Share

4. MASALAH BARU

Author: mayuunice
last update Huling Na-update: 2023-01-03 11:52:49

“Selamat, ya,” ucap seorang laki-laki dengan rambut belah tengah ala-ala cowok dari negeri gingseng. Dia memberikan bunga mawar berwarna putih dan merah muda pada Irene yang tengah memakai toga wisuda.

“Eh? Ma-makasih, Reno.” Irene segera menerima buket bunga pemberian dari laki-laki jurusan ilmu komputer itu.

Terlihat wajah Irene memerah. Bahkan, sesekali dia menjilat bibirnya yang tidak kering sama sekali.

Ah, sial! Entah kenapa Irene merasa dirinya jadi salah tingkah. Padahal, dia hanya diberi bunga oleh pria itu.

“Doakan aku cepat menyusul ya,” tambah Reno sembari melemparkan senyum manisnya.

Oh my good! Hati Irene meleleh tatkala melihat senyuman yang begitu menghangatkan hatinya.

Irene memang sudah menyukai Reno sejak dari semester tiga. Mereka bertemu saat mata kuliah olahraga. Kebetulan, jurusan ilmu komputer mendapatkan jadwal yang sama seperti jurusan sejarah. Dan, di sana pun Irene mengenal Aldi. Ketiganya pernah berada di satu kelompok yang sama.

“Ah, tentu. Aku selalu doakan yang terbaik untuk kamu dan Aldi,” timpal Irene.

“Nggak buat aku sendiri aja? Harus ada Aldinya?” goda Reno.

Alamak! Jantung Irene tak bisa dikontrol lagi sekarang. Dia benar-benar ingin berlari mengelilingi fakultasnya sekarang.

“Ya … kan, kalau doa itu—”

“Ren!”

Tiba-tiba seorang laki-laki menginterupsi. Sontak Reno yang tadi sedang menatap Irene langsung menoleh ke belakang.

“Udah beres, belum? Ini kita diminta balik ke fakultas, udah mau mulai acaranya,” kata teman dekat Reno.

Reno melirik ke arah Irene tidak enak. Namun, gadis itu hanya mengangguk–mempersilakan Reno jika dia harus segera pergi.

“Oh, oke. Kita caw,” balas Reno pada Alfi, kemudian kembali melihat Irene, “Nanti, aku chat, ya. Kita makan malem bareng. Ok?”

Apa? Makan malam bersama dengan Reno? Serius? Irene tidak salah dengar, kan? Bagaimana ini? Rasanya, wajah Irene semakin memanas. Bukan karena marah, tapi malah sebaliknya, dia merasa sangat bahagia sekarang.

“Oh, i-iya. A-aku tu-tunggu,” sahut Irene yang mendadak gagap.

Reno hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan Irene.

“Siapa?” Suara bass di telinganya berhasil mengejutkan Irene. Mendadak, perempuan itu kembali pada mode normal.

“Hah? Siapa, siapa?” tanya Irene pada laki-laki yang terlihat lebih muda darinya. Dia nampak bingung ketika ditanya pertanyaan seperti itu.

“Cowok tadi,” timpalnya dengan nada dingin. “Pacar? Atau masih kecengan?”

“Oh, itu … temen doang. Nggak usah dipikirin, Gie.”

“Nggak yakin kalau cuman temen, Kak. Pasti kalian lagi deket, kan? Soalnya sampe ngajak makan malem gitu,” terang Irgie–adik dan keluarga inti satu-satunya yang Irene punya.

“Apaan, sih, Gie? Nggak, kok! Udah nggak usah dihiraukan, sekarang antar kakak ketemu keluarga Kak Gita, yuk!” ajak Irene mencoba mengalihkan pembicaraan adiknya itu.

“Denger, ya, Kak. Pokoknya, kalau Kakak sampai dekat atau pacaran sama dia, Irgie nggak akan restui. Dia tuh vibes-nya bukan cowok baik-baik,” kata Irgie memberikan sebuah peringatan pada Irene mengenai Reno.

Namun, bukannya menanggapi dengan serius, Irene hanya menggelengkan kepalanya.

“Apaan, sih, Gie. Kakak bilang, kan bukan siapa-siapa. Ayok, ah, kita temui keluarga Kak Gita,” ajak Irene.

***

Irene benar-benar tidak mempedulikan saran Irgie.

Malam harinya, Irene tetap pergi menemui Reno..

Biasanya malam setelah wisuda, orang-orang akan berkumpul dengan keluarganya. Namun, hal itu tak bisa dirasakan oleh Irene. Irgie, adik satu-satunya Irene pun harus segera pulang ke kampung halaman, karena besok dia harus kembali sekolah.

Orang tua? Tidak ada. Keduanya menjadi anak yatim piatu sejak Irene lulus SMA. Ibu mereka meninggal saat melahirkan Irgie, atau saat umur Irene tujuh tahun. Kemudian, ayahnya menyusul sebelas tahun kemudian.

Awalnya, Irene bahkan tidak berharap dia bisa kuliah. Dia berniat untuk bekerja, karena harus membiayai adiknya. Namun, dia mendapatkan kesempatan beasiswa di Universitas Wastukencana. Selain itu, Bibinya bersedia untuk mengurus Irgie di Tasikmalaya.

“Kita makan di sini aja, gapapa?” tanya Reno–menyadarkan Irene dari lamunan.

Saat ini, mereka berdua sedang berada di parkiran salah satu tempat steak yang lumayan terkenal di sana. Tempatnya pun tidak jauh dari tempat kosan Irene.

“Nggak papa, santai di mana aja,” jawab Irene dengan cepat, sembari memberikan helm pada Reno.

“Oke.”

Reno dan Irene pun jalan bersamaan memasuki tempat makan tersebut. Namun, belum juga mereka berdua tiba di pintu masuk—mungkin jaraknya masih enam meter lagi. Tiba-tiba Irene melihat sosok laki-laki tampan nan gagah yang dua hari lalu bertemu dengannya.

“Mampus!” ucap Irene pelan yang tiba-tiba menghentikan langkahnya saat melihat Juna. Namun, ternyata ucapannya itu terdengar oleh Reno.

“Hah? Kenapa, Ren?” tanya Reno.

Irene tak langsung menjawab. Kedua bola matanya masih sibuk melihat ke arah tempat makan–memperhatikan Juna yang sedang kebingungan.

“Irene?” panggil Reno karena tak kunjung mendapat jawaban dari Irene.

“Hah?” Irene mengerejap, melihat ke arah Reno. “Oh, Ren, gimana kalau kita pindah tempat makan. Kalau kamu mau makan steak, kita ke daerah ….” Irene mencoba mengingat tempat steak yang tidak jauh dari sini. “Daerah DU aja gimana?” tanya Irene.

“Memangnya kenapa?” Reno balik bertanya karena penasaran.

“Mmm … kayaknya di sini lumayan penuh. Kita ke daerah DU aja, yuk!” Irene menarik lengan baju Reno, dan membawanya kembali ke parkiran motor.

Sebisa mungkin, Irene tidak bertemu dengan Juna. Hari ini adalah hari bersejarah untuk Irene. Dan, dia tidak ingin hari indahnya harus dirusak oleh Juna dan fakta tentang hutang Irene padanya.

Untungnya, Reno tidak banyak protes. Laki-laki itu pun menurut dengan apa keinginan Irene. Keduanya gegas pergi  ke arah parkiran dan langsung pergi ke daerah DU–sesuai saran dari Irene.

***

Di sisi lain, Juna baru saja memasuki tempat makan khusus steak itu. Dia melirik ke kiri dan ke kanan, seperti sedang mencari seseorang. Sedetik kemudian pandangannya terhenti, tatkala melihat sosok laki-laki dengan kaos putih berbalut jaket levis sedang memainkan ponselnya.

Tak menunggu lama Juna pun menghampirinya.

“Mas Aldi?”

BERSAMBUNG ….

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 5

    “Apa? Ada anak laki-laki yang menggoda anak perempuan Papa?” Tiba-tiba saja Juna datang dengan pakaian yang sudah lengkap. Dia langsung menghampiri anak dan istrinya. “Siapa dia, Nathan?” tanya Juna lagi. Nathan menoleh ke arah sang ayah, dia merasa memiliki teman sekarang. “Ada, Pa. Dia anak laki-laki di kelas sebelah. Nathan tidak suka Freya dekat dengan Farrel, karena laki-laki itu sering kali memberikan anak perempuan ikat rambut. Sudah jelas dia bukan laki-laki baik, kan, Pa?” ucap Nathan. “Wah, jelas. Dia bukan laki-laki yang baik. Dia dekat dengan semua perempuan. Bagus, Sayang, kamu harus melindungi adikmu.” Juna langsung mengelus puncak kepala Nathan. Sedangkan anak laki-lakinya itu tersenyum penuh kemenangan. Berbeda dengan Nathan yang merasa dibela oleh sang ayah. Freya terlihat matanya berkaca. “Papa kok membela Kak Nathan?” ucap Freya dengan suaranya yang bergetar, “padahal Papa bilang kalau kita harus menerima pemberian dan niat baik dari orang lain. Freya tahu kal

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 4

    “Pa, sebaiknya Papa di rumah saja. Nanti Jessica akan mengirim kabar secepatnya,” ucap Jessica pada ayah mertuanya.Kini mereka sedang di rumah sakit. Tidak, tidak ada yang sakit, hanya saja ada seseorang yang hendak melahirkan.“Tidak, Papa tidak bisa menunggu di rumah dengan tenang. Papa sudah sangat menantikan cicit dari Juna,” jawab Jodi yang sedang duduk di kursi roda dan di temani dengan asisten pribadinya.Kesehatan Jodi tidak seprima sebelumnya. Namun, begitu dia sangat mengayomi Irene. Bahkan hampir setiap minggu Jodi selalu mendatangi kediaman Jessica. Karena selama Irene hamil, perempuan itu tinggal dengan ibu mertuanya.Kehadiran anak Juna dan Irene sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang, bukan hanya ibu bapaknya saja. Hampir seluruh keluarga besar Juna dan Irene menantikan kelahiran mereka. Bahkan tak sedikit dari mereka yang bertaruh, anaknya akan mirip seperti Juna atau Irene.“Suami Bu Irene apa sudah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 3

    “Good evening, My Honey.”Irene masih diam bagaikan patung. Dia merasa sangat sangat terkejut dengan kedatangan Juna. Ya, benar Juna suaminya, kini ada di hadapan Irene.“Kaget, ya?” goda Juna.“Kamu kok ada di sini? Kapan berangkatnya?” tanya Irene dengan mulut sedikit menganga.“Kemarin kalau waktu Indonesia,” jawab Juna cepat, “aku nggak dipersilakan masuk?” tanyanya lagi.Irene mengerejap, dia benar-benar dibuat ternganga oleh kedatangan Juna yang sangat tiba-tiba.“Ah, iya. Ayok masuk, tapi kamar apartemenku kecil. Cuman tipe studio,” ucap Irene.Juna menggeleng. “Tidak apa. Asal bersamamu, tempat sekecil lemari pun aku merasa nyaman,” gombalnya.Irene mendengus, lalu sedikit mendelik. Karena tak banyak bahan makanan yang tersedia. Irene hanya memasak mie instan untuk suaminya.“Maaf aku cuman bisa kasih ini. Kalau kamu bilang, aku bisa prepare,” ucap Irene.“No problem, Honey. Kalau aku bilang, bukan surprise namanya.”Irene menghela napas, lalu memberikan semangkuk mie instan p

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 2

    Atmosfer di kamar itu terasa sangat panas. Bahkan peluh dua insan manusia itu sudah melebur menjadi satu. Suara napas mereka saling berderu satu sama lain. Tak ketinggalan suara desahan demi desahan terdengar jelas keluar dari mulut sang perempuan muda.“Tahan, ini akan terasa sakit di awal,” ucap Juna sambil menatap kedua mata cokelat milik istrinya.Setelah pemanasan di kamar mandi, mereka pun kembali ke kamar, sesuai dengan permintaan Irene. Pasalnya Irene merasa tidak nyaman dan tidak leluasa. Apalagi dengan nol pengalaman yang dimiliki Irene.“Jun, aku takut,” rintih Irene. Namun, begitu rintihan itu terdengar seperti seseorang yang sedang menikmati nikmatnya dunia.“Tenang, kamu percayakan saja padaku,” kata Juna meyakinkannya. Kemudian dia mengecup kening istrinya.Irene pun mengangguk, walau perasaan takut kini mulai bisa ia rasakan. Dia sedikit ngeri ketika membayangkan sesuatu masuk ke dalam tubuhnya. Apalagi milik Juna terlihat sangat besar dan juga gagah. Apa bisa miliknya

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 1

    “Silakan, Mas Juna kita sudah sampai,” ucap seorang sopir yang duduk di balik kemudi. Setelah acara pesta selesai, Juna dan Irene menuju sebuah hotel mewah di ibu kota. Mereka belum sempat menyusun acara bulan madu, karena besok Juna ada agenda penting yang tidak bisa ia tinggalkan. Ya, wajarlah, mereka menikah itu the power of dadakan. Ketika Irene sudah mengatakan bahwa dia akan kembali pada Juna. Hanya berselang satu minggu, Juna langsung mempersunting Irene. Bahkan untuk momen tunangan saja mereka melewati hal tersebut. Juna merasa sedikit khawatir, kalau saja Irene kembali berubah pikiran. Atau sebenarnya memang Juna sendiri sudah merasa tidak tahan dengan statusnya sebagai duda loyo? Tak hanya Juna yang memiliki agenda penting, Irene pun sama demikian. Dia harus kembali ke Inggris untuk sementara waktu. Menyelesaikan apa yang seharusnya dia selesaikan terlebih dahulu. “Selamat datang Pak Juna Atmadjadarma dan juga istri,” sambut seorang pria jangkung dan mempunyai tubuh gagah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   144. PELABUHAN TERAKHIR (END)

    Juna merasa gelisah, karena dirinya khawatir tidak sempat untuk bertemu dengan Irene. Dirinya langsung keluar dari mobil SUV hitam dan langsung berlari memasuki bandara. Beberapa kali Juna harus menyalip beberapa kerumunan, dan dia terus meminta maaf. “Please, Tuhan. Semoga sempat,” batin Juna, yang tak pernah memperlambat langkahnya. Sampai di suatu titik di mana Juna melihat gadis yang sedang dicarinya sedang berlari dari arah yang berlawanan. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan, tapi Juna merasa bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengannya. Juna rela meninggalkan rapat penting demi menyusul Irene. Dia tidak ingin kehilangan gadis itu untuk kesekian kalinya. Juna tidak bisa membiarkan Irene pergi meninggalkannya sendiri. Walau Juna siap menunggu Irene sampai kapan pun, tapi jika masih bisa untuk menahannya maka akan Juna lakukan. Gadis itu semakin dekat dengannya. Juna bisa melihat kalau Irene pun ikut memandangnya. Sedetik kemudian, Juna melihat kalau

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status