Share

Bab IV - Ajang Balas Dendam

Kerajaan Lidah Buaya. Mungkin terdengar seram, namun raja yang memimpin kerajaan ini tidaklah seseram nama kerajaan itu sendiri. Pria tua yang sudah berusia lanjut, dengan mahkota di kepalanya adalah tanda ia adalah seorang raja. Raja Eadric. 

Kerajaan yang dikenal oleh Halbert sebagai seorang kesatria, kerajaan itu dikenal sangat damai dan tentram. Tidak ada musuh manusia yang berani melawan kerajaan Lidah Buaya. Sekalipun ada, maka raja akan memilih untuk bernegosiasi ketimbang harus berperang dan membuang nyawa sia-sia. 

'Perang bukanlah tipikal Yang Mulia Raja. Apa yang sebenarnya terjadi pada kerajaan ini selagi aku tidak ada?' batin Halbert merasa syok. Ia mengepalkan kedua tangannya begitu erat saking merasa tidak nyamannya dengan berita perang ini.

“Perang akan semakin dekat, maka dari itu aku minta kalian semua untuk segera bersiap-siap. Jika kalian para pria ingin maju berperang demi membela keadilan maka ikutlah kami untuk memenangkan perang nanti!” seru Richardson, membuat semua para pria semakin bersemangat. 

'Richardson, kau ...!' Batiniah Halbert terasa berat untuk mengatakan sesuatu, rasa sesak di dada membuatnya teringat akan kematian. 

Richardson, adalah Ahli Pemanah. Ialah salah satu bagian dari kelompok Pedang Raja. Salah satu target Halbert yang ingin membalaskan dendam kematiannya ini. 

Amarah yang bersulut membuat mata Halbert menatap benci pada pria tersebut. Antara dendam dan perang, di kedua pilihan itu ia akan kesulitan untuk memprioritaskan yang mana yang lebih dulu.

“Hei, ada apa denganmu?” tanya pemuda desa yang masih ada di dekatnya saat ini. 

“Oh!” Halbert tersentak. Lantas memadamkan api amarahnya, dan kemudian menatap pemuda itu. 

“Tidak. Aku hanya berpikir, kerajaan akan selamanya damai,” ujar Halbert dan melirik Richardson lagi. 

“Hm ...ya, mau bagaimana lagi. Kerajaan ini sudah cukup lama berdiri dengan damai. Tapi kalau tiba-tiba berperang begini, bukankah kerajaan kita akan kalah?” pikirnya. 

“Sudah sangat jarang banyak prajurit yang mengayunkan pedang untuk melawan manusia. Dan yang kau pikirkan benar,” balas Halbert. 

Perang ini ada untung dan ruginya. Di mata seluruh penduduk maupun prajurit kerajaan adalah sebuah keuntungan yang mana mereka akan melihat Pedang Raja. Tapi di satu sisi lain, terdapat kerugian di mata seseorang yang benar-benar mengerti keadaan kerajaan di sini.

“Orang yang dulu mahir berpedang, lalu tidak lagi menggenggam pedang selama era kedamaian. Namun sekarang berperang, pasti orang itu akan dianggap amatiran.”

“Kita berpikiran hal yang sama. Paling-paling yang diuntungkan hanya Pedang Raja yang seringkali melawan mahluk dengan senjata di tangan mereka,” sahut pemuda desa dengan sedikit berbisik. 

Halbert semakin resah. Ia jadi kesulitan bergerak saat tahu ada masalah sebesar ini. Karenanya, Halbert menunda sebentar keinginannya tuk berbalas dendam, dan ingin membuat suatu rencana guna menghentikan perang ini jikalau dirinya bisa.

“Tuan Richardson! Saya ingin bertanya sesuatu!”

“Oh, apa itu?”

“Perang ini ...akan kalian menangkan bukan? Kalian akan membawa kembali anak-anak dan istri-istri kami, iya?”

“Tentu saja!” 

Peperangan yang mungkin didasari oleh suatu masalah di antara mereka. Penculikan, pembunuhan hingga mengakibatkan peperangan.

“Kalian semua sudah mengetahui ini dariku. Maka bersiap-siaplah. Pemimpin kami, Gaston Bruke akan selalu bersama dengan kalian!”

“Ya!!!” 

***

Pembicaraan itu tidak disangka akan memakan banyak waktu seperti ini. 

Richardson si Ahli Pemanah kemudian pergi meninggalkan kedai usai memberitakan peperangan yang akan datang. Dan lagi banyak orang mulai sibuk membicarakan peperangan itu sendiri, mereka terlalu bersemangat. 

“Walau Halbert tidak ada. Kita masih punya Gaston. Anak itu juga kuat sama seperti Halbert bukan?” 

“Iya, benar!”

Gaston Bruke ternyata sudah menjadi pemimpin kelompok Pedang Raja. Untuk sesaat Halbert menyunggingkan senyum di balik kain hitam yang membebatnya. 

“Hei, apa kamu tahu Halbert Stanley?” tanya si pemuda desa. 

“Halbert Stanley? Bukankah dia adalah pria yang hebat? Kudengar begitu,” jawab Halbert. 

“Iya, begitulah. Tapi sayang sekali dia sudah lama tiada. Jujur saja aku sangat merindukannya.”

“Begitu.”

Entah bagaimana ia bisa menjawabnya sebagai orang asing sementara pembahasannya adalah mengenai Halbert sendiri.

“Oh iya, aku belum mengenalmu. Bolehkah kita perkenalan? Oh, sebelum itu —”

Pemuda desa tampak berantusias terhadap Halbert, Halbert sendiri pun kebingungan mendapati pria ini sampai sebegininya. 

“Hei! Kemari!” Pemuda tersebut memanggil pelayan untuk datang. Ia memesan makan dan minuman untuk dua orang. 

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya pesanan sudah sampai. Pemuda desa tersebut lantas menoleh dan berkata, “Aku sudah memesankannya dengan cepat. Jadi ...,”

Ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya sebab Halbert sudah menghilang di tempat duduknya. 

“Ha? Ke mana dia?” 

Halbert tidak punya banyak waktu lagi. Ia lekas pergi dan membuntuti Richardson secara diam-diam. Ia tetap membaur di antara banyaknya orang-orang sampai ketika masuk ke kota kerajaan. 

Tempat di mana kalangan atas, bangsawan tinggal. 

“Kota kerajaan tidak berubah. Aturannya masih sama sebelum aku meninggal ya.”

Terdapat aturan tertentu untuk masuk ke kota kerajaan. Terutama jika penduduk desa biasanya akan diperbolehkan masuk apabila sedang berdagang atau memiliki urusan tertentu dengan seseorang yang ada di sana. 

Tentu saja rumah Halbert juga ada, namun Halbert tidak tertarik untuk kembali ke rumahnya saat ini. 

“Kau! Sedang apa berdiri saja di sana?” tanya salah seorang prajurit yang berjaga di gerbang utama. 

Halbert tidak menjawab, justru berjalan santai mendekati gerbang utama. 

“Hei! Berhenti sekarang juga!”

Ctak! 

Halbert menjentikkan jari dan dalam sekejap keberadaannya tidak terlihat di mata prajurit yang sedang berjaga. Halbert membuat dirinya menyatu dengan warna sekitar sehingga takkan ada seorang pun yang sadar kecuali seorang yang memiliki sihir kuat yang setara dengannya.

Mudah bagi Halbert menyelinap ke kota kerajaan, hanya saja ia perlu memastikan waktu yang sekarang serta apa saja informasi yang tidak Halbert ketahui selama ini. 

“Selain perang, lalu musuhku hanya Richardson saja yang aku temui sekarang. Oh itu dia!” 

Kembali ia fokus pada tujuan pastinya. Selagi memastikan kebenaran tentang perang itu. Ia terus mengikuti langkah Richardson dengan sangat hati-hati agar tidak ketahuan. 

“Perang sebentar lagi. Rencana Gaston akan mencapai puncaknya nanti. Ha, sungguh mendebarkan.” 

Tidak ada ruginya Halbert susah-susah mengikuti selagi menahan diri agar tidak langsung menyerang orang itu dengan gegabah. 

Halbert terdiam dengan amarah, tepat setelah mendengar perkataan Richardson barusan. 

'Rencana Gaston 'kah?' batin Halbert. 

Berpikir bahwa Gaston membunuhnya dan alasan mengapa perang akan segera terjadi kemungkinan adalah sebuah rencana besar, Halbert pun memutuskan untuk tetap melanjutkan ajang balas dendam di tengah peperangan itu nantinya. 

'Nyali kalian bagus juga. Aku sudah tidak sabar melihat wajah kaget kalian saat melihat diriku di sini.' Halbert membatin sekali lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status