Share

Mulai Mencari Tahu

Penulis: yoga surendra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-17 22:00:30

Sekarjati selesai membersihkan badannya tengah bersantai di halaman belakang sembari melihat pohon beringin begitu rindang menambah kesejukan. Ia teringat akan Ranggalawe yang telah membantunya pergi ke puncak bukit Kendanamirah hingga membuatnya bertemu dengan Rara Lembayung Ijo.

"Ada makanan dari Bu Lasmi," ucap Sastra tiba-tiba muncul menunjukkan rantang baru yang dibawanya.

Sekarjati beranjak berdiri menghampiri Sastra dan keduanya menyiapkan keperluan alat makan. Mereka duduk berhadapan di ruang meja makan setelah semuanya siap. Aroma dupa harum membuat Sekarjati tersenyum tipis menatap Sastra.

"Sepertinya kamu telah meniru kebiasaanku untuk menyalakan dupa pengharum ruangan," ucap Sekarjati tertawa kecil.

"Aku mulai menyukai aroma dupa. Mungkin karena aku selalu berada di dekatmu," balas Sastra.

Keduanya makan dengan lahap untuk beberapa saat. Sastra menyelesaikannya terlebih dahulu membuat Sekarjati menggelengkan kepalanya heran.

"Sepertinya laki-laki ditakdirkan untuk makan begitu cepat dibandingkan perempuan, " balas Sekarjati dengan nada bercanda.

"Mungkin begitu," ucap Sastra menangkat bahunya tanda tak tahu.

Sekarjati tak begitu serius menaggapi balasan Sastra. Ia mengumpulkan alat makan kotor untuk di bawa ke belakang dan dicuci mengabaikan Sastra yang tengah menyanyi tak begitu jelas. Sekarjati berjalan hingga ke pelataran sumur. Pikirannya teringat akan kejadian Sastra kesurupan pada saat magrib tiba.

"Aku tak boleh membiarkan pikiranku kosong," ucap Sekarjati mengambil spons menuangkan sedikit sabun cuci piring dan mulai membersihkan peralatan makan yang digunakannya.

Waktu berlalu dan suasana menjadi begitu hening menyisakan hembusan angin sepoi-sepoi menerpa Sekarjati.

Tes..... Tes.... Tes....

Sekarjati mengerutkan dahi nya ketika mendengar suara tetesan air yang begitu jelas terdengar dan sangat dekat. Ia melihat sekelilingnya menghentikan aktivitas nya mendengarkan lebih seksama suara tetesan air beranjak berdiri mengikuti arah suara menempelkan telinga nya pada dinding pembatas sumur memastikan pendengarannya tak salah.

"Suaranya berasal dari dalam sumur," gumam Sekarjati.

Dengan rasa penasaran ia mengintip ke dalam sumur ketika suara tetesan air berubah menjadi gemericik yang tak lama kemudian Sekarjati beteriak nyaring hingga tanpa sadar kaki nya terpeleset oleh air sabun cucian nya masuk ke dalam sumur. Refleks tubuhnya begitu bagus ketika tangannya langsung meraih tali pengikat timba kemudian kakinya berpijak pada dinding sumur.

"Sastra.......!!!!!!!" teriaknya lantang.

Jantungnya berdetak kencang dan nafasnya memburu. Peluh membasahi seluruh tubuhnya ketika kematian berada di depan matanya. Suara gemericik air kian terdengar jelas menggema di dalam sumur membuat Sekarjati memejamkan matanya tak berani untuk melihat ke bawah.

"Kenapa kamu tak ingin melihatku? Kita sama-sama cantik bahkan seperti saudara," ucap seorang wanita dengan suara lembut mengalun tampak seperti tengah menggoda.

Sekarjati mengabaikan suara sosok perempuan tersebut berusaha memanjat menggunakan tali sembari menggerakkan kakinya layaknya tengah memanjat tebing. Terdengar tawa menggema di dalam sumur yang begitu dalam.

"Sekarjati! Tatap wajahku!" ucap wanita tersebut dengan nada marah. 

Teriakan nyaring Sekarjati kembali terdengar ketika wanita mengerikan muncul tepat di depan wajahnya dengan air liur menetes mengenai wajahnya sendiri mengalir turun. Rasa jijik muncul di dalam hati Sekarjati begitu melihat sosok mengerikan seperti binatang aneh mengeluarkan air liur berbadan manusia dengan bagian bawahnya merupakan ekor ular hijau.

"Apakah kamu lupa denganku?" ucap wanita tersebut merubah wujudnya menjadi sosok yang pernah ditemui oleh Sekarjati hingga membuatnya tercengang.

"Bagaimana bisa kau ke luar dan melewati pembatas rumah ini!!" ucap Sekarjati beteriak melawan rasa takut dan putus asa.

Tenaganya hampir habis ketika tangannya mulai megendur hingga membuatnya terperosot lebih dalam.  Wanita misterius yang dimaksud Sekarjati tak lain adalah Rara Lembayung Ijo yang sekarang tengah menggoda Sekarjati.

"Karena kamu yang datang ke rumahku maka penghalang itu melemah hingga aku bebas ke luar masuk," ucap Lembayung Ijo tertawa pelan mencengkeram dagu Sekarjati menjilati wajah nya menggunakan lidah panjang miliknya.

"Tidak! Kamu hanya berpura-pura ketika aku datang. Bukan aku yang membuat melemahkan penghalang ghaib melainkan orang lain!" balas Sekarjati membela diri. Ia menyadari ketika pertama kali kedatangannya di rumah ini telah merasakan hawa yang mirip dengan apa yang dimiliki Lembayung Ijo.

Tawa menggema begitu menyenangkan ke luar dari mulut Lembayung Ijo yang kemudian dirinya menempel ke dinding sumur menggunakan tangan binatang serta ekor ular milinya merangkak begitu cepat mengelilingi sumur mengintimidasi Sekarjati.

"Aku tak bisa meraih liontin ku," batin Sekarjati memaki dirinya sendiri atas ketidakberdayaan yang dialaminya.

"Pergi!!" ucap seorang laki-laki dengan murka meledakkan auranya mencengkeram leher Lembayung Ijo ketika hendak melompat menjatuhkan Sekarjati.

Langkasuma dengan murka mencengkeram erat leher Lembayung Ijo menekan menggunakan kekuatannya.

"Langkasuma!!" ucap Lembayung Ijo terbata-bata dengan sorot mata senang melihatnya.

"Aku tak berharap yang datang adalah dia."

"Wanita gila! Jangan harap kau lolos dari ku," balas Langkasuma melesat ke luar dari dalam sumur melemparkan Lembayung Ijo ke halaman yang seketika berubah menjadi wujud manusia nya.

Sastra datang dengan wajah panik berteriak memanggil nama Sekarjati yang kemudian mendapatkan balasan dan segera melihat ke dalam sumur mendapati Sekarjati yang sudah kelelahan berjuang sekuat tenaga menggenggam tali. Sastra segera menarik tali secepat mungkin membawa Sekarjati naik ke atas. Usahanya membuahkan hasil ketika Sekarjati berada dalam pelukannya dalam keadaan kelelahan. Sastra menoleh ke samping melihat Langkasuma dan Lembayung Ijo yang ternyata diperhatikan oleh Sekarjati.

"Apakah kamu bisa melihatnya?" tanya Sekarjati.

"Tidak," balas Sastra singkat menggendong Sekarjati masuk ke dalam rumah.

"Bagaimana kau bisa ke luar dari alam Kendanamirah!" ucap Langkasuma dengan nada tinggi.

Lembayung Ijo tertawa pelan berjalan melenggak-lenggokkan tubuhnya mengedipkan matanya menggoda Langkasuma.

"Karena seseorang membebaskanku. Semakin dia mencari tahu maka semakin besar bahaya yang datang bahkan aku yakin kau tak mampu menghadapinya," ucap Lembayung Ijo

"Siapa orang yang kau maksud," balas Langkasuma mencoba memastikan sesuatu.

"Seorang pria tampan yang begitu mempesona memancarkan hawa yang memabukkan. Sangat disayangkan dia telah menjadi milik seseorang yang bahkan aku sendiri tak berani untuk merebutnya," ucap Lembayung Ijo tersenyum.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Mulai Mencari Tahu

    Sekarjati selesai membersihkan badannya tengah bersantai di halaman belakang sembari melihat pohon beringin begitu rindang menambah kesejukan. Ia teringat akan Ranggalawe yang telah membantunya pergi ke puncak bukit Kendanamirah hingga membuatnya bertemu dengan Rara Lembayung Ijo."Ada makanan dari Bu Lasmi," ucap Sastra tiba-tiba muncul menunjukkan rantang baru yang dibawanya.Sekarjati beranjak berdiri menghampiri Sastra dan keduanya menyiapkan keperluan alat makan. Mereka duduk berhadapan di ruang meja makan setelah semuanya siap. Aroma dupa harum membuat Sekarjati tersenyum tipis menatap Sastra."Sepertinya kamu telah meniru kebiasaanku untuk menyalakan dupa pengharum ruangan," ucap Sekarjati tertawa kecil."Aku mulai menyukai aroma dupa. Mungkin karena aku selalu berada di dekatmu," balas Sastra.Keduanya makan dengan lahap untuk beberapa saat. Sastra menyelesaikannya terlebih dahulu membuat Sekarjati menggelengkan kepalanya heran."Sepertinya laki-laki ditakdirkan untuk makan be

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Semuanya Memiliki Alasan

    Sastra terlihat bingung ketika ekspresi Sekarjati yang terlihat senang dan terkesan berlebihan hingga ingin memeluknya.“Eits... Stop!” ucap Sastra yang seketika menyadarkan sikap berlebihan dari Sekarjati.“Maaf,” ucapnya canggung Sekarjati kembali duduk melihat Sastra yang tengah berdiri di depan pintu membawa air hangat sembari menghirup udara segar. Kebingungan terlintas di dalam pikirannya ketika melihatnya yang seperti tak ada kejadian aneh dialaminya sebelumnya.“Kita kembali ke Jakarta,” ucap Sastra yang seketika membuat Sekarjati spontan terkejut dibuatnya.“Kenapa?” tanya Sekarjati bingung.“Rahasia telah diketahui dan tugas kita selesai,” jawab Sastra yang seketika mendapatkan respon penolakan.“Tidak! Aku tidak setuju untuk kembali sebelum ditemukannya prasasti penguat keberadaan Kerajaan Lintang Pethak yang tidak tercatat dalam sejarah Nusantara. Penemuan prasati Watu Lirang telah membuka rahasia yang terkubur selama ini dan aku tak akan membiarkan semuanya berhenti begi

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Kasih Yang Tak Terbalas

    Mereka berdua melesat pergi menuju puncak bukit. Di bawah perlindungan Ranggalawe membuat seluruh makhluk halus tak berani mendekat sehingga perjalanan lancar sampai ke puncak.“Penghalang yang menutupi puncak bukit ini sangatlah kuat dan berguna demi menjaga keamanan dunia nyata. Bernama Puncak Kendanamirah yang berarti kabut merah, sisa pertempuran. Berisikan dendam yang amat kental oleh jiwa-jiwa penuh amarah terkutuk,” ucap Ranggalawe menjelaskan secara detail puncak bukit yang menjadi tujuan mereka saat ini.Hawa tak mengenakkan dipenuhi tekanan amarah dan dendam yang dapat memantik emosi dari seorang manusia untuk berbuat hal yang diluar batas. Kabut berwarna merah darah ke luar dari batas penghalang tersebut membawa aura negatif yang membuat Sekarjati tak nyaman dibuatnya.“Aku tahu kamu mampu memecahkan penghalang ini karena terkait dengan masa lalumu. Aura yang kau miliki sangatlah erat kaitannya,” ucap Sekarjati menatap Ranggalawe memohon tanpa keraguan.Merasa dirinya ditat

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Siklus Karma

    "Aku tidak pernah memiliki saudara bernama Dyah Sri Durgamaya." balas Sekarjati menatap balik dengan sorot mata tajamnya.“Saudaraku, kau akan mengingat semuanya dan pemenang akan ditentukan ulang bagi siapa yang layak,” ucap Durgamaya tersenyum lembut melangkahkan kakinya seketika muncul dihadapan Sekarjati menunjukkan wajah mengerikannya ketika lidah panjang menjulur ke luar melilit leher Sekarjati.Arghhhh!!!!!“Bahkan ketika dia berada di alam baka masih tetap melindungimu. Aku membencinya sampai kapanpun” ucapnya menatap Sekajarti dengan tatapan iri dengki.Ia menoleh melihat Sastra yang tergeletak tak berdaya tersenyum licik hendak mendekatinya sebelum lambaian tangan Sekarjati menghalau Durgamaya hingga membuatnya terpental ke luar.“Energi dewa!” ucap Durgamaya kesal berbalik kemudian pergi.Sekarjati mengepalkan tangannya erat menatap kepergian Durgamaya kemudian memegang lehernya meraba kalung yang dikenakannya.“Dia takut terhadap kalung ini. Dan bagaimana bisa aku memiliki

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Malam Mencekam

    Sekarjati membopong Sastra masuk ke dalam rumah sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Ia meletakkan tubuh Sastra di kamar kemudian pergi ke dapur. "Sepertinya aku harus sedikit berusaha," gumamnya melihat tungku dan kayu bakar. Sekarjati menyalakan perapian setelah beberapa kali percobaan. Panci berisikan air di letakkannya di atas perapian yang menyala berkobar-kobar. Suasana begitu hening yang hanya terdengar suara jangkrik di luar rumah. "Aku merasa mereka memiliki tugas yang lain hingga aku tak bisa merasakan keduanya," gumam Sekarjati merujuk pada Eyang Ratmasih dan Langkasuma. Suara tokek mengagetkan Sekarjati di tengah keheningan malam yang sebenarnya baru saja magrib. Suara tokek yang berulang membuatnya tertarik hingga menghitungnya hingga suara terkahir yang menurutnya cukup lama dan membuatnya yakin bahwa suara tersebut merupakan yang terakhir "Konon jika tokek berbunyi tepat 7 kali maka ada sesuatu tak kasat mata yang berada di dekatnya," gumam Sekarjati

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Para Penjaga Sang Putri

    Sosok yang disebut Sekarjati sebagai Eyang Ratmasih menghilang dan muncul di depannya menyentuh lembut pipi Sekarjati. " Nak...... ingatlah, nanti malam tak perlu takut, Eyang ada di sini." ucapnya tersenyum lembut kepada Sekarkati layaknya berbicara dengan cucunya sendiri. "Sekar mengerti." Eyang Ratmasih menganggukkan kepalanya kemudian menghilang. Selang beberapa menit kemudian Sastra datang membawa tas beserta perlengkapan lainnya dan mengajak Sekarjati untuk masuk ke dalam. Hawa dingin terasa ketika pintu dibuka. Debu tebal memenuhi ruangan beserta perabot kayu jati yang ada di sana menambah kesan mewah dan mistis. "Aku tidak menyangka semuanya terbuat dari kayu jati," ucap Sastra kagum. "Kita perlu berhati-hati di rumah ini," ucap Sekarjati tiba-tiba berubah menjadi serius. "Aku mengerti," balas Sastra. Mereka masuk ke dalam kamar masing-masing meletakkan perlengkapan kemudian mulai membersihkan segala hal yang ada di dalam rumah menjadi layak untuk disinggahi.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status