**************
Sastra meletakkan tubuh Sekarjati di atas ranjang sembari menggosok pelan telapapak tangannya. Sesekali ia mengintip ke luar jendela yang tertuju pada halaman belakang. Sorot matanya tajam memancarkan aura intimidasi kuat. Tepat di halaman belakang, Langkasuma tengah menahan amarahnya ketika Lembayung Ijo berkelit begitu ia bertanya mengenai sosok laki-laki yang dimaksudkan.
"Apa alasanmu kemari? Apakah kau tidak takut aku membinasakanmu?" ucap Langkasuma.
"Alasan ku kemari sangatlah jelas mengunjungi kekasihku. Dan mengapa aku takut kepadamu? Kau belum pulih sempurna," balas Lembayung Ijo tertawa kecil.
Langkasuma yang telah hilang kesabarannya segera menyerang Lembayung Ijo dan pertarungan tak dapat dihindari. Bentrokan energi menyebabkan aura di sekitar menjadi kacau dan bagi siapapun yang peka maka dapat merasakan dampaknya. Lembayung Ijo bernyanyi lirih begitu indah nyanyian yang diucapkannya dan tanpa sadar kabut merah muncul.
"Kang Mas....." ucap seorang wanita yang sangat cantik berpakaian minim berjalan dengan anggun ke arah Langkasuma menyentuh tubuhnya menggunakan jari lembut miliknya menelusuri tubuh atletis miliknya.
Para gadis muda muncul dari balik kabut berlarian kecil ke arah Langkasuma memeluknya dan menggoda dengan kata-kata manis.
* " Mantra Asmaralaya Maningit. Kau benar-benar perawan suci yang terkutuk!" balas Langkasuma meledakkan aura nya menjauhkan para gadis muda dari tubuhnya yang kemudian kumpulan gadis muda tersebut menunjukkan wujud sebenarnya berupa wajah buruk rupa dan aroma busuk.
Sosok gadis yang bertahan tak lain adalah Lembayung Ijo yang tertawa kecil menghembuskan nafas pelan di belakang telinga Langkasuma yang kemudian menunjukkan wujud sebenarnya kembali. Ekor ular hijau melilit Langkasuma namun dirinya tak begitu panik.
"Dari sekian banyaknya punggawa muda kerajaan Lintang Pethak, hanya kau Langkasuma yang begitu menarik para wanita bahkan membuat iri laki-laki lain. Bukankah itu yang membuatmu berkhianat?" ucap Lembayung Ijo mendekatkan wajahnya dengan wajah Langkasuma mengubah bentuk wajahnya menjadi manusia kembali yang terlihat begitu cantik. Bibirnya merona alami dan hembusan nafas penuh hasrat ditiupkannya kepada Langkasuma.
"Kesalahanku di masa lalu aku tak akan mengulanginya lagi dan aku memastikan bahwa Gusti Putri yang duduk di atas singgasana raja," balas Langkasuma tersenyum meremehkan mendekatkan wajahnya hingga keduanya saling berbagi oksigen.
Lembayung Ijo memejamkan matanya tersenyum senang sedangkan tangannya telah memegang senjata keris yang berada tepat di leher Langkasuma.
"Aku tak mungkin untuk membinasakanmu. Akan tetapi aku bisa menaklukkanmu menjadi milikku membawa mu ke alam Kendanamirah menjadikanmu kekasih abadiku selamanya bersamaku dalam kabut merah cinta berdosa," ucapnya dengan nada menggoda.
Langkasuma mendegus dingin tersenyum canggung. Ia menatap mata Lembayung Ijo yang jernih mempesona.
** "Bagaimana aku bisa bersama mu jika Keris Lempung Asih milikmu berada di leherku?" balas Langkasuma mengecup bibir Lembayung Ijo.
Bommmmm!!!!
Ledakan dahsyat menghilangkan kabut merah dan sesosok laki-laki berpakaian kerajaan muncul memancarkan aura kewibawaannya.
"Apakah Raden Langkasuma telah merindukan kasih sayang dari seorang wanita hingga ia terpesona akan rayuan iblis terkutuk?" ucap Ranggalawe dengan nada menyindir.
"Tentu saja tidak. Aku hanya ingin bermain-main dengannya," balas Langkasuma mengelak.
"Dasar laki-laki tak bermoral. Kau sama saja seperti dahulu atau jangan-jangan kau berada dipihak yang sama dengannya?" balas Ranggalawe seakan-akan terkejut.
Langkasuma yang mendengar ejekan Ranggalawe segera melepaskan dirinya meraih ujung ekor Lembayung Ijo menariknya kemudian dibantingkannya dengan keras ke tanah sebelum menghampiri Ranggalawe.
"Aku perlu berbicara denganmu," ucap Langkasuma menunjukkan wajah seriusnya.
Tak ada balasan dari Ranggalawe yang terkesan acuh kepadanya. Langkasuma menghela nafas pasrah tak berdaya menghadapi sikap Ranggalawe.
"Kang Mas Ranggalawe," ucap Lembayung Ijo dengan nada senang dan mata berbinar.
Langkasuma menatap Ranggalawe tersenyum mengejek ketika mendengar panggilan Lembayung Ijo.
"Ternyata Kang Mas Langkasuma yang dicari olehnya. Begitu rindu hingga jauh-jauh datang dari Alam Kendanamirah,"ucapnya yang dibalas tatapan dingin Ranggalawe.
"Sepertinya kau harus belajar lagi. Ajian Dasa Warna Sukerta milikmu bahkan tak mampu menahannya," balas Ranggalawe tersenyum tipis melangkahkan kakinya kemudian menghilang dan muncul di depan Lembayung Ijo.
Perasaan bahagia terpancar jelas dari raut wajah Lembayung Ijo yang begitu senang melihat Ranggalawe menatapnya dalam.
"Apa yang Kang Mas inginkan dariku?" tanya Lembayung Ijo.
"Siapa yang menghancurkan lapisan alam Kendanamirah? Tak mungkin Gusti Putri yang melakukannya ketika kekuatannya begitu lemah. Apakah Durgamaya yang menyuruhmu kemari?" ucap Ranggalawe bertubi-tubi bertanya kepada Lembayung Ijo yang langsung mendapatkan respon buruk.
"Seseorang yang memiliki hubungan dengan Gusti Putri Gusti Putri. Kedatanganku kemari tentu saja mengunjungi kekasih abadiku Kang Mas Ranggalawe. Aku rela menjaga kesucianku untuk mu hingga saat ini," balas Lembayung Ijo mengulurkan tangannya menyentuh leher Ranggalawe.
"Kembalilah ke alam Kendanamirah dan jangan pernah kembali," ucap Ranggalawe tegas terlihat dari sorot matanya.
Lembayung Ijo terdiam menatap mata Ranggalawe untuk beberapa saat sebelum menghela nafas.
"Jika ini menjadi pertemuan terakhir kita maka aku ingin bertanya kepada mu. Apakah kau pernah mencintaiku?"
"Tidak," jawab singkat Ranggalawe.
Lembayung Ijo tak bertanya lebih lanjut namun pergi menghilang di udara. Langkasuma menghampiri Ranggalawe bertanya apa yang diobrolkan oleh keduanya.
"Jika kau ingin bertanya siapa laki-laki yang dimaksudkan menghancurkan penghalang alam Kendanamirah maka jawabannya adalah Rangga Surengpati kekasih Dyah Sri Durgamaya," ucap Ranggalawe berbalik sebelum menghilang meninggalkan Langkasuma sendirian.
* Mantra Asmaralaya Maningit= Cinta yang disembunyikan jadi kutukan menjadikan kabut merah sebagai racun hasrat terkutuk membuat siapapun berkeinginan untuk bercinta menjadi budak hawa nafsu.
** Keris Lempung Asih= Keris Tanah Cinta yang Membusuk. Keris yang mampu membuat tubuh siapapun menjadi busuk dan jiwanya menjadi budak nafsu yang terkutuk abadi di dalam dosa.
Pak Ardira berlarian kecil kembali ke desa Nglimputan. Pemakaman telah usai dan monumen makam massal telah terpasang. Ia mencari-cari pusaka tombak dan keris di sekeliling nya dengan gelisah. "Apa yang kau cari wahai manusia," ucap seorang wanita yang seketika membuat Pak Ardira tersentak kemudian menoleh. "Sri Dyah Durgamaya," ucapnya pelan. Durgamaya berjalan mendekati Pak Ardira yang tak bisa bergerak entah karena apa. Jarak keduanya begitu dekat hingga nafas memburu terdengar begitu jelas. "Kau bukan berasal dari zaman ini," ucap Durgamaya membuat Pak Ardira terkejut. "Kau mengetahuinya?" balas Pak Ardira memberanikan diri untuk berbicara. "Tentu saja. Kembalilah ke tempat di mana kau berada dan jangan pernah ikut campur urusan ku dimari," ucap Durgamaya tersenyum kemudian tertawa tipis. Pak Ardira terdiam ditempat seakan-akan takut untuk bergerak menarik perhatian wanita iblis di depannya itu. Durgamaya tersenyum berjalan menjauhinya melihat makam massal membuatnya
Pak Ardira dan sang sopir masuk ke dalam setelah dipersilahkan. Mereka duduk di kursi anyaman rotan menunggu Ki Wahyu Prabawa segera kembali. "Siapa gerangan yang menemui ku saat ini?" tanya Ki Wahyu Prabawa. "Saya Ardira dari Balai Warisan Nusantara dan sopir saya Siswo" Ki Wahyu Prabawa menganggukkan kepalanya menuangkan air dari dalam kendi menyodorkannya kepada Pak Ardira dan sang sopir Siswo. "Minumlah, kalian telah jauh-jauh datang dari Jakarta kemari," ucapnya dengan senyuman tulus. Keduanya minum air dari gelas merasakan dahaga yang terpuaskan oleh air segar pegunungan. Pak Ardira kembali membuka topik pembicaraan kedatangannya kemari. "Aku tahu seseorang akan datang kemari dan oleh karena itu aku menyambut Anda," ucap Ki Wahyu Prabawa. "Syukurlah Anda tahu kedatangan saya dan berharap mendapatkan penjelasan mengenai kejadian malam itu," balas Pak Ardira. Ki Wahyu Prabawa menghela nafas panjang mengingat kejadian kelam pembantaian satu desa pada malam itu. "
Pak Ardira turun dari mobil berjalan menuju ke arah hutan tempat desa Nglimputan berada. Dengan mengenakan sepatu yang telah dibungkus plastik dan membawa payung hitam dirinya melewati barikade polisi yang mempersilahkannya masuk. Ia berjalan dengan tatapan datar melewati jalan satu-satunya menuju desa. Panggung wayang basah oleh hujan dan darah dari para penduduk desa mengalir mengikuti arus air hujan. "Benar-benar kejam," gumamnya melihat evakuasi mayat warga yang dilakukan relawan medis dan kepolisian untuk dimakamkan secara masal. Lubang besar telah digali dan mereka dimasukkan satu per satu ke dalamnya setelah dibersihkan. Pak Ardira mendekat melihatnya yang kemudian dihentikan oleh kemunculan seorang polisi. "Pak Ardira," ucap polisi tersebut ramah mengenali sosok di depannya. "Pak Angga yang menangani kasus ini?" balas Pak Ardira. "Benar. Saya yang menangani kasus pembantaian desa Nglimputan. Lama tidak bertemu dengan Pak Ardira," jawab Pak Angga sembari tersenyum.
Keesokan paginya berita akan pembantaian di desa Nglimputan termuat dalam media nasional. Kehebohan terjadi dan berbagai asumsi beredar di masyarakat. Pihak berwenang belum mengkonfirmasi motif pembantaian yang terjadi. Para jurnalis dari ibukota meluncur ke tempat kejadian mencoba menggali informasi langsung dari pihak kepolisian. Garis polisi membentang di tempat perkara dan para jurnalis mengenakan sepatu yang dilapisi plastik agar tidak menganggu ataupun mengubah tempat perkara. Sedangkan Sekarjati tengah dirawat di rumah sakit daerah kabupaten menjalani perawatan intensif dan sampai saat ini belum sadarkan diri. Balai Warisan Nusantara. Bapak Ardira tengah duduk di ruangannya melihat berita yang tengah menyiarkan tayangan langsung dari tempat perkara dikejutkan dengan kemunculan Bu Paramita yang masuk ke dalam ruangannya secara tiba-tiba. "Pak! Semua ini di luar prediksi kita. Sekarjati tak sadarkan diri dan Sastra menghilang entah kemana. Kementrian menutup paksa renacana pe
"Kita bertemu kembali saudaraku," ucap Durgamaya tersenyum senang.Kemunculannya bersamaan dengan Sastra dan para pengikutnya. Langkasuma segera menarik Sekarjati untuk tetap berada di dekatnya."Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Sekarjati."Nyawamu," jawab Durgamaya melotot tajam dan tertawa pelan."Jangan libatkan warga desa dalam rencana busukmu itu!" bentak Sekarjati yang langsung mendapatkan respon buruk dari Durgamaya berupa tekanan kuat begerak ke arah Sekarjati kemudian pancaran cahaya emas melindunginya.Liontin merah melayang memancarkan cahayanya yang seketika membuat mereka mengerang kesakitan. Durgamaya mengepalkan tangannya menahan amarah begitu melihatnya."Pilihanmu hanya menyelamatkan mereka atau kau mati," ucapnya memberikan ancamannya."Aku memilih mati," jawab Sekarjati tegas.Langkasuma yang melihat tekad Sekarjati mengerutkan keningnya dengan kecepatan kilat menyentuh kening Sekarjati membuatnya pingsan."Baiklah. Pertempuran kali ini benar-benar di luar bayan
"Siapa kau?" ucap Sekarjati dengan nada ketakutan. "Aku Bhatara Kala Mandrapati sang Raja Kegelapan. Bukankah lakon ini dipersembahkan untukku?" ucapnya tertawa keras berjalan menuju ke arah panggung berdiri di belakang sang dalang kemudian duduk yang seketika membuat tubuh sang dalang bergetar memegang wayang kulit tokoh Bathara Kala dengan erat. Suara gamelan kian keras terdengar dan para penabuhnya memainkannya begitu keras bertempo cepat. Sang dalang tertawa dengan suara beratnya menggerakkan tokoh Bathara Kala begitu lihai. Sekarjati beranjak berdiri ketika menyadari aura negatif begitu kental mengelilinginya. "Aku kelaparan dan membutuhkan makanan dan kalian semua adalah makananku," ucap sang dalang tertawa keras menancapkan wayang kulitnya begitu keras kemudian beranjak berdiri menatap semua orang dengan senyuman misterius. "Wahai pengikut setiaku. Datanglah kemari nikmati hidangan terbaik kalian," ucapnya lantanng terdengar merentang kedua tangannya yang seketika puluhan m