu berjalan. Kenyataan yang mengerikan. Benar apa kata Halbert sendiri, ia sulit dilawan dan apa pun
Penyihir Api Hitam yang seharusnya takkan bisa bangkit kembali, justru ia kembali terbangun dengan keadaan tanpa luka. Semuanya pulih seakan ia tidak pernah terluka sebelum ini. Kejanggalan itu membuat Halbert tertegun, tanpa bisa mengatakan apa-apa. “Kenapa? Kaget ya?” Sementara ia seperti sedang mengejek dirinya. “Kau ...kenapa bisa bangun lagi? Seharusnya kau sudah tidak mampu.”“Coba tebak saja.”“Mana sudi aku menebak apalagi harus melawanmu. Aku sudah banyak dijahit, takkan aku merugikan diriku sendiri,“ tukas Halbert.“Ho, ternyata kau ingin secepatnya menyerah? Jangan harap!”Tidak hanya itu, kecepatannya semakin bertambah, sulit untuk mengikutinya dengan kedua mata. Halbert hanya bisa berfokus untuk bertahan sekalipun sampai harus terdorong mundur ke belakang akibat serangan barusan. “Sepertinya dia bukan manusia sungguhan. Tapi apa ya? Hm, aku merasa aneh dengan musuhnya Mr. Undead,” gumam Rose. Ia diam memperhatikan pertarungan antara Halbert dan Penyihir Api Hitam itu.
Rose berjalan dengan pelan, mendekati Halbert yang sedang beristirahat sekarang. Halbert menatapnya tajam, sebab ia merasa tak nyaman dengan keberadaan seorang wanita di dekatnya.“Kenapa dengan tatapanmu itu?” Rose bertanya selagi ia duduk di dekatnya dengan memeluk kedua kaki. Ia juga tersenyum. Halbert menyahut, “Kau baru dari mana saja? Aku sempat merasakan hal aneh.” Ia balas bertanya sembari menunjuk ke bawah leher. “Hal aneh? Hal aneh apa yang kau rasakan, Mr. Undead?” “Tandanya sempat tergores sesuatu. Tapi setelah itu tidak lagi. Kadangkala aku merasakan rasa sakit di tempat yang sama. Ini pasti berkaitan denganmu. Apa yang kau lakukan sampai nyawamu terancam?” Kembali Halbert bertanya. Rose mengalihkan pandangannya. Ia menatap langit seakan merindukan suatu hal yang besar. Lantas wanita itu pun menjawab, “Aku sempat mati.”“Apa?”“Iya. Sempat mati,” jawabnya sambil menghadap wajah Halbert. Rose menjelaskan kejadian yang telah terjadi padanya dan beberapa orang yang meng